Waktu penyampaian petisi tiba. Petisi yang sekiranya sama persis dengan tudingan pelanggaran hukum yang dilakukan BEM KM, katanya. Petisi tersebut ditanggapi oleh Tommy Safarsyah, Ketua BEM KM UNY 2014.
Perenungan dan Penemuan Aturan Hukum yang Disodorkan Aliansi
Setelah melalui proses panjang pelaksanaan DK, agenda tersebut tetap terselenggara dengan cukup baik. Penolakan pada akhirnya merupakan khasanah lain dari yang bersepakat. Kendati demikian, saya merasa cukup penasaran tentang aturan-aturan yang disampaikan oleh Aliansi atau GMMPMK. Bahwa pada saat ini saya menemukan revisi aturan PKPU no. 8 tahun 2012 pasal 86 ayat 1 h
[caption id="attachment_301218" align="aligncenter" width="626" caption="revisi aturan PKPU no. 8 tahun 2012 pasal 86 ayat 1 h"]
Dari sini saya mengulas kembali tentang tafsiran Aliansi yang menjadikan aturan ini yang boleh jadi belum menyentuh konteks atau tafsiran dari pihak yang berwenang. "Fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan pendidikan dilarang untuk digunakan sebagai tempat kampanye" (ini yang disampaikan teman saya, Miftahul Habib, anggota aliansi). Lanjutannya (dari revisi Pansus Revisi UU Pemilu) "...kecuali individu yang diundang secara resmi oleh pihak penanggungjawab kegiatan tanpa menggunakan atribut kampanye. Misalnya orang datang melakukan ceramah akbar di masjid, mengisi seminar di kampus dan yang sejenisnya tidak dilarang sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye, dan syaratnya hanya bersifat individu".
Salah Kaprah
Secara otomatis dari sini seharusnya, agenda DK legal dilakukan dan tidak melanggar sesuai revisi PKPU no. 8 tahun 2012 pasal 86 ayat 1 huruf h. Logikanya, (dalam aturan tersebut dan pada konteksnya dalam pemilu) penjatuhan sanksi melanggar adalah bagi peserta pemilu, dalam hal ini parpol semisal ia yang melaksanakan sendiri di dalam kampus. Untuk pelaksana atau penanggungjawab, dalam hal ini BEM KM seharusnya bukan menjadi sasaran untuk dituntut. Maka, sebenarnya tidak ada alasan yang kuat dari teman-teman kami (GMMPMK) yang menuding kami melanggar atas dasar aturan di atas.
Penjelasan dari Bawaslu sangat cukup menjadikan landasan penyelenggaraan agenda ini dan seluruh tugas pengawasan serta labelisasi pelanggaran adalah wewenang Bawaslu sepenuhnya. Maka, seharusnya massa demonstrasi sangat berpeluang untuk mengalihkan tuntutannya pada Bawaslu. Tidak ada pihak selain rektor atau bawaslu yang berhak membubarkan penyelenggaraan Dialog Kebangsaan, dilihat dari aturan tersebut.
Untuk SK Dikti bisa didiskusikan di forum lain.
Agenda DK Masih Tabu
Dengan berbagai alasan serta penafsiran (dari GMMPMK atau Aliansi Ormawa FIS atau Aliansi Mahasiswa FIS) yang perlu di-crosscheck kembali dapat disimpulkan bahwa agenda Dialog Kebangsaan (mengundang tokoh parpol) ini masih tabu di UNY. Padahal, Universitas Indonesia (UI), Unsoed, UNNES telah sukses menghelat agenda serupa di kampusnya dalam esensi pencerdasan politik yang mendatangkan langsung calon anggota legislatif dari masing-masing partai politik. Lantas ada apa dengan UNY dan mengapa BEM KM?