Dari ketiga pendapat tersebut, memberi kesempatan kepada perempuan menjadi wali dan menikahkan diri sendiri dengan lelaki lain, garis bawah tebalnya adalah "dalam keadaan darurat"
Pertanyaan yang muncul, adakah sekarang ini  situasi  tidak memungkinkan menghadirkan wali baik wali nasab atau wali hakim ?, bukannya kecanggihan teknologi telah menghubungkan dari kejuahan hingga ujung dunia.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa ketika perempuan memaksa diri menjadi wali nikah atas akad nikah seorang perempuan dengan lelaki lain tidaklah sah atau batal, dan pernikhannya atau perkawinannya disebut zina.Â
Mungkin hal tersebut di atas sudah tidak ada, namun kasusnya juga sangat langka adalah ketika tersesat di hutan yang sangat jauh dari pemukiman dan tidak ada signal untuk sarana berkomunikasi.
TIDAK SEMUA BISA JADI SAKSI
Syarat menjadi saksi sama dengan syarat menjadi wali, begitu pula seseorang tidak boleh menjadi saksi bila memenuhi syarat yang tidakmembolehkan menjadi wali nikah.
Seorang saksi harus diterima (atas persetujuan) kedua calon mempelai. Maksudnya tidak sembarang orang bisa ditunjuk menjadi saksi dan calon suami atau calon isteri berhak menolak saksi yang dihadirkan.
Kedua orang saksi diperbolehkan mendengar, melihat dan mengetahui  bahasa akad nikah dengan keadaan sadar. Hal ini juga mengandung arti bahwa akad nikah tidak harus ditentukan penggunaan bahasanya oleh calon mempelai laki-laki. Namun bahasa yang digunakan harus dimengerti oleh semua yang hadir utamanya wali dan saksi.
 KESMIPULAN
1. wali harus memenuhi enam (enam) Â persyaratan perwalian
2. Perempuan tidak boleh menjadi wali untuk orang lain dan menikahkan  dirinya sendiriÂ