Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenangan Seratus Kilometer

14 Juli 2023   07:24 Diperbarui: 14 Juli 2023   07:27 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)

Tiga belas tahun yang lalu. Tepatnya dari awal tahun 2010 sampai akhir tahun 2012. Tiga tahun yang penuh dengan kenangan indah dimana saya mempunyai sepeda motor baru dan bisa pulang kampung dengan mengendarainya.

Sebelum-sebelumnya hanya menumpang di bus antar kota, karena tidak mempunyai kendaraan pribadi. Kalau toh punya, sepeda motor bekas yang diragukan 'kesehatan'-nya.

Pulang kampung memang mempunyai kesan tersendiri. Berkumpul bersama keluarga besar. Orangtua dan saudara. Merantau ke kota lain menyebabkan frekuensi untuk bertemu tidak bisa setiap hari.

Terpaksa, saat menjelang hari libur nasional, seperti hari Natal, tahun baru, dan hari raya Idul Fitri, kami baru bisa berkumpul. 

Mengambil keputusan untuk mengendarai sepeda motor dengan menempuh perjalanan jauh adalah pikiran gila di benak saya waktu itu. 

Mengapa saya bilang gila?

Karena saya belum pernah menempuh jarak jauh dalam posisi sebagai pengendara sepeda motor sebelumnya. Sudah sering sebagai penumpang bus dan mobil, tapi belum pernah sebagai pengendara bus, mobil, apalagi sepeda motor. Sebagai penumpang sepeda motor untuk jarak jauh juga belum pernah.

Waktu membeli sepeda motor baru di tahun 2010, saya pun memutuskan untuk mengendarai sepeda motor ke Balikpapan. 

Samarinda - Balikpapan PP. Pulang Pergi.

Nekat? Yah, mumpung masih terbilang "muda" dan masih ada "tenaga" waktu itu. Jadi saya coba. Kalau tidak pernah dicoba, bagaimana bisa tahu bagaimana rasanya menempuh perjalanan jauh sekitar seratus kilometer lebih? 

Meskipun orangtua saya tidak setuju dengan rencana saya tersebut, tapi saya meyakinkan mereka kalau saya tidak akan ugal-ugalan selama dalam perjalanan. 

Tentu saja, saya tidak asal berangkat. Ada beberapa printilan yang harus saya persiapkan.

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kesediaan sepeda motor untuk menempuh perjalanan jauh esok harinya. Otomatis, sehari sebelumnya, kondisi sepeda motor harus dipastikan prima. 

Saya membawa sepeda motor ke bengkel langganan untuk diservis. Segala faktor yang menyangkut 'kenyamanan' sewaktu berkendara diperiksa, mulai dari oli sampai rem menjadi perhatian. 

Ganti oli; periksa rem belakang dan depan (jika kampas rem habis, diganti); memeriksa tekanan angin ban depan dan belakang; dan lain sebagainya.

Apakah sudah cukup dengan kesiapan sepeda motor andalan? Tentu saja tidak. 

Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan pakaian secukupnya disesuaikan dengan rencana berapa hari akan tinggal di Balikpapan. 

Tak lupa, smartphone beserta charger harus dibawa serta. Bisa berabe kalau gawai ketinggalan. Bisa mati gaya di kampung!

Dan sebagai penutup, kondisi fisik harus prima esok hari selama dalam perjalanan. Otomatis, tidur harus cukup dan berkualitas malam sebelumnya. 

Jam sembilan. Saya sudah berada di dunia kasur. Tidak ada kompromi. 

Bangun pagi pada jam lima. Mandi, berpakaian, dan sebagai "bahan bakar" di "kampung tengah", nasi kuning adalah jawabannya.

Setelah tangki perut penuh dan diguyur oleh air mineral sebagai penutup, saya pun berangkat. Jam tujuh start meluncur. Melewati berbagai jalan, tepian Mahakam, sampai menerobos Jembatan Mahakam yang entah sudah berapa kali saya lewati dalam hidup ini.

Mulai dari nol kilometer. Angin semilir menyejukkan. Enaknya kalau cuaca cerah. Kalau hujan, bisa batal berangkat; atau kalau hujan di tengah perjalanan, itu yang tidak enak. Memilih menepi dan berteduh di SPBU terdekat atau tetap melaju dengan mengenakan jas hujan. Tergantung situasi dan kondisi.

Melihat jalan-jalan panjang melintang tidak terasa membosankan karena di kiri kanan terdapat banyak pepohonan dan tumbuh-tumbuhan hijau. 

Tentu saja, saya bukan maniak yang membalap tanpa henti. Menempuh jarak jauh harus dipecah dalam beberapa interval. Interval berhenti sejenak, istirahat beberapa saat, makan camilan, minum beberapa teguk air, sambil menikmati kenyamanan hidup.

SPBU menjadi andalan tempat istirahat. Selain ada toilet untuk perhentian membuang air kecil, juga ada mini market yang menjual berbagai makanan dan minuman. B.A.K (Buang Air Kecil) langkah pertama, kemudian langkah kedua adalah rehat sejenak dengan minum air mineral dan menikmati kudapan sekadarnya.

Lumayan membantu. Apabila energi baterai hp low, ada beberapa stopkontak yang memang disediakan oleh pihak pengelola SPBU untuk mengisi daya ponsel pintar para pengunjung yang berada di tengah perjalanan.

Leha-leha sejenak sambil menikmati kehidupan yang masih ada di badan. Mensyukuri selama masih bernafas di dunia. Bernafas dengan leluasa. 

Setelah merasa cukup beristirahat, kembali meluncur.

Tentu saja, kewaspadaan tetap harus dijaga. Jalan naik dan turun yang curam, kiri dan kanan yang menukik. Serasa mengikuti reli atau 'tour de' apa gitu, hehehe.

Tapi yang membuat jantung dag-dig-dug adalah para bus dan truk yang menimbulkan semburan angin yang kencang karena melaju dengan kecepatan tinggi. Kalau sekadar semburan angin, tidak menjadi masalah yang serius. Tapi kalau semburan angin dan air dalam waktu yang bersamaan, tentu saja menjadi persoalan.

Mata pedih, jalanan licin, risiko terjadi kecelakaan sangatlah besar.  

Puji Tuhan, selama tiga tahun pulang dari Samarinda ke Balikpapan, dan pergi (balik) dari Balikpapan ke Samarinda, saya selalu menjalani dengan selamat. Tidak kurang suatu apa. Tidak mengalami kecelakaan. Tidak pernah menghadapi ban bocor atau motor mogok.

Saya percaya, itu bisa terjadi, keselamatan selama dalam perjalanan terjadi karena perlindungan Tuhan, campur tangan Tuhan, kemurahan Tuhan dalam hidup saya, sehingga saya tiba dengan selamat sampai ke tujuan tanpa kurang suatu apa pun.

Kalau ditanya, selama dalam perjalanan, area mana yang menyenangkan, maka saya akan menjawab dengan lantang, "Bukit Soeharto." Bagi saya, selain banyak pepohonan di sisi kiri dan kanan jalan, sebab lainnya adalah udara segar semilir yang menyegarkan dan ngangenin imbas dari hijaunya area tersebut. Saya tidak menepikan motor. Hanya melewati, tapi sudah cukup 'mengisi daya' diri untuk terus melaju dengan nyaman.

Dan pada akhirnya, bertemu dengan orangtua dan keluarga besar adalah pendorong yang sayangnya tidak akan bisa terulang kembali. Ayah dan Ibu sudah tiada. Kami, saya dan saudara-saudara, sedapat mungkin berkumpul setahun sekali untuk berziarah ke makam orangtua kami. 

Kenangan seratus kilometer. Rasa letih, lelah, terhapus sewaktu melihat ayah dan ibu, saat mereka masih ada, tetap terbayang di benak. Tak akan pernah terlupa.

Akankah saya akan mengulang kembali kenangan seratus kilometer, mengendarai pulang dari Samarinda ke Balikpapan dan pergi (balik) dari Balikpapan ke Samarinda dengan sepeda motor? Sepertinya tidak, karena motivasi melakukan perjalanan dengan sepeda motor sudah lenyap seiring berpulangnya ayah dan ibu.

Lagipula, sudah ada jalan tol, jadi lebih cepat dengan naik bus ke Balikpapan dan kembali juga dengan cara yang sama, daripada dengan mengendarai kendaraan sendiri. Lagipula, dengan usia saya yang sekarang, rasanya sudah tidak memungkinkan bepergian dengan sepeda motor dalam jangka waktu lama. Bisa masuk angin ^_^.

Masa muda berlalu. Seratus kilometer hanya menjadi kenangan indah di waktu dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun