Ojek daring itu monopoli para laki-laki? Siapa yang bilang seperti itu?
Ada beberapa perempuan yang menjalani profesi sebagai driver ojek.
Saya melihat beberapa perempuan yang harus berjibaku mengarungi jalanan, berpeluh keringat, menghadapi panas terik membakar dari sinar matahari, berkutat dengan berbagai asap knalpot yang bertebaran di mana-mana.
Saya saja tak tahan berlama-lama di jalanan, apalagi saat tengah hari di saat kulminasi matahari lagi panas-panasnya.
Tentu saja, saya yakin, baik laki-laki maupun perempuan, tak ada seorang pun yang ingin menjadi driver ojek, baik itu driver ojek sepeda motor atau mobil. Seandainya tersedia pekerjaan yang memenuhi kebutuhan hidup, pastilah mereka akan beralih dan menjalani pekerjaan baru tersebut.Â
Apalagi menjadi driver ojek, khususnya driver ojek sepeda motor, mereka menghadapi berbagai risiko yang membahayakan jiwa penumpang dan driver-nya sendiri.
Mulai dari luka ringan, patah tulang, sampai meninggal dunia. Profesi ojek online, khususnya ojek sepeda motor, sangatlah rentan dengan bahaya yang mengintai setiap saat di sekitar.
Makna tatapan ke Sungai Karang Mumus
Ada beberapa perempuan yang saya lihat di kota Samarinda yang mengusik nurani saya.
Yang pertama adalah seorang perempuan yang terlihat berusia 40-an menurut asumsi saya.
Saya melihat perempuan ini, sebut saja Dewi, sedang duduk di tepian sungai Karang Mumus di dekat Jembatan Satu Sungai Dama. Dia mengenakan jaket GRAB. Ada dua laki-laki yang juga mengenakan jaket GRAB.
Saya tidak tahu apa yang mereka bertiga perbincangkan, tapi, meskipun saya hanya lewat sepintas, saya melihat Dewi menatap cukup lama ke arah sungai Karang Mumus. Entah apa yang dipikirkannya saat itu.
Apakah dia sedang memikirkan bayinya yang sedang bersama ibunya di rumah?
Apakah dia sedang memikirkan anaknya yang harus hidup tanpa kehadiran ayahnya, yaitu mantan suaminya, karena mereka sudah bercerai, dan dia menjadi "single parent"?
Apakah dia memikirkan utang-utangnya yang menggunung dan tidak tahu lagi harus melunasi dengan cara apa?
Saya tetap melewati karena memang ada keperluan lain dan kegalauan Dewi tetap menjadi misteri bagi saya.
Kerutan penderitaan
Di saat yang lain, saya melihat seorang perempuan dengan jaket Gojek di tepi jalan Pramuka. Usianya sudah tidak muda lagi.
Saya menyimpulkan begitu karena melihat kerutan-kerutan yang nyata tampil di kening dan ujung-ujung mata.
Tidak ada senyum yang menghias wajahnya.
Sinta (bukan nama sebenarnya) menatap entah kemana.Â
Apakah dia sedang memikirkan siapa yang akan menjadi penumpangnya saat itu?
Apakah dia sedang memikirkan tindakan antara menerima orderan GoFood atau membatalkannya?Â
Apakah dia mempunyai masalah dengan suami?
Ada banyak kemungkinan. Tapi melihat wajahnya yang serius dan terlihat muram, pasti kesusahan yang dia sedang pikirkan. Apalagi saat itu sedang panas terik, di jam 12 siang. Saat makan siang. Beberapa mahasiswa memadati warung-warung makan di jalan tersebut, karena jalan tersebut dekat dengan lokasi Universitas Mulawarman, salah satu perguruan tinggi negeri di Samarinda, Kalimantan Timur
Tawa canda menyeruak ke pendengaran. Para mahasiswa bercanda sambil menunggu makanan dan minuman terhidang, atau mereka sedang menikmati makanan yang sudah tersaji di meja di hadapan mereka sambil mengobrol dengan teman.
Sedangkan Sinta, dia duduk di atas jok motor, diam termangu, matanya memandang ke suatu titik tertentu yang entah apa itu.
Bukan hamil, tetapi...
Di waktu yang lain, saya terpaksa harus berteduh di sebuah Alfamart di salah satu titik area di Samarinda. Hujan lebat yang membuat saya memutuskan menghentikan sepeda motor andalan dan "mendarat" sejenak, rehat sejenak di "rest area" Alfamart dimana tersedia beberapa meja dan kursi bagi pengunjung.
Saya meletakkan jaket di pintu sorong Alfamart. Tas tangan saya taruh di kursi kosong di sebelah kanan saya.
Saya mengeluarkan ponsel pintar dan menggunakan waktu menunggu hujan reda dengan membaca buku elektronik dan menulis di smartphone.
Rasa lelah mendera diri. Ingin cepat pulang tapi apa daya jas hujan panjang yang saya punya hanya sampai setengah paha. Kalau memaksakan pulang, niscaya celana panjang akan basah kuyup.
Cukup lama menunggu. Sudah lewat 15 menit. Saya sudah mulai bosan. Hujan seperti enggan berhenti mengguyur daratan Kota Tepian.
Hampir saja saya mengantuk dalam penantian sampai pada suatu kondisi, ada seorang driver ojol tiba di "rest area" Alfamart tersebut
Driver ojek tersebut adalah driver Maxim. Ternyata, setelah mengamati dengan saksama, driver tersebut adalah seorang perempuan.
Dia mengenakan jas hujan. Terlihat kalau driver agak "kelebihan" berat badan. Bisa juga sedang hamil, tapi saya ragukan itu karena sangat berbahaya bagi ibu dan janin jika mengendarai sepeda motor terlalu lama. Apalagi menghadapi berbagai guncangan disebabkan permukaan jalan yang tidak rata di sebagian besar jalan, baik itu karena adanya polisi tidur (poti), pita penggaduh, atau pun karena masih adanya jalan-jalan dalam kondisi bopeng-bopeng atau berlubang-lubang
Saya hanya bisa melihat kedua lengan Mawar (sebut saja begitu) yang memperlihatkan warna khas jaket driver Maxim, yaitu dominan kuning. Mawar menggunakan jas hujan ponco, sehingga tak terlihat kondisi badan Mawar karena tertutup jas hujan
Sewaktu Mawar melepas jas hujan dan menaruh jas di setang motor, saya kaget karena melihat ada dua tungkai kaki mungil yang berada di sisi kiri dan kanan badan Mawar.
Mawar sedang menggendong anaknya di depan tubuhnya!
Apakah kita harus menyalahkan Mawar karena hal ini?
Dilematis. Di satu sisi, sangat membahayakan penumpang, driver, dan sang anak. Di sisi yang lain, mungkin Mawar tidak bisa meninggalkan sang anak di rumah, karena mungkin si anak bakal sendirian dan tidak ada yang mengurusnya di rumah .
Mawar berbelanja di Alfamart. Entah apa yang dibelinya. Setelah itu, dia keluar, duduk di kursi kosong dekat kursi dimana saya duduk.
"Istirahat sebentar, " kata Mawar kepada seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Laki-laki tersebut hanya bisa tersenyum.
Sebenarnya saya ingin bertanya kepada Mawar mengapa dia memilih profesi driver ojol dan apa penyebab dia membawa sang buah hati "mengukur jalanan" bersama.
Tapi saya tidak tega. Dia kemari, ke Alfamart ini untuk rehat sejenak, bukan untuk diwawancara. Paling tidak, mata bisa terpejam untuk tidur selama beberapa menit atau sang ibu bisa memberi makan sang anak barang sesuap-dua suap nasi sambil dia juga makan untuk mengisi tenaga. Waktu yang sebentar, meskipun itu hanya beberapa menit, sangatlah berarti.
Hujan berhenti beberapa saat kemudian. Mawar dan sang buah hati kembali "mengaspal", berusaha meraih rezeki di tengah cuaca yang tak pasti.
Tangguh tanpa mengeluh
Saya tidak tahu bagaimana kehidupan keseharian Dewi, Sinta, dan Mawar, baik itu di rumah maupun di jalanan.
Tapi melihat perjuangan mereka sebagai driver ojol, saya salut. Saya yakin, mereka akan tetap tangguh walaupun mengalami ujian kehidupan yang luar biasa sukar.
Mengeluh tidak akan menghasilkan apa-apa selain kekurangan belaka. Mereka tahu mereka akan bernasib tetap sama kalau mereka tidak berbuat sesuatu untuk mengubah nasib mereka.
Ngojek adalah jalan satu-satunya yang mereka pikir bisa mereka lakukan dan itu halal adanya. Waktu fleksibel, tidak memerlukan syarat tingkat pendidikan tertentu, dan masih punya waktu bersama keluarga.
Yang jelas, saya yakin mereka beserta para perempuan tangguh lainnya yang berprofesi sebagai driver ojek online akan tetap tegar dalam menjalani pekerjaan mereka. Saya percaya, kelak hidup mereka akan jauh lebih baik jika mereka tetap tekun dan pantang menyerah.
Niscaya, kelak mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Karena profesi sekarang hanya sementara. Tuhan akan membuka jalan mata pencaharian yang memberi pendapatan yang lebih tinggi dan minim risiko yang mengancam keselamatan nyawa, seperti berbisnis online dan UMKM, atau pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Akhir kata, tetaplah tangguh tanpa mengeluh. Teruslah berjuang demi orang-orang yang kalian cintai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI