Mohon tunggu...
Wadidaw
Wadidaw Mohon Tunggu... Penulis - Seorang yang peduli akan kisah

Nothing

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

1999-Kisah Anak STM (Part 1-2)

27 Juli 2020   15:36 Diperbarui: 27 Juli 2020   15:26 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part 1 : Balada Gerombolan

 Gue terus tatap gedung itu sambil kagum, bertingkat empat, bercat putih  dan beratap seng biru macam kombinasi seragam SMP, suka dan bangga jadi  bagian gedung bangsat itu. Sudah lewat seminggu setelah masa orientasi  yang membosankan, wajib berseragam putih biru oleh senior-senior culun  sok galak, OSIS katanya plus Rohis. Keculunan mereka berbanding terbalik  dengan ratusan muka bangsat yang siap meludahi, tak takut berdarah  pastinya. Sejak saat itu kami mendeklarasikan gerakan Anti OSIS, yang  tentunya didukung beberapa guru kami nantinya...aneh, ya itu fakta,  karena OSIS tempat pecundang ternyata...haks.

 Senin itu awal masuk sekolah berseragam putih abu, sambil kulirik  sesuatu dan ternyata masih ada, plang yang tersembunyi oleh tanaman  pagar tinggi disana tertulis STM Negeri 600 Jakarta, selebihnya tidak  nampak karena tersembunyi kebawah. Entah mengapa tidak menampilkan utuh,  nantinya gue akan tau sendiri. Sejatinya, sekolah negeri gak perlu  gembar gembor promosi karena murid-murid akan datang dan berlomba untuk  masuk. Gak semua bisa masuk karena ada serangkaian test dan zonasi, bagi  orang tua yang domisili di luar Jakarta, sampe muntah gak bakal bisa  masuk, ya, kecuali gue.

Sssrrrtttt.....

 Tiba- tiba lamunan terhenti, gue liat asal suara itu dan ternyata bunyi  gerbang pagar sekolah yang ditutup oleh satpam berkumis baplang. Pagar  sepundak itu tertutup dan tergembok, masih mudah untuk melompat karena  hanya terdiri dari susunan batangan besi yang berjejer layaknya pagar.

 "Ah, si bgst! Hari pertama masuk malah sudah digembok," gumam gue.

 Cerminan murid teladan sirna seketika, terdengar jelas suara riuh  upacara bendera yang berasal dari lapangan dalam gedung dan gue hanya  diam diluar pagar. Momen awal yang buruk.

 "Ajg, ditutup!," suara beberapa murid yang gak gue kenal membuat menoleh sedikit.

 Gerombolan itu baru turun dari angkot biru yang membawanya disusul  bergelombang lagi yang datang, gue belum tau asal mereka yang pasti itu  seniorbdan beberapa gue kenal muka pas orientasi. Gue perhatikan,  seragam putihnya lusuh, logo OSIS pudar, celana yang bolong dan sedikit  sobek, baju yang tak masuk celana, sepatu ala kadar dan segulung buku  tulis di kantong belakang celana. Yang lain mirip dan serupa dandanan,  hanya satu dua yang membawa tas besar berselempang dengan bendera merah  putih sebagai logo. Gue pertajam tulisan di bawa logo merah putih,  tulisannya Jemaah Haji Republik Indonesia, ah bvst!.

 Seragam gue pastinya putih kinclong, jelas saja karena baju baru.  Sesekali gue pandang ikat pinggang yang menyembul, membuat baju rapih  masuk ke celana abu. Tatapan gerombolan murid sekali mampir, mau kenalan  mungkin. Asap putih kelabu mulai membumbung diantara mereka, asik  merokok rupanya. Rambut mereka acak-acakan dan beberapa model belah  tengah menyentuh ujung telinga. Nampak pula yang gondrong rapih hingga  ke bahu sambil mengepul asap, ah perempuan ternyata, kenapa pula ada,  sambil gue berdiri sendiri menyulut rokok ketengan yang baru beli.

 "Ayo masuk," satpam baplang berteriak keras sambil mendorong gerbang. Rupanya upacara telah selesai.

 "Baju dirapihkan dulu bgst!" Suara sosok bertubuh gempal menggelegar, memakai setelan olahraga dan kalung stopwatch.

 Murid bersiap masuk, mematikan rokoknya, yang masih panjang dipuntungkan dan kembali masuk saku, sayang barangkali.

 "Sebentar pak, hoeeek....cuiihh," murid yang tak kalah gempal asik  meludah sambil merapihkan seragam, nampak sebelah depan saja yang masuk,  belakangan ngamplah. Gila lo, ujar gue dalam hati, tapi itu fakta dia  meludah di depan sosok gempal berbaju olahraga itu dan gak ada ekspresi  marah pula.

 Ternyata tak ada sanksi terkait tidak ikut upacara, seperti yang gue  khawatirkan diawal. Nyatanya, lo hanya perlu menunggu diluar karena  terlambat! Ajg! Tapi diluar itu semua dicatat, entah untuk apa yang  pasti gue lihat murid-murid menulis gak jelas dan gak kebaca siapa nama  mereka plus tanda tangannya, sedangkan gue menulis jelas nama kelas dan  tanda tangan. Diatasnya tertulis Catatan Guru Agama SMK N 600 Jakarta,  entah apa hubungannya, gue liat nanti aja lah.

 "Reza, kelas 1 gambar bangunan X, kamu ikut saya," suara tegas sosok  tinggi kurus berkumis tipis membuat gue mengikuti langkahnya. 

Ohya,  Nama gue Reza Aksara, murid baru di sekolah aneh ini, sekolah negeri  yang jadi incaran banyak murid dan orang tua. Gue tinggal di luar Kota  Jakarta, tepatnya di wilayah Bogor. Tak ada kawan untuk berangkat  bersama, karena rata-rata temen gue memilih sekolah yang gak jauh dari  rumah.

 "Kamu gak ikut upacara?" Ungkapnya sambil berjalan di lorong.

 "Iya pak," gue menjawab.

 "Nama saya Ngoyo, saya guru fisika sekaligus wali kelas kamu, ini ruang  kelas kamu, nanti saya kembali lagi, saya masih cari siapa aja yang  telat. Kalau mereka nyasar bahaya," ujarnya.

 Oh, ternyata dia wali kelas dan ini kelas gue, jurusan Gambar Bangunan  X. Entah mengapa rajin mencari murid yang terlambat dan mengantarnya dan  apa maksudnya nyasar berbahaya. Tatapan akrab mengular, beberapa sudah  saling kenal dan beberapa masih asing. Gue melenggang memilih bangku  dengan jendela disisi kiri. Meja yang gue lihat penuh coretan rumus  fisika dan kimia, lainnya entah rumus apa, sisi lain tertulis kalimat :  Hei anjing, apa yang lo liat hari ini adalah kawan lo selamanya!. Riuh  suara di luar memaksa gue menengok jendela, ternyata gerombolan murid  masih banyak dan baru datang. Ajg nih!

Part 2 : Basis

Satu  kelas gue berjumlah 34 orang murid, semua laki-laki, ternyata ada tiga  murid perempuan dan semua masuk kelas Gambar Bangunan Z. Kenapa pula  tidak berbagi dengan kelas gue, entahlah. Sekitar 80% muka murid GBX,  singkatan kelas kami Gambar Bangunan X, berwujud masam dan muka bangsat.  Sisanya wajah dungu, imut tapi tetap bvst. Kami saling berkenalan  dengan gaya masing-masing.

 "Nama lo siapa? Gue Adul, anak juragan tanah kampung samping," yang bernama Adul memulai.

 "Gue Reza, tinggal di Bogor," gue membalas sapa.

 "Njing, basis danger kayaknya lo, berangkat sama siapa?," kata Adul.  Ungkapan basis merupakan gerombolan murid yang berangkat bersama, suka  bersama dan duka bersama, tercipta dari wilayah nama keberangkatan.

 "Gue sendiri, belom ada kawan," kata gue.

 "Lo kayaknya perdana Za, lo bisa buat basis sendiri nantinya, yang ke  wilayah lo itu gak ada. Kayaknya tahun ini ada beberapa tapi kagak sampe  mentok juga kayak rumah lo, kuasain aja dan itu bakal jadi daya tawar  lo sama ajg disini," ujar Adul menyerocos.

 "Bisa jadi, kita liat aja nanti soalnya kan baru pertama Dul. Oh ya, salam kenal buat kalian yang lain," kata gue menyambut.

 Lanjut diikuti kawan lain, gue saling berkenalan dan bersumpah  bersaudara. Ternyata ungkapan tulisan diatas meja itu betul, ini adalah  kawan dan saudara gue sampai lulus nanti, gak akan berubah selamanya.  Dari yang gue denger, semua punya basis. Mereka ikut instruksi senior  yang menjadi pimpinan, kapan jam berkumpul, naik apa dan termasuk  bagimana cara melawan jika ada sekolah lain yang mengajak tawuran.  Ajigile, ini baru ospek.

Bruaakk

 Suara pintu ditendang membuat murid 1 GBX serempak berdiri. Nampak delapan  orang bertampang masam masuk, didepan mereka maju sosok bertopi  baseball dengan jaket senada warna putih krem. Di belakang yang paling  terlihat, si tinggi besar dengan bekas luka jahitan di dagu menilik  tajam. Lainnya kurang lebih bertampang sama dengan pakaian lusuh,  kecuali sosok berambut ikal disebelah topi baseball yang memakai  tongkat. Terlihat terluka karena berjalan tertatih, namun sepertinya  lukanya tertutup celana abu.

 "Kolekan Njing, anak kelas 2 Mesin R kena kemarin sabtu di Rebo, berapa  aja serah lo. Ini bocahnya, duitnya buat berobat dan beliin martabak  emaknya," ujar si Topi Baseball disusul langkah si tubuh besar  berkeliling mengumpulkan uang dari kresek hitam.

 "Ini apa Dul?" Kata gue ke Adul.

 "Biasa, ada yang kena, jadi kita iuran, serah lo mau kasih berapa," ucap Adul.

 "Oh..," gumam gue sambil merogoh seribuan yang langsung gue masukin keresek hitam yang lagi keliling.

 "Lo boleh ikut Jing, pulang sekolah kita ke rumah si Kadut sekalian  ketemu emaknya, buat yang berani aja,"  kata si Topi Baseball setengah  teriak.

 Desas desus mengatakan bahwa si Kadut terkena sabetan gir di paha,  membuatnya harus mendapat 12 jahitan. Karena lukanya dalam dan  memanjang. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu kemarin, murid baru memang  libur tapi senior diharuskan masuk untuk mengambil selebaran denah kelas  dan surat teguran buat yang mangkak bayaran SPP. Pulangnya basis Rebo  bertemu dengan STM Adhi, sekolah swasta yang kadang rival kadang kawan.  Hari itu menjadi rival karena si Topi Baseball jauh sebelum libur  kenaikan kelas memukul salah satu murid STM Adhi pakai conblok sehingga  koma. Alasannya mereka di kepruk duluan pakai gelas dan botol saos kala  lagi nongkrong di warkop, salah sasaran katanya, namun pertikaian sudah  pecah.

 STM Adhi berjumlah 20 orang kali itu, sedangkan STM N 600 hanya 8 orang  kala itu, ya, sejumlah orang yang masuk ke kelas kami. Si Topi Baseball  menjadi pemimpin di basis Rebo, berfungsi sebagai mediator sekaligus  eksekutor. Dipilih berdasarkan keberanian dan kenekatan. Anggotanya  sebenarnya banyak, ialah murid-murid yang berdomisili sepanjang rute  sekolah sampai Rebo, atau transit di sana lanjut ke rumah masing-masing.  Dikenal cukup danger jalurnya, sebagai jalur Gaza karena sering terjadi  tawuran, melintasi sekitar 8 sekolah yang kadang rival kadang kawan  tergantung situasi.

 "Gue juga ikut basis Rebo, mulai hari ini sih. Benda wajib nya kalau  ngikut tuh bawa gesper gir," Kata Sani, kawan sekelas gue yang tak sadar  tenyata memakai topi baseball juga. Setelah diperhatikan berbordir  tulisan besar X 600 dengan tulisan kecil Rebo Base dibawahnya.

 Ya X 600 jadi nama lain STM N 600. Semacam nama panggung di kancah  jalanan. Masing-masing sekolah punya nama jalanan, terutama STM yang  doyan aksi.

 "Lo ikut San ke rumahnya si Kadut?," tanya gue ke Sani.

 "Buat basis gue hitungannya wajib Za, STM lain udah dikontak juga kita  mau jalan. Bagi yang mau gabung silahkan, bagi yang mau ribut tahan  dulu, si Elik yang ngomong gitu, " kata Sani.

 Si Elik, nama sosok bertopi Baseball itu rupanya. Anak kelas 2 Gambar X,  nama yang sama namun berbeda tingkatan. Anggota basis Rebo pimpinannya  bukan berarti sekelas, buktinya anak Mesin banyak ikut karena  berdasarkan wilayah tempat mereka pulang. Sekolah kami ada 3 jurusan,  Gambar Bangunan, Teknis Mesin serta Perkayuan. Yang terakhir disebut  merupakan jurusan aneh sebenarnya, tapi jangan salah kelak lulusannya  mampu mandiri di bidang interior dan teknik furniture.

 "Gue mau ikut ke rumah Kadut," ucap gue spontan.

 "Eh...." ungkap kawan-kawan gue serempak.

 "Rumah lo ibaratnya di kanan dan lo jalan ke kiri, jauh Za," ucap Adul.

 "Lo bawa gir kan?" tambah Sani.

 "Enggak, gue gak punya senjata, pake batu aja bisa," kata gue santai.

 "Gak papa, kita coba uji solidaritas ama keberanian anjing 1 GBX hari  ini," ungkap sosok kecil dengan ikatan bandana biru di kepala, Mudi  namanya, basis Pondok yang gak sejalur dengan Rebo namun gak kalah  danger karena melintasi tepat di muka sekolah swasta rival abadi kami.

 "Oke kita berangkat, 1 GBX anjing!," ujar Sani semangat.

 Terhitung ada 15 murid kelas 1 GBX yang akan gabung, kini kita sibuk  berbincang tentang jati diri basis masing-masing dan basis apa saja yang  akan direncanakan untuk mereka masukin. Tercatat ada basis Rebo,  Pondok, Trans, Keramik, Gede, Pal, Raya dan terjauh basis Kramat.  Kecuali gue, secara arah rumah gue yang balik bertolak belakang, mereka  ke arah jantung Jakarta sementara gue menjauhi. Gue butuh basis, tapi  masa iya sendiri. Setelah melalui 3 mata pelajaran dari total 4 karena  guru Kimia kami gak hadir, waktu bubar kelas pun tiba dan kami pun bersiap.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun