Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak-anak dan Perkawinan Anak

16 Mei 2023   15:49 Diperbarui: 16 Mei 2023   23:54 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak dan masa kanak-kanak memiliki perbedaan arti dalam konteks susunan keluarga. Anak sebagaimana dipahami dalam kehidupan sosial adalah keturunan dari ayah dan ibunya atau hasil kasih biologis seorang lelaki dan perempuan. Dimensi keluarga atau keturunan ini akan terbawa sepanjang masa tak pernah terpisah dan dipisahkan oleh waktu.

Misal Abada adalah anak dari Salim dan salma, gelar anak bagi Abada menjadi lengkap dengan sebutan Abada anak Pak Salim dan Ibu Salma, meskipun Abada sudah dewasa hingga menikah, bahkan menjadi kakek atas cucu-cucunya, Abada tetaplah seorang anak dari ayah dan ibu yang melahirkan.

Sedangkan dalam kontek perkembangan dan pertumbuhan, anak-anak memiliki rentang waktu tertentu paska bayi lima tahun (balita) hingga masuk usia remaja dan dewasa. Sedangkan masa-masa yang dilewati oleh anak-anak adalah masa kanak-kanak, hal ini bisa dilihat dengan pendidikan anak di usia dini yaitu Taman Kanak-Kanak.

KETENTUAN USIA BAGI  ANAK

Dalam menyebut usia anak masing-masing bidang memiliki ketentuan berbeda, misal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 35  Tahun 2014, pasal 1 angka (1) disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun.

Sedang di mata hukum sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 330 menyebut belum dewasa adalah belum mencapai usia genap 21 tahun.

 Begitu halnya pada jenjang  pendidikan anak-anak dipanggil sebagai siswa hingga lulus Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat atas, sekitar usia 19 sampai 20 tahun. 

USIA ANAK DALAM PERKAWINAN

Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan BAB II tentang Persyaratan Perkawinan Pasal 6 ayat (2) menyebutkan "untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya". 

Pasal di atas  menunjukkan bahwa yang belum dewasa secara hukum belum bisa secara mutlak melaksanakan perkawinan kecuali atas izin orang tuanya, ada campur tangan orang tua untuk menentukan masalah perkawinannya baik berkaitan dengan calon pasangannya ataupun hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga.

Sedang pasal 7 ayat (1) menyebut perkawinan hanya diizinkan jika pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Penetapan usia 16 dan 19 tahun  pasal di atas dalam penjelasaannya  disebut sebagai upaya untuk menjaga kesehatan suami isteri dan keturunannya.

Bagi yang belum memenuhi umur sebagaimanan pada pasal 7 ayat (1), Undang-Undang perkawinan memberikan solusi yang tertera dalam ayat (2) pasal 7 yang berbunyi "Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) dapat meminta  dispensasi kepada Pengadilan  atau pejabat lain, yang ditunjuk kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

SUKA DUKA PERKAWINAN ANAK

Dalam perspektif tumbuh kembang anak, perkawinan anak di Indonesia sudah masuk dalam kedaruratan, yang dampaknya kompleks tidak saja terhadap anak itu sendiri termasuk di dalamnya juga orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.

Praktek pernikahan anak menurut Komite Hak Anak PBB merupakan pelanggaran dasar hak asasi anak, karena membatasi pendidikan, kesehatan, penghasilan, keselamatan, kemampuan anak, status dan  peran ketika harus menjadi suami atau isteri dan orang tua. 

Resiko lebih parah terhadap perkawinan anak berkaitan dengan tubuh adalah resiko kematian, berkaitan dengan kehamilan, tindak kekerasan dan infeksi penyakit. Karena di usia ini anak-anak masih belum siap secara paripurna.

Memang didapati perkawinan anak lebih banyak terjadi pada anak perempuan  yang menjalani perkawinan anak dan sangat beresiko kematian ibu dan anak dan pada dekade terakhir terjadinya stunting.

HARAPAN UU 16 TAHUN 2019

Inti dari Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perubahan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan adalah pada pasal 7 ayat (1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.

Usia 19 belas tahun telah melampaui kriteria anak belum 18 tahun, walau masih belum dewasa secara hukum. Meski begitu dengan penyamaan usia pria atau wanita menjadi 19 tahun  agar sudah matang jiwa raganya sehingga dapat mencapai tujuan perkawinan dan mencegah perceraian, serta mendapatkan keturunan yang sehat dan berkualitas.

Tujuan lain adalah mengurangi laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak, serta terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin.

Hal penting dan utama dalam Undang-Undang Nomor 16  Tahun 2019 adalah putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 22/PUU-XV/2017 di antaranya adalah "Namun tatkala perbedaan perlakukan antara pria dan wanita itu berdampak pada atau menghalangi pemenuhan hak-hak  dasar atau hak-hak konstitusional warga negara, baik yang termasuk ke dalam kelompok hak-hak sipil  dan politik maupun hak ekonomi,  pendidikan, sosial dan kebudayaan merupakan diskriminasi". 

Maka batas usia yang sama menghapus diskriminasi pada perempuan untuk lebih cepat berumah tangga dan lebih cepat menua, karena hilangnya masa kanak=kanak di usia akhir.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun