Lalu, kenapa les privat harus dikorbankan?
Yah, sah saja.
Les privat cuma 'kegiatan' di luar sekolah, tidak berhubungan dengan sekolah, meskipun les bahasa Inggris atau les mata pelajaran lainnya yang saya beri sesuai dengan mata pelajaran-mata pelajaran di sekolah. 'Kegiatan' sekolah lebih berkuasa.
Secara pribadi, saya merasa jengkel, tapi menumpahkan kekesalan kepada orangtua murid tidak akan ada gunanya. Mereka juga korban dari sistem pendidikan di Indonesia
Alasan-alasan orangtua murid, sesuai dengan penuturan sebelumnya, bisa dikategorikan dalam 2 (dua) hal:
a. Kebanyakan orangtua mengatakan bahwa anak mereka sakit
Ada yang bilang sakit. Ada yang bilang takut tambah sakit. Atau asumsi takut anak jadi sakit. Kekhawatiran anak tidak bisa masuk sekolah esok hari menyeruak.
Secara pribadi, saya melihat dengan mata saya sendiri bagaimana murid-murid les saya kebanyakan terlihat 'kusut' sewaktu saya mengajar les privat!
Wajah lesu, letih, muram, pilek tiada henti, batuk, dan terutama, tidak bersemangat saat les.
Ini sangat memprihatinkan.
b. Kebanyakan orangtua ingin anak-anak mereka istirahat di malam hari setelah seharian di sekolah
Imbas dari gabungan belajar di sekolah saat pagi dan kerja kelompok (juga di sekolah) di waktu siang sampai sore pukul lima, mayoritas anak-anak usia remaja tersebut hanya bisa 'terkapar' saat malam tiba.
Boro-boro untuk les, untuk sekadar belajar biasa saja sudah tak bisa. Parahnya, beberapa guru masih "membekali" dengan segebung PR untuk peserta didik.