KARTINI DI KEMUDIAN HARI
Kartini yang kemudian belajar Islam pun berubah. Pandangannya terhadap Islam menjadi positif. Agaknya Alloh menunjukkan hidayah Islam kepadanya.
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai”
(kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902)
Kartini kemudian merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh pejuang feminisme dan emansipasi yang sesat itu, namun untuk lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai ibu.
“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama”
[kepada Prof. Anton dan Nyonya, 04 Oktober 1902]
Tidak hanya itu, bahkan pandangannya kepada Barat pun berubah.
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?”
[kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902]
Ia juga menyadari tentang upaya kristenisasi terselubung terhadap dirinya.
“Bagaimana pendapatmu tentang Zending? Jika bermaksud baik atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi…bagi orang Islam melepaskan keyakinan sendiri untuk memluk agama lain merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?”
[kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903]
“….dan saya menjawab:Tidak ada Tuhan kecuali Alloh. Kami mengatakan bahwa kami beriman kepada Alloh dan kami tetap beriman kepada-Nya. Kami ingin mengabdi kepada Alloh dan bukan kepada manusia. Jika sebaliknya, tentulah kami sudah memuja orang, bukan Alloh”
[kepada Ny. Abendanon, 12 Oktober 1902]
Sudah takdir Alloh, Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan putranya. Ia meninggal dalam usia muda, 25 tahun. Ia tak sempat belajar Islam lebih dalam. Yang kebanyakan orang tahu, Kartini hanyalah sekedar pejuang emansipasi wanita, tapi banyak orang yang nggak tahu perjalanan Kartini menemukan Islam dan perubahan pola pikrnya. Semoga Alloh merahmati Kartini dengan rahmat yang luas serta mengampuni dosa-dosanya.
re-publish in 23.desember.2010 from my social networking
North Rawalumbu