Hidup dipenuhi beragam suku, bahasa, agama, pendidikan, pekerjaan. Tidak memulu tentang anak dengan orang tua yang pekerjaan bagus, berjas dan berdasi, memiliki tempat tinggal layak, keluarga harmonis. Kalau ingin sekolah tinggal bilang saja, semua perlengkapan akan disediakan oleh orang tua. Itulah mereka yang hidup dalam suasana serba kecukupan.
Anak-anak yang tugasnya hanya belajar, tidak perlu memikirkan dari mana uang di dapatkan, anak-anak yang tidak perlu memikirkan kalau lapar tinggal bilang saja, makanan sudah di sediakan. Bahkan kalau bosan tinggal bilang, dan minta di ajak jalan-jalan.
Tentu berbeda suasananya, jika menilik dari kisah Unggul dalam cerita yang ditulis oleh Sinta Yudisia. Ada seorang anak dengan keterbatasan ekonomi yang tidak memiliki rumah permanen, penghasilan orang tuanya hanya sekedar cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan itupun kadang masih kurang dari yang dibutuhkan.
Hidup dalam kemiskinan, kadangkala erat kaitannya dengan kesejahteraan, penyakit dengan mudah datang menghampiri, dan mengambil orang-orang yang tersayang.
Unggul yang hidup dalam situasi di atas, diperparah dengan berpulangnya sang ibu menghadap sang pencipta, sementara sang ayah hanya bekerja sebagai penggali makam yang penghasilannya dari hasil menggali makan tidak tentu jumlahnya. Kondisinya juga sedang sakit-sakitan.
Banyak anak-anak bangsa ini, yang harus memikul beban yang sama seperti yang di kisahkan dalam kisah Unggul ini. Mereka yang terpaksa mengorbankan masa sekolah hanya untuk membantu orang tua mempertahankan hidup. Mencari nefkah untuk mencari sesuap nasi.
Berawal dari kisah praktikum biologi, yang mengharuskan setiap anak bekerjasama dalam berkelompok. Sofi, Nadia, dan Donni, juga Unggul. Mereka adalah satu kelompok yang dibagi oleh ibu guru. Dalam misi berkelompok ini, bu guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk melakukan penelitian terkait struktur katak. Mereka harus membedah katak dan melihat sendiri strukturnya. Kemudian membuat laporan terkait hasil yang didapatkan.
Masalah muncul ketika, Unggul yang satu kelompok dengan Sofi, Nadia, dan Donni. Awalnya ada penolakan dari anggota kelompok yaitu Donni.
Donni tidak suka satu kelompok dengan Unggul karena suatu hal. Ia menilai Unggul hanya seorang anak yang berpenampilan lusuh, susah bergaul, dan biasa-biasa saja.
Unggul lebih sering absen sekolah ketimbang teman-teman yang lain. Ia juga tidak pernah menceritakan bagaimana kehidupan yang sedang dialaminya.
Penilaian Donni, tentu tidak salah, semua orang mestinya ingin berteman, bergaul dengan orang-orang hebat, berbakat, sehingga meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi.