Biru bersamaku, membentang meliputi kepakkan sayapku
Hamparan kanopi, bebatuan, lautan, menyelimuti bumi
Aku elang melintasi atmosfir
Kututup mata dan kurasakan belaian udara yang bergerak
Merasa lepas, bebas dan tanpa kandas
Kubuka mata dan biarkan tubuh menghunjam ke arah bumi
Di atas segara biru kembali kukepak sayap kuat-kuat
Kucengkeram seekor ikan yang meloncat, keluar dari persembunyian
Lepas sudah rasa lapar yang menghantui
Aku elang melintasi bumi
Hanya bersahabat dengan kebosanan dan sepi
Terkadang aku terbang berkawan lelah
Di lain waktu lebih banyak bercengkrama dengan bayang-bayangku sendiri
Di bawah pepohonan, di dahan, bahkan di semak tak bertuan
Aku elang terbiasa hidup berkawan kesendirian
Terkadang terbang melewati keramaian yang tidak kusukai
Pun hanya berlalu...
...
Dia kepakkan sayapnya untuk melawan terpaanku
Aku angin, udara yang haus pada keseimbangan tekanan
Kadang lembut, semilir
Di lain masa, kuhempaskan tanpa kenal kawan
Aku angin di atmosfir bumi
Seringkali elang menantang, beradu nyali dengan keganasanku
Aku suka, aku suka ia yang sendiri melintasi bumi
Ia terbang karena melawan arah tarianku
Sebuah ketetaapan yang tidak mungkin terbantahkan
Dari Yang Maha Pencipta Semesta
...
Dia bagaikan menginjakkan kaki-kakinya yang penuh bulu di atas kepalaku
Ia berkawan bosan dan kesendirian, berlayar di atmosfir
Ia elang, dan aku kanopi
Aku menghalangi terpaan mentari yang ingin membelai bumi
Biar kuserap sepuasnya dan kuberikan aneka bunga, bebijian dan buah-buahan
Aku menghijau, menutupi tanah penuh lumut dan semak
...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H