PELITA BERNAMA ANAK, WAHAI ORANG TUA NYALAKAN SAKELARNYA
Hidup berumah tangga adalah menuangkan segala rasa, antar pasangan dan seluruh anggota keluarga, berbagi kebahagiaan, melepas kesedihan dan mengembangkan cita rasa, harga diri dan kehormatan.
Dari rumah tangga yang tergambar di atas, maka akan muncul cahaya gemerlap dari dalam menyinari di setiap ruangan dan memberi keagungan, nuansa keindahan serta aura keharmonisan.
Pelita atau cahaya dengan bentuk sederhananya adalah lampu, haruslah terhubung dengan aliran listrik, sebagai penghubung bernama sakelar, sebagai fungsi kontrol untuk menyalakan atau mematikan, bergantung dari si empunya, begitu pula anak, akan menjadi pelita yang manerangi atau tidak pernah mengirim cahaya, bermula dari kehendak orang tua untuk meniupkan aliran cahaya dalam pelita, diri anak itu sendiri.
MENANTI PELITA HADIR
Masing-masing anggota keluarga adalah pelita, memiliki derajat yang sama dalam sumbangsih menciptakan terang dan gemerlap.
Pada masa awal pernikahan rumah tangga yang terdiri dari sepasang kekasih, suami istri, dengan cinta kasih sayang yang selalu hadir dalam denyut kehidupan, menghitung waktu di dalamnya ada rindu, bila terpisah oleh ruang dan waktu. Keduanya akan memancarkan binar dari pandang matanya, membuat suasana begitu tampak indah dan memukau.
Cinta sepasang kekasih, bisa redup dimakan waktu, rindupun tak lagi menggebu, asmara mulai kehilangan energi. Karena rutinitas hanya dari aku dan kamu, Â suami istri terbelenggu dengan aktivitas masing-masing, lalu kembali fokus kepada diri sendiri.
Maka kehadiran anak adalah hal yang ditunggu, untuk menambahkan pelita dalam rumah tangga, mengusir gelap dan datanglah cahaya.
Kini pelita telah datang, akankah dimanfaatkan menjadi penerang ? atau sekadar menjadi hiasan pelengkap interior rumah? Maka bagi orang tua pasti berharap hadirnya buah hati akan menjadi pelita.