Waktu ditanya kerja kelompok untuk mata pelajaran apa, kebanyakan orangtua murid les tidak tahu karena anaknya tidak mengatakan.
Tidak mengatakan atau orangtua tidak bertanya kepada anak?Â
Dengan mengetahui mata pelajaran yang sering mendapat "jatah" kerja kelompok, orangtua dapat berkonsultasi, berdiskusi dengan guru-guru yang mengajar mata pelajaran-mata pelajaran tersebut terkait kerja kelompok yang terlalu sering.
Bukan untuk menyerang 'kebijakan' guru, tapi untuk lebih mengevaluasi apakah kerja kelompok di luar jam pelajaran perlu diadakan atau tidak karena terkait dengan kesehatan dan prestasi peserta didik.
Bagaimana pendidik memaknai kerja kelompok?
Dari pendidik sendiri, sebagai pihak yang berada di garda terdepan di bidang pendidikan, pendidik mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mewujudkan tujuan "mencerdaskan kehidupan bangsa".
Oleh karena itu, pendidik harus terus mengembangkan kompetensi diri, baik dari segi pengetahuan perihal pendidikan, maupun dari sisi pengalaman praktik mengajar itu sendiri.
Kerja kelompok adalah salah satu metode pembelajaran yang bisa berdaya guna apabila diterapkan dengan benar.
Bagaimana pendidik memaknai kerja kelompok, terutama kerja kelompok yang dilakukan di luar jam sekolah?
1. Peserta didik butuh istirahat yang cukup
Jadwal pelajaran padat, mata pelajaran bejibun, tugas (dibaca: PR) menumpuk.
Otomatis waktu bebas di rumah menjadi minim.
Kalau ada kerja kelompok yang harus dilakukan di luar jam sekolah, tentu akan semakin mengurangi waktu istirahat, karena kalau beberapa mata pelajaran (atau malah semua) menerapkan kerja kelompok di luar jam pelajaran, peserta didik akan pulang ke rumah sekitar jam empat atau lima sore hampir setiap hari.