Apapun agamanya, kalau orangtua mendidik anak tentang agama secara konsisten sejak usia dini, niscaya anak akan berperilaku baik, sopan, taat beribadah, dan tangguh dalam menghadapi berbagai macam masalah.
Terbukti murid-murid yang rajin, sopan, dan disiplin di SD dimana saya mengajar dulu adalah hasil dari jerih lelah orangtua dalam mendidik mereka sedemikian rupa dan tidak menyerahkan tanggung jawab mendidik sepenuhnya kepada guru-guru di sekolah.
Murid-murid yang beragama Islam, misalnya. Murid-murid yang beragama Islam yang rajin, sopan, cerdas, dan ulet, ternyata, setelah saya selidiki, ayah dan ibu mereka mendidik mereka dengan pola hidup disiplin sesuai ajaran agama, seperti sholat lima waktu, mengaji, dan lain sebagainya. Tak heran, anak-anak mereka berperilaku baik.
Begitu juga dengan murid-murid yang beragama Katolik dan Kristen Protestan. Murid murid yang beragama Katolik dan Kristen Protestan yang sopan, rajin, cerdas, dan ulet; setelah saya menelusuri, ayah dan ibu mereka mendidik mereka untuk "takut akan Tuhan" sejak usia dini, dengan menyertakan anak-anak di Sekolah Minggu, bersaat teduh bersama di pagi hari, membaca Alkitab, berdoa bersama, dan lain sebagainya.
Sayangnya, tidak banyak murid yang beragama Hindu dan Buddha yang saya temui selama pengalaman mengajar, tapi saya percaya, karakter anak yang baik sangat dipengaruhi oleh didikan ayah dan ibu untuk menjalankan ajaran agama dengan benar, karena tidak bisa dari salah satu pihak saja yang berperanan. Harus dua-duanya.
Izinkan saya mengutip salah satu ayat Alkitab yang menggambarkan peran ayah dan ibu dalam membentuk karakter anak. Amsal 1:8 berbunyi. "Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu." Jelas di ayat ini bahwa ayah dan ibu bekerjasama dalam membentuk karakter anak.
Dan lewat agamalah, ayah dan ibu meletakkan dasar pertama supaya anak kelak menjadi pribadi yang berguna.
2) Memantau perkembangan anak secara fisik dan psikis, meskipun ayah dan ibu bekerja
Jangan sampai ayah dan ibu lepas tangan perihal perkembangan anak secara fisik dan psikis, karena percaya sepenuhnya pada sekolah dan asisten rumah tangga atau kakek dan nenek sang cucu atau tante sang keponakan alias kakak atau adik sang ayah atau adik sang ibu.
Tidak ada yang bisa menggantikan peran ayah dan ibu. Sesibuk apa pun, secapek apa pun, ayah dan ibu harus memantau perkembangan anak secara fisik dan psikis.
Ayah dan ibu harus memastikan asupan gizi yang seimbang pada menu makan sang anak, baik untuk sarapan pagi, makan siang, makan malam, dan beberapa cemilan di antaranya.
Tapi tidak cukup secara fisik. Psikis anak juga harus diperhatikan. Bagaimana jiwa, mental anak di sekolah dan saat berada di dalam rumah kakek-nenek atau om-tante.