Mohon tunggu...
Hamsiah Hamsi
Hamsiah Hamsi Mohon Tunggu... Administrasi - Pejuang Literasi

Pegiat yang ingin membuka bawasan dunia lewat membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku "Ayah Aku Rindu"

17 Februari 2021   12:00 Diperbarui: 17 Februari 2021   12:01 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku : Ayah Aku Rindu

Penulis: S. Gegge Mappangewa

Penerbit : Indiva Media Kreasi

Halaman: 192 Halaman

ISBN: 978-602-495-290-7

Tahun Terbit: 2020

Harga Buku: Rp. 45.000,-

Bagaimana rasanya jika kematian menjemput orang yang kita cintai?

Apakah kita mampu bersikap sabar? Atau sebaliknya?

Kematian juga telah membuat ayah menjadi depresi, sehingga harus di rawat di rumah sakit jiwa.

Tentu, semua yang hidup pasti akan menamui ajal. Entah dalam waktu keadaan siap ataupun tidak. Namun, tetap. Kematian adalah hal yang pasti. Tidak ada yang bisa menunda kematian, jika sesuatu itu sudah ditakdirkan.

Hanya saja, bagi sebagian oaring yang ditinggal, kematian adalah hal yang sangat menakutkan.

Buku Ayah Aku Rindu, mengisahkan seorang anak yang harus tetap tegar setelah ditinggal oleh ibu tercinta. Kematian sang ibu menjadi awal konflik yang terjadi.

Kehidupan yang semula baik-baik saja, keluarga harmonis, tumbuh dalam kasih sayang yang utuh.

Ya. Itu adalah gambaran sebuah kelaurga harmonis, tidak kurang satu kasih sayang. Ibu yang selalu ada melengkapi dan mengurus rumah dengan telaten, sabar.

Sosok ayah yang sukses menjadi pengusaha peternak ayam petelur, membuat hidup Rudi tidak kurang satu apapun. Kehidupan Rudi adalah kehidupan yang diidamkan banyak orang. Hidup dilingkungan serba kecukupan. Anak tunggal dengan orang tua pengusaha. Sudah barang pasti, hidupnya akan terjamin.

Hingga suatu ketika, malang menimpa keluarga Rudi.

Sang ayah yang berprofesi sebagai pengusaha ayam petelur, haruss gulung tikar. Ribuan ayam harus dimusnahkan, karena terjangkit virus flu burung. Keadaan berubah drastis. Musibah tidak berhenti sampai di situ. Agaknya, yang maha kuasa masih memberikan ujian kepada keluarga Rudi.

Selang beberapa waktu, setelah kebangkrutan usaha ayahnya. Guncangan yang sangat dahsyat, menghancurkan berkeping-keping pertahan keluarga Rudi. Seperti pepatah mengatakan "Sudah jatuh tertimpa tangga pula."

Ya. Itu adalah gambaran yang pas menggambarkan suasana hati Rudi. Bagaimana tidak, Ibu yang sangat dicintai, penuh kasih sayang, mengurusi setiap sudut di ruangan rumah, membatu ayah dalam menjalankan usahanya. Sumber kekuatan buat Rudi dan juga ayah.

Sebagai seorang anak tunggal, kepergian ibu sangatlah terpukul, ibu pergi karena mengidap penyakit kanker. Tak lama setelah kebangkrutan ayah.

Ayah yang belum siap menerima kenyataan ini, menjadi depresi, dan menderita penyakit Skizofrenia.

Adakah yang lebih sakit, selain melihat orang yang kita cintai harus membenci kita dan ingin membunuh kita sendiri?

Novel ini, menyuguhkan kisah yang membuat kita larut dalam setiap kalimatnya, menerima keadaan meski, kadang sesuatu itu tidak kita inginkan.

Hanya saja, dalam penulisan, saya merasa agak sedikit risih, dengan pemakaian kata ganti orang ketiga. Yang kadang, menggunakan kata "Saya" dan juga menggunakan kata "Aku" sebagai kata ganti orang pertama.

Agaknya ini, kurang konsisten.

Pada halaman 158 dan halaman 161, sedikit membuat aku sebagai pembaca bertanya dan berfikir, kondisi yang menjelaskan Rudi yang sudah lama tidak bertemu ayah, di bagian halaman 158 digambarkan bahwa Rudi sudah tiga bulan tidak bertemu dengan ayahnya. Nah, kemudian di halaman 158 pertemuan yang digambarkan tiba-tiba menjadi satu tahun.

Adapun pesan yang didapatkan setelah menyelesaikan buku ini, sepertinya penulis ingin menyampaikan pesan, bahwa. Kadang, dalam hidup ini, penuh dengan hal-hal yang tidak kita sukai.

Hanya saja, sebagai mahkluk hidup, setiap cobaan pasti datang menghampiri, entah itu kita dalam keadaan siap atau tidak.

Yang jelas, bagaimana kita harus bersikapa dengan ujian yang sedang dihadapi.

Kita bisa memilih dengan ujian yang diberikan, menjalani dengan tetap berusaha mendekatkan diri kepada snag pencipta, sehingga ujian yang datang menjadikan kita pribadi yang mampu bersyukur dan menjadi pribadi yang lebih hebat.

Atau sebaliknya.

Memaknai ujian dengan sikap depresi, menolak semua kejadian, sehingga semuanya menjadi semain buruk.

Ending dari buku ini, sangat mengejutkan.

Klimak yang diciptakan yaitu, saat kebangkrutan ayah, lalu ibu meninggal. Sehingga ayah menjadi depresi, atau istilahnya Gila.

Gilanya seorang ayah, membuat kondisi sangat membenci Rudi, bahkan hingga ingin membunuh anak.

Sebagai sorang anak, Rudi tetap sabar, ia tetap berusaha agar tidak jauh dari ayah.

Puncak dari Klimaks cerita ini adalah, ketika Rudi mendapatkan informasi, bahwa Bapak yang selama ini ia sayangi, ternyata bukan ayah kandungnya.

Ia mendapatkan rahasia yang selama ini belum diketahui, bahwa ibunya diperkosa oleh laki-laki preman yaitu Pak Ramli. Seorang yang di awal dikisahkan meninggal. Dan Rudilah yang pertama kali menemukan Pak Ramli dan mengantarkan ke rumah.

Gambaran ini adalah kejutan, dan penyelesaian dari klimak dalam cerita.

Dari dikaitkanya Rudi dengan Pak Ramli di awal tulisan, menjadikan cerita ini terus berlanjut. Tidak hanya itu, cerita juga dibumbui dengan beberapa kisah cinta anak remaja. Hanya saja. Sebagai tokoh utama, Rudi baru mengetahui, bahwa perempuan yang dicintainya adalah adik sedarah. Itulah alasanya kenapa ibu pernah melarang Rudi menyukai Ririn.

Membaca buku ini, membaca kita melihat disekitar, ada banyak kejadian yang mungkin sama dengan yang dialami Rudi dalam hidup nyata. Ada begitu banyak hal yang tidak kita harapkan dalam hidup ini terjadi.

Namun, sikap menerima dan sabar adalah kuncinya.

Pilihanya hanya ada dua, yaitu menerima atau tidak.

Mengutip dari tulisan Gedde ini, "Luka, duka, derita, tak menunggu orang dewasa dulu untuk kemudian ditimpanya. Semua kepahitan itulah yang akan menempa kedewasaan."

Buku ini juga mengajarkan kekujuran. Dewasa ini, dengan kehidupan yang serba modern. Kejujuran sudah mulai tidak lagi mempunyai arti. Kejujuran hanya tinggal sebuah kata yang sering diucapkan, namun sangat sulit untuk dilakukan.

Melalui buku ini, penulis menyampaikan betapa pentingnya kejujuran itu dalam hidup. Kejujuran yang membuta hati lebih tenang. Meskipun jujur itu pahit, namun ia adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap orang.

Jujur dimulai dari diri sendiri, cukuplah berubah dari hal yang kecil, dimulai dari yang kecil, bahkan berusaha jujur dengan diri sendiri, meski diluar sana orang tidak akan tahu.

Jujur adalah sebuah sikap tentang diri sendiri dan dengan sang pencipta. Tak perlu berkoar-koar kepada orang lain untuk jujur, jika kita sendiri belum memulainya.

Mulailah dari diri sendiri, niscaya lingkungan akan mendukung hal kecil tersebut.

Buku ini rekomended, membuat kita mampu melihat dan berfikir. Bahwa dalam kehidupan yang nyata pun. Banyak sebagaian teman-teman yang bernasib sama.

Dengan banyak membaca, dan memahami, membuat kita mampu menjadi pribad yang lebih peka dan mampu menganalisis keadaan, sehingga sikap yang diambil adalah sikap yang positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun