Yah, saya sedih. Bapak itu memandang hampa ke arah depan. Entah apa yang dia tatap. Tak tahu apa yang dia pikirkan. Apakah dia sedang melamun? Ataukah dia terserang stroke sehingga anaknya memintanya "berjemur" sebentar di bawah sinar matahari pagi?Â
Selewat dari bapak itu, seperti biasa, seorang ibu yang sudah tak lagi muda menunggui gorengannya. Muka suntuk tergambar di wajahnya.
Entah sudah berapa tahun beliau melakoni pekerjaan ini. Dan entah sampai kapan beliau akan bertahan melakukan usaha tersebut.Â
BermenungÂ
Pertemuan-pertemuan yang tak disengaja ini seakan menggedor pintu hati dan akal pikiran saya. Menghentak alam bawah sadar tentang kehidupan saya sejak dini sampai saat ini.
Bapak dan ibu tadi adalah salah dua dari sekian banyak generasi lansia yang masih bertahan di tengah gempuran permasalahan rumit di bumi pertiwi ini.
Mereka sintas melalui berbagai kesukaran hidup dan tidak tahu sampai kapan daya tahan tersebut tetap ada.Â
Mungkin anggapan saya salah, tapi belajar dari pengamatan langsung tersebut, khususnya bapak tua yang pertama kali saya sebutkan, saya jadi teringat dengan kalimat sakti dari Bill Gates, founder Microsoft.
Beliau mengatakan, "Jika Anda lahir miskin, itu bukan kesalahan Anda, tetapi jika Anda meninggal miskin, itu kesalahan Anda."
Saya menyadari kesalahan saya. Saya sering kali lupa akan kondisi diri bahwa diri sudah tak muda lagi. Orang tua sudah tiada. Senja kala sudah menjelang dan kalau terlambat menangani kekurangan sebelum tak bisa berbuat apa-apa lagi, penyesalan yang ada dalam hati dan percuma mengeluh kepada orang lain.Â
Mungkin bapak itu menerawang melampaui kenangan terdalam akan masa-masa silam yang jaya, dan sekarang dia tak berdaya di kursi plastik di depan rumah, dengan waktu yang bebas sebebas-bebasnya, namun finansial tidak mengizinkan untuk bepergian.
Mungkin ini perkiraan ngawur tanpa didasari fakta dan data yang memadai, namun bagi saya, cukup melihat wajah bapak tersebut, saya sudah dapat menerka bahwa hidupnya tak bahagia.Â