Yah, mau bagaimana lagi kalau ada kerja kelompok yang menghalangi?
Saya menyoal kerja kelompok yang menjadi andalan sebagai metode pembelajaran dari beberapa guru belakangan ini karena terjadi hampir setiap hari.
Orangtua murid les mengeluh, tapi mereka tidak berbuat apa-apa. Istilahnya, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena kerja kelompok itu tugas sekolah, wajib untuk dilaksanakan.
Les privat? Yah, cuma 'tambahan' saja. Bukan keharusan.
2. Sakit
Bisa dibilang, ini adalah imbas dari 'kejar tayang' kerja kelompok. Kelelahan akut, ditambah cuaca panas yang ekstrem, belum lagi pola makan yang 'sembarangan' di siang hari, Â semua menjadi satu, menyebabkan sakit badani.
Peserta didik sibuk dari pagi sampai sore dan akibatnya mereka sakit.
3. Capek
Yah, kadang tingkat 'capek' itu susah untuk dilihat secara kasatmata. Maka kalau orangtua murid les beralasan putra-putri capek setelah beraktivitas seharian, saya pun tidak bisa berkata apa-apa.
Les batal lagi karena alasan capek entah sudah berapa kali.
4. Tidak diberitahu alasannya
Nah, kalau yang ini tetap menjadi misteri kenapa tidak bisa les. Padahal hari Sabtu. Tidak sekolah dan les cuma butuh waktu dua jam. Masih tersisa 22 jam untuk kegiatan bebas lainnya.
Menurut saya, hanya ada dua alasan yang mendasari. Memang capek atau malas. Berdasarkan penerawangan saya, malas adalah alasannya.
Bagaimana guru les privat menyikapi?
Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga; pandemi covid-19 sempat membuat keuangan guru les porak-poranda; setelah pandemi usai, masalah lain muncul berupa menjamurnya "batal les".