Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mantan Suami Memiliki Idah Tidak Boleh Langsung Menikah dengan Perempuan Lain

11 Februari 2023   06:56 Diperbarui: 11 Februari 2023   07:01 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SE Menang Tentang adanya Idah bagi mantan suami (sumber gambar : Hamim Thohari Majdi)

Selama ini dipahami banyak orang bahwa idah (masa tunggu) hanya berlaku bagi seorang isteri untuk menikah dengan laki-laki lain, karena memang hukum agama dan perundang-undangan mengatur seperti itu, adanya iddah hanya untuk perempuan.

Dengan adanya idah yang hanya berlaku bagi isteri atau tidak ditetapkannya masa idah bekas suami, menimbulkan praktek poligami terselubung, karena rujuknya pasangan ini belum menjadi penyakit sosial.

Karenanya pada  tanggal 30 September 2021 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama dengan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, melalui forum diskusi mereview Surat Edaran Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam  Nomor : DIV/Ed/17/1979 tanggal 10 Februari 1979 Tentang Masalah Poligami Dalam Idah tidak berjalan efektif, sehingga perlu adanya kepastian tata cara dan prosedur pencatatan perkawinan bagi mantan suami yang akan menikah dengan perempuan lain, agar tidak memberi efek genada, baik bagi bekas isterinya atau perempuan lain yang dinikahi.

BENTUK KASUS

Kasus yang sering  muncul atas tidak adanya masa idah bagi mantan suami adalah pernikahan yang dilakukan bekas suami menikah dengan perempuan lain yaitu setelah berjalannya bahtera rumah tangga baru yang dijalani  (bekas suami dengan perempuan lain ),  tiba-tiba bekas  suami ini kembali kepada mantan isterinya, baik di masa idah maupun di luar masa idah.

Ada dua kemungkinan proses kembalinya bekas suami kepada bekas isterinya 

Pertama, melakukan rujuk berarti pasangan ini bersepakat untuk rujuk dan mengurus secara resmi melalui pemberitahuan kepada Pegawai Pencatat Nikah. Hal ini sangat dimungkinkan, karena saat rujuk telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh  hukum agama dan perundang-undangan yaitu di masa idah, masa tunggu untuk melakukan rujuk.

Kedua, karena masih adanya keterpautan cinta antara mantan suami dan mantan isteri, lalu keduanya bersepakat  untuk menikah lagi. Dalam hal ini dilakukan pernikahan "siri" (nikah secara agama saja) dilakukan tanpa sepengetahuan pegawai Pencatat Nikah, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak memiliki bukti administrasi atas perkawinannya.

Pada kasus kedua, bila dicatatkan, maka otomatis harus ada ijin poligami, sebab mantan isteri dan mantan suami benar-benar adalah orang lain yang tidak memiliki ikatan apapun, telah terpisah oleh perkawinan dan masa idahnya habis.

Baik pada kasus pertama atau pada kasus kedua merupakan poligami terselubung, meskipun pada kasus pertama nyata resmi karena memiliki buku nikah yang diambil dari Pengadilan karena adanya peristiwa rujuk yang dicatatkan.

ATURAN BARU 

Melalui Surat Edaran Menteri Agama Nomo : P-005/ DJ.III/Hk.00.7/10/2021 tanggal29 Oktober 2021 Tentang  Pernikahan Dalam Masa Idah Istri, memuat lima (5) ketentuan :

  • Pencatatan Perkawinan bagi duda dan Janda cerai dapat dilakukan dengan membuktikan akta cerai dari Pengadilan Agama yang telah dinyatakan inkrah
  • Ketentuan masa idah istri akibat perceraian adalah kesempatan bagi kedua belah pihak untuk membangun kembali rumah tangganya.
  • Bekas suami dapat menikahi perempuan lain setelah masa idah bekas isterinya selesai
  • Apabila bekas suami menikahi perempuan lain dalam masa idah bekas isteri, maka berpotensi poligami terselubung
  • Dalam hal bekas suami telah menikah dengan perempuan lain dalam masa idah bekas isterinya, mantan suami hanya bisa merujuk setelah mendapat ijin poligami dari Pengadilan.

PEREMPUAN BISA MENOLAK

Proses rujuk tidak bisa langsung dilaksanakan, meskipun bekas suami sangat berkehendak, tetapi bekas isteri tidak mau, maka tidak dapat dilakukan rujuk, tidak ada pemaksaan dalam rujuk dan rujuknya menjadi tidk wajib. Karena akan mengakibatkan kondisi yang tidak harmonis yang befrtentangan dengan tujuan perkawinan.

Sebagaimana tersebut dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 164 "seorang wanita dalam iddah talak raj'i berhak mengajukan keberatan atas kehendak rujuk bekas suaminya di hadapan Pegawai Pencatat Nikah disaksikan dua orang saksi"

Jelaslah bahwa, kewenangan besar rujuk ada pada seorang wanita, meski bekas suami besar kehendaknya, cintanya sekonyong-konyong koder, tetapi bekas isterinya tidak berkenan, bagai cinta tak terbalas dan bertepuk sebelah tangan "mana mungkin"

Pada ketentuan ini sebenarnya memberikan arti, bahwa perceraian yang dikehendaki oleh seorang suami karena sesuatu hal, selain adanya perbuatan zina, adalah membuat luka dalam bagi sang isteri. Maka pasal 164 KHI memberi kewenangan kepada perempuan untuk mengijinkan bekas suaminya melakukan rujuk atau menolaknya.

Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) biasanya meninggalkan trauma bagi pihak perempuan atau hal-hal lain yang membuat kekecewaan mendalam bagi bekas isteri. Karenanya masa Iddah memberi waktu untuk berpikir dan menguatkan janji. Sehingga pihak perempuan harus mampu meminta jaminan kepada bekas suaminya untuk bisa menikmati  hidup rukun, penuh kasih sayang dan melindungi serta mencukupi.  

Dengan tanpa maksud melakukan provokasi kepada para perempuan, maka janganlah gegabah melakukan rujuk kalau semuanya belum ada kepastian dan keseriusan bekas suami menuju jalan yang benar dalam berumah tangga, menuju cita cinta penuh mesra dan bahagia.

MEMBUAT PERNYATAAN 

Pada ketentuan Surat Edaran Menteri Agama di atas ada poin yang memberi celah kepada bekas suami untuk menikahi perempuan lain. Pelaksanaan perkawinannya sebagaimana yang ada harus membuat pernyataan tidak akan merujuk bekas isterinya. Pernyataan ini memberi jaminan, agar perkawinannya dengan perempuan lain bisa dicatatkan di depan Pegawai Pencatat Nikah.

Pernyataan tersebut di samping menguatkan hati calon isterinya, juga mencegah terjadinya poligami terselubung. Karena dalam masyarakat masih dijumpai suami isteri melakukan rujuk tanpa dicatatkan di KUA, masyarakat bisa menerimanya, tanpa banyak komen.

Hal penting bahwa pernyataan tersebut menjadi pelengkap adanya buku nikah, atas pernikahannya yang baru dengan perempuan lain, maka bila akan merujuk bekas isterinya dalam masa idah, maka harus melampirkan ijin rujuk dari Pengadilan Agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun