Tentu saja, saya tidak bisa duduk di samping sopir bus, karena memang tidak ada kursi di samping nakhoda kendaraan roda empat tersebut. Lagipula, tak tepat untuk mengajak sopir bus mengobrol. Tanggung jawab beliau dalam mengemudikan bus tidaklah ringan.
Waktu dua jam lebih berada di dalam bus yang melaju. Memang membosankan seperti biasanya. Tidak ada pemandangan yang menggugah mata untuk terus menatap keluar jendela.
Sesampai di Terminal Bus Batu Ampar, Balikpapan, saya berjalan sedikit untuk menuju Alfamart terdekat. Pengalaman meng-order Maxim Car menjadi pelajaran bahwa para driver di Balikpapan, baik itu dari Gojek, Grab, maupun Maxim tidak mau "mencari gara-gara" dengan para sopir angkot. Kebanyakan driver tidak mau menjemput penumpang di terminal bus tersebut. Mereka selalu mengarahkan para konsumen "melipir" ke tempat 'netral' semisal Alfamart, Alfamidi, atau Indomaret. Setelah konsumen sudah tiba di tempat 'netral', baru para driver tersebut akan mendatangi konsumen.
Tapi, herannya, sepanjang kaki melangkah, saya melihat beberapa ojek motor daring yang dengan santainya "ngetem", nongkrong di depan terminal secara terang-terangan. Bahkan ada yang "menawarkan" jasa antaran secara manual.
Saya terus berjalan ke Alfamart tanpa memedulikan tawaran-tawaran tersebut.
Ketika sudah tiba di Alfamart, saya mengakses aplikasi Maxim. Masih ragu dengan keputusan mengambil jasa sepeda motor atau mobil untuk sampai ke rumah orang tua saya. Tapi, melihat tas pakaian dengan isi yang tidak sedikit, saya memutuskan mobil adalah pilihan yang tepat. Lagipula, saya sudah capek. Naik sepeda motor bukan pilihan yang tepat, apalagi di jam pulang kerja, yaitu 16.30 WITA seperti saat itu.
Saya memutuskan untuk memesan Maxim Car. Dan tidak lama, ada yang menyambut pesanan saya.
Seperti biasa, saya menaruh travel bag di kursi belakang dan saya duduk di depan, di sebelah driver. Dan seperti biasa, saya mengajak sang driver untuk mengobrol.Â
Kali ini saya berjumpa dengan seorang driver yang terlihat muda, tapi ternyata tidak semuda yang terlihat.
Fandi (bukan nama sebenarnya) adalah seorang perantau dari Makassar, Sulawesi Selatan. Baru setahun di Balikpapan. Sudah berkeluarga. Cerai dari istri pertama dan sudah mempunyai satu anak dari pernikahan tersebut.Â
Dari pernikahan kedua, Fandi belum mempunyai anak.