Mohon tunggu...
hamdani kurniawan
hamdani kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - aku adalah manusia

jejak pikiran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Kartel di Indonesia

27 Januari 2020   20:21 Diperbarui: 27 Januari 2020   20:32 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengesahan Undang-Undang otonomi daerah ini pada ujungnya membatasi partai politik untuk mengeksploitasi isu-isu kedaerahan dalam Pemilu. Namun, secara umum aturan main pamilu itu telah menciptakan medan permainan yang setara bagi partai-partai bersaing dan aturan main tersebut tidak menghalangi mereka untuk mempolitisasi berbagai cleavage yang ada demi memuluskan kepentingan mereka memenangi pemilu.

Kartelisasi di Indonesia

Sistem kartel merupakan sistem yang kolutif yang mengakibatkan teririsnya kekuatan rakyat. Memang konsep kartelisasi  memberikan kestabilan terhadap para elite tapi tidak untuk rakyat.   

Penyingkiran rakyat dilakukan tidak dengan represif namun dengan mematikan fungsi-fungsi institusi tetapi memelihara simboliknya. Hal ini mengindikasi bahwa partai politik membentuk sebuah koalisi untuk mendukung kepentingan kolektif dengan menggunakan kewenangan.

Kartelisasi merupakan sumber korupsi karena menggunakan kewenangan untuk kepentingan  kolektif. Kartelisasi didefinisikan sebagai situasi dimana partai-partai politik secara kolektif mengabaikan komitmen ideologis atau programatis mereka demi kelangsungan hidup mereka sebagai satu kelompok. 

Isu tentang komitmen ideologis atau programatis ini perlu ditekankan. Lebih daripada sekedar melihat adanya persaingan antar partai secara bebas dalam pemilu, persaingan antar partai juga harus merujuk pada isi persaingan dan fungsi partai politik sebagai lembaga penyambung. Mereka dapat dianggap sebagai sabuk transmisi di mana kepentingan kolektif tertentu diartikulasikan,ditolak,dirumuskan-ulang, dipadukan dan disalurkan melalui proses pembuatan kepurusan.

Penggunaan isitilah kolektif untuk menjelaskan perilaku partai dalam studi ini perlu di garisbawahai. Isitilah ini merujuk pada pengertian bahwa partai-partai politik memiliki kecendrungajn untuk bertindak sebagai satu kelompok yang bertolak belakang dengan kecendrungan untuk saling bersaing. Temuan-temuan studi ini memperlihatkan bahwa persaingan berhenti begitu partai-partai meninggalkan pembentukan kabinet dan legislatif. 

Apa yang kemudian terjadi adalah munculnya koalisi turah dan absennya oposisi. Lebih jauh, partai-partai sebagai satu kelompok menanggalkan program elektoral mereka yang berkecenderungan kiri dan di pemerintahan mereka secara bersama-sama menyusun kebijakan yang berorientasi kanan.

Temuan pertama meperlihatkan bagaimana partai-partai politik menyentuh semua isu berbasis cleavage tersebut dalam kampanye dan angaran dasar mereka, namun hanya satu isu berbasis cleavage yang menhasilkan persaingan ideologis dan programatik yang bermakna. Isu agama terbukti sangat penting dalam memilah partai politik pada dua kubu, partai keagamaan dan sekuler, atau lebih tepatnya isu ini memisahkan partai- partai Islam dari partai sekule. 

Pembedaan antara kedua kulompok partai ini menyerupai pertetangan ideologis dimana partai- partai Islam mengagendakan tercapainya transformasi social masyarakat Indonesia ke dalam satu sistem Islam yang ideal. Dalam praktik, gagasan ini menemukan pengejawantahannya dalam agenda politik mereka dengan memasukkan syariat Islam kedalam sistem hukum Indonesia. 

Empat partai Islam yang menyentuh agenda ini adalah PPP, PBB, PK, PDU. Empat partai yang lain, PDIP, Golkar, KKI, dan PDKB, adalah partai- partai sekuler yang dan menentang gagasan formalisasi syariat islam kedalam sistem hukum nasional. Di antara partai- partai ini, dua partai PKB dan PAN, menjadi partai yang terbuka dan pluralis, namunkeduanya masuk arena pemilu dengan basis social komunitas muslim yang kuat. PAN tidak memiliki agenda memasukkan syariat Islam kedalam system hokum nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun