Jika ada PR yang harus peserta didik kerjakan secara individual di rumah, maka sekolah akan menjadi beban di benak kebanyakan peserta didik.
Lelah secara fisik dan mental.
Oleh karena itu, pendidik perlu menganalisa, menimbang apakah sangat berat beban peserta didik dalam menjalani pendidikan di sekolah atau tidak.
Jangan sampai mengorbankan kesehatan peserta didik, baik itu kesehatan fisik maupun mental, hanya demi tuntasnya materi pelajaran.
2. Perlu ada rencana pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi yang jelas perihal kerja kelompok
Terkadang saya mengurut dada karena mengetahui ada beberapa guru yang mengajar peserta didik dengan menerapkan kerja kelompok setelah jam pelajaran usai.
Yang menjadi persoalan adalah beberapa guru tersebut masih menjalankan "gaya lama", yaitu tanpa perencanaan, guru memberikan tugas kolektif dalam bentuk kerja kelompok.
"Gagal dalam perencanaan berarti merencanakan kegagalan itu sendiri".
Mungkin Anda pernah mendengar atau pernah membaca kalimat di atas. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Untuk mencapai kesuksesan, harus ada perencanaan yang matang, tindakan yang benar, dan evaluasi di akhir tindakan.
Terkesan pendidik sekadar mengajar tanpa persiapan, menjalankan rutinitas mengajar, menginstruksikan peserta didik untuk bekerja secara berkelompok di luar jam sekolah, dan peserta didik akan mempresentasikan hasil kerja kelompok di pertemuan berikut dari mata pelajaran tersebut.
Kebanyakan dari murid les saya mengatakan kalau guru-guru mereka tidak memberikan masukan atau evaluasi apa pun setelah diskusi berakhir.
"Tidak ada komentar apa-apa, dari awal sampai akhir pelajaran," jawab M, salah seorang murid les privat yang berstatus peserta didik kelas sepuluh SMA," Tidak ada juga nilainya."