Rambut sudah mulai berantakan, dan istri sudah ngomel melulu menyuruh saya segera potong rambut.
"Ya mam nanti sepulang kantor tak mampir ke gentho-ne"Â
istilah guyonan saya yang merujuk pada salah satu barbershop langganan di bilangan Asmara, Ungaran.
Menunggu sebentar, kemudian tiba saatnya saya di layani. Sepertinya saya masih belum begitu familier dengan pegawai barber yang satu ini, mungkin baru. Pemuda kisaran belasan tahun yang mendapat giliran untuk memotong rambut saya.
Seketika tirai pelindung ditangkupkan ke tubuh dan terasa bekas bekas potongan rambut menyusup melalui pori pori baju.
"Biasa mas, bros atas satu pinggir setengah" ucap saya kepada pemotong rambut kemudian langsung ia mengambil filter mesin potong rambut dan seketika melibas rambut saya.
"Musiknya dong mas, di setel" pinta saya karena tidak biasanya speaker hanya dianggurkan saja di pojok kaca. Seketika ia langsung menyetel musik genre koplo, yang saya sendiri juga cukup suka.
**
Barbershop langganan saya ini saya kenal sejak sekira empat tahunan yang lalu dimana pemiliknya memiliki tampang yang sangar dan garang, tetapi sangat sopan dan santun. Bahasa jawanya 'grapyak'. Pelanggannya selalu disapa, minimal ditanyai rumahnya mana, ini dari mana mau kemana..
 Pertanyaan basa basi seperti itu bagi saya adalah point plus tersendiri yang akan bisa membuka keakraban antara pemotong rambut dengan pelanggannya. Karena tidak dipungkiri, banyak pelanggan yang merasa sungkan atau malu untuk sekedar membuka perbincangan. Padahal, kalau diem-dieman juga kurang bagus. Maka sejak itulah saya menjadi pelanggan setia di tempat potong rambut yang kini membuka beberapa cabang tersebut.
**