Mohon tunggu...
Hamdani Abu Fudhail
Hamdani Abu Fudhail Mohon Tunggu... -

Some Word that Describe Myself: Manhaj Salaf, Technopreneur, Independent Writer, and SingleFighterWhiteHacker

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kartini Dari Gelap Menuju Cahaya Islam (Menguak Rahasia Akhir Kehidupan Sang Raden Ajeng Kartini)

22 Desember 2010   17:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“…Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan(kekufuran) kepada cahaya(Islam) “
(QS. Al-Baqoroh:257)

Kartini dianggap sebagai pelopor pejuang emansipasi. Bahkan belakangan ini, namanya lekat dengan kata feminisme. Apa yang telah terlanjur melekat dengan diri Kartini sebenarnya hanyalah sebagian dari proses hidupnya yang masih gelisah. Namun, akhir kehidupan dari Kartini tidak banyak yang terungkap. Pemikiran yang dia bawa pada awal kehidupannyalah yang terlanjur lantang disuarakan sehingga melekatlah pada namanya. Padahal, menjelang akhir kehidupannya, Kartini menemukan Islam.

KARTINI DAHULU
Nggak bisa disalahkan kalo ada orang yang beranggapan Kartini memperjuangkan emansipasi, mendobrak adat dan berkiblat kepada barat dan mengkritisi Islam. Emang Kartini awalnya begitu. Inilah contoh surat-suratnya yang menyatakan kayak begitu :

“…Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi pula, dialah orang Eropa”
[kepada Stella, 25 Mei 1899]

“Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland (Belanda), karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih”
[kepada Ny. Ovinksoer, 1900]

KARENA TEMAN DEKATNYA
Nggak heran kalo Kartini punya pemikiran demikian itu. Gimana lagi, lha temen-temen surat menyurat Kartini adalah orang-orang kafir yang memiliki misi-misi tertentu. Simaklah, inilah mereka teman-teman Kartini yang berperan untuk menjauhkan Kartini dari agamanya, Islam:

J.H. Abendanon
Abendanon ditugaskan oleh Belanda sebagai Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan. Abendanon banyak meminta nasihat dari Snouck Hurgronye. Menurut Hurgronye, golongan yang paling keras perlawanannya kepada Belanda adalah golongan Islam. Memasukkan peradaban Barat dalam masyarakat pribumi adalah cara yang paling jitu untuk mengatasi pengaruh Islam. Tidak mungkin membaratkan rakyat kecuali jika ningratnya dibaratkan terlebih dahulu. Untuk tujuan itu, langkah pertama yang harus diambil adalah mendekati kalangan ningrat terutama yang Islamnya teguh untuk kemudian dibaratkan. Hungronye menyarankan kepada Abendanon agar membaratkan Kartini.

Dr. Andriani
Ia seorang ahli bahasa serta pendeta yang bertugas untuk menyebarkan Kristen di Toraja, Sulawesi Selatan.

Stella (Estelle Zehandelaar)
Stella adalah wanita Yahudi, anggota militant pergerakan feminis di negeri Belanda saat itu.

Nellie Van Kol (Ny. Van Kol)
Ia adalah seorang penulis yang mempunyai pendirian humanis dan progresif. Dialah orang yang paling berperan dalam mendangkalan aqidah Kartini. Pada awalnya, ia bermaksud untuk mengkristenkan Kartini dengan kedatangannya seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari ketidakpedulian terhadap agama.

BERKENALAN DENGAN KYAI SHOLEH DARAT
Selain faktor teman buruk, kaum muslim di sekeliling Kartini pun mempunyai pemahaman yang salah terhadap Islam. Mereka mengajarkan Islam tanpa memahamkan apa yang diajarkan.

“Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? Al-Qur`an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Disini tidak ada yang mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al-Qur`an tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang yang diajar membaca tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya?”
[kepada Stella, 06 Nopember 1899]

Waktu itu Belanda membolehkan pengajaran Al-Qur`an dengan syarat ngaak boleh diterjemahkan. Tentu Belanda tahu, jika orang Jawa paham terjemah Al-Qur`an, mereka tentu sudah mengangkat senjata untuk melakukan perlawanan kepada penjajah kaum kafir Belanda.

Betapa liciknya kaum kuffar. Mereka senantiasa berusaha untuk menjauhkan kaum muslimin dari ajaran agama Islam sejauh-jauhnya.

“Kartini hidup di lingkungan yang tidak mendukung kehidupan keagamaannya. Kaum kuffar yang telah berencana untuk mendangkalkan aqidah Kartini dan orang muslim di sekitar Kartini yang memiliki pemahaman yang tidak benar terhada Islam membuat Kartini semakin jauh dari ajaran Islam. Hingga suatu hari Kartini berkenalan dengan Kyai Sholeh Darat…”

Sampai suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama wanita lainnya dari balik tabir. Kartini tertarik dengan materi yang sedang diberikan, tafsir Al-Fatihah, oleh Kyai Sholeh Darat. Setelah selesai pengajian, kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui Kyai Sholeh Darat.

“Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu. Bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yang berilmu namun menyembunyikan ilmunya…?”

“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”

“Kyai, selama hidupku baru kali ini aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Qur`an yang isinya menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Alloh, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama` kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Qur`an dalam bahasa Jawa? Bukankah Al-Qur`an itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Tergugah dengan ktirik itu, Kyai Sholeh Darat kemudian menerjemahkan Al-Qur`an dalam bahasa Jawa dalam sebuah kitab berjudul Faidhur Rohman fit Tafsiril Qur`an jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari Al-Fatihah hingga surat Ibrohim. Kitab itu dihadiahkan kepada Kartini saat beliau menikah dengan R.M Djojodiningrat, Bupati Rembang.
Kyai Sholeh Darat keburu meninggal dunia pada saat baru menerjemahkan satu jilid tersebut. Namun satu jilid itu sudah cukup membuka pikiran Kartini mengenai Islam.

Tahu nggak? Sebenarnya ungkapan beliau “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu sebenarnya Kartini temukan dalam QS. Al-Baqoroh ayat 257 “…dari kegelapan (kekufuran) kepada cahaya(Islam)…”

Oleh Kartini, terjemah ayat tersebut diungkapkan dalam bahasa Belanda dengan “Door Duisternis Tot Licht”. Belakangan, Armijn Pane, sastrawan Kristen, menerjemahkan kumpulan surat-surat Kartini. Oleh dia, ungkapan itu diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

KARTINI DI KEMUDIAN HARI

Kartini yang kemudian belajar Islam pun berubah. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif. Agaknya Alloh menunjukkan hidayah Islam kepadanya.

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai”
(kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902)

Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi yang sesat itu, namun untuk lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai ibu.

“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama”
[kepada Prof. Anton dan Nyonya, 04 Oktober 1902]

Tidak hanya itu, bahkan pandangannya kepada Barat pun berubah.
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?”
[kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902]

Ia juga menyadari tentang upaya kristenisasi terselubung terhadap dirinya.
“Bagaimana pendapatmu tentang Zending? Jika bermaksud baik atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi…bagi orang Islam melepaskan keyakinan sendiri untuk memluk agama lain merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?”
[kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903]

“….dan saya menjawab:Tidak ada Tuhan kecuali Alloh. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Alloh dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Alloh dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya, tentulah kami sudah memuja orang, bukan Alloh”
[kepada Ny. Abendanon, 12 Oktober 1902]

Sudah takdir Alloh, Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan putranya. Ia meninggal dalam usia muda, 25 tahun. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. Yang kebanyakan orang tahu, Kartini hanyalah sekedar pejuang emansipasi wanita, tapi banyak orang yang nggak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikrnya. Semoga Alloh merahmati Kartini dengan rahmat yang luas serta mengampuni dosa-dosanya.

re-publish in 23.desember.2010 from my social networking

North Rawalumbu

-H.A.F-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun