Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada 2020 Dipaksakan? Polemik Pelaksanaan Pilkada di Era New Normal

13 November 2020   20:19 Diperbarui: 4 Februari 2021   11:54 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada 2020. (Foto: SP/Muhammad Reza)

Pilkada tidak terbatas pada persoalan pemungutan suara, namun terdiri dari beberapa rangkaian mulai dari pendaftaran calon, verifikasi data lapangan, kampanye, dll, yang berpotensi menimbulkan kerumunan masa. Hal inilah yang dikhwatirkan akan semakin meningkatkan potensi penularan Covid-19 dan justru akan memperburuk keadaan dan bukannya menyelesaikan problem yang saat ini terjadi.

Sebagaimana data yang didapatkan dari laman resmi Kemenkes RI per 13 November 2020, bahwa tercatat adanya sebanyak 5.444 kasus baru pada hari Jumat (13/11/2020). Maka, total kumulatif kasus Covid-19 di Tanah Air sebanyak 457.735 kasus. Walaupun dari segi penyelenggaraan akan tetap diberlakukan sesuai dengan protokol kesehatan dan Pemerintah telah menyepakati untuk memberikan penambahan dana sebesar 4,7 M untuk keperluan dan kebutuhan dilapangan kepada penyelenggara, namun peserta dan pemilih tetaplah menjadi perhatian utama. Sehingga jangan sampai pelaksanaan Pilkada justru menjadi cluster baru penyebaran Covid-19.

Dalam teori state responsibility (tanggung jawab negara), bahwa negara pada dasarnya memiliki tanggungjawab untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara, memelihara ketertiban dan keamanan bagi warga negara. Hak-hak warga negara dalam hal ini tentu mencakup perlindungan terhadap hak kesehatan sebagaimana juga termuat dalam Pasal 28I ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, bahwa pemenuhan hak asasi warga negara merupakan tanggung jawab Pemerintah.

Selain itu, adanya potensi berkurangnya partisipasi publik juga sangat mempengaruhi kualitas pelaksanaan Pilkada. Dengan melihat realitas yang terjadi saat ini ditengah pandemi Covid-19, di mana tahapan-tahapan pelaksanaan Pilkada termasuk kampanye maupun sosialisasi paslon tidak akan mampu secara efektif menyisir masyarakat-masyarakat secara keseluruhan, maka hal tersebut akan berdampak terhadap partisipasi masyarakat, yakni menurunnya partisipasi masyarakat untuk datang ke tempat pemilihan, baik karena masyarakat tidak terlalu mengenal paslon yang akan mereka pilih maupun karena takut terhadap potensi penularan Covid-19. 

Potensi berkurangnya partisipasi masyarakat ini dapat dianalisa melalui adanya penurunan indeks kepercayaan masyarakat, sebagaimana hasil survey nasional Saiful Mujani Research and Consulting  (SMRC) bahwa kepercayaan warga negara terhadap jalannya demokrasi di Indonesia menurun  pada masa Covid-19. Terlebih lagi ditengah keterbatasan pelaksanaan Pilkada dan keterbatasan-keterbatasan dalam mencari paslon kepala daerah yang berkualitas.

SKENARIO YANG BISA DITAWARKAN: PENGATURAN DI DALAM UU PILKADA

Apabila merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana termaktub dalam UU No.10/2016 tentang perubahan kedua atas UU No.1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Maka terdapat beberapa mekanisme yang bisa dilakukan apabila terjadi kondisi yang memaksa atau memungkinkan tahapan pemilihan kepala daerah harus ditunda. Pilihan tersebut salah satunya adalah pemilihan lanjutan. 

Di dalam Pasal 120 UU Pilkada menyebutkan bahwa pemilihan lanjutan adalah sebuah mekanisme penundaan Pilkada yang nanti melanjutkan tahapan yang terhenti, adapun syarat ditetapkannya pemilihan lanjutan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 120 ayat (1), yakni:

"Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilaksanakan, maka dilakukan Pemilihan lanjutan".

Berkaitan dengan ketentuan Pasal 120 UU Pilkada maka dalam kondisi force majeure, pelaksanaan Pilkada dapat dilakukan penundaan. Jika merujuk pada kondisi saat ini, Pandemi Covid-19 merupakan bencana yang bersifat non-alam, namun di dalam Pasal 120 UU Pilkada terdapat frasa "atau gangguan lainnya" maka atas dasar demikian, pelaksanaan Pilkada dapat ditunda. 

Sehingga pemilihan lanjutan merupakan mekanisme yang cukup tepat untuk dilakukan. Selain itu, pondasi dasar tahapan Pilkada pun sudah ditunda, sehingga dalam lingkupnya tahapan hari pemilihan harus turut ditunda, dan perlu dipahami bahwa tidak mungkin untuk menyelenggarakan pilkada secara langsung sementara pandemi belum sepenuhnya selesai. Oleh karena itu Pemerintah seharusnya lebih fokus pada hal-hal yang bersifat fundamental yaitu upaya penanganan wabah pandemi Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun