Saya tidak memusingkan tentang peluang menang-kalah. Menuangkan rasa rindu pada ibu lewat tulisan sudah membuat saya lega.
Tak disangka, saya meraih peringkat ketiga dengan tulisan saya tadi yang berjudul "Ibu, Mungkin Kau Tak Pernah Menyangka Kalau...". Nominal hadiah berupa uang sangat lebih dari cukup untuk melunasi utang pembelian smartphone, malah masih ada sisa yang signifikan.
Supaya tidak menimbulkan prasangka negatif, saya memberitahu kepada Kak Rani bahwa uang pelunas utang didapat dari memenangkan lomba menulis di Kompasiana.
Waktu kakak-kakak mengetahui tentang hal tersebut dan juga membaca tulisan-tulisan yang saya hasilkan, pandangan mereka terhadap saya berubah 180 derajat. Mereka menghargai pendapat saya, mendengarkan setiap kata yang saya utarakan sejak saat itu.
Kompasiana menjadi tempat pembuktian kemampuan diri saya di mata keluarga dan semua orang yang mengenal saya.
3. Peninggalan untuk penerus di kemudian hari
Melihat beberapa mahasiswa yang membaca beberapa tulisan saya mengenai pembelajaran bahasa Inggris dan memberi apresiasi, serta bertanya lebih lanjut tentang penguasaan bahasa Inggris sungguh menyadarkan saya bahwa kegiatan menulis saya yang selama ini dianggap sepele dan dipandang sebelah mata oleh beberapa kenalan ternyata bermanfaat bagi orang lain.
Dan siapa tahu, akan menjadi peninggalan yang memberi manfaat untuk penerus di kemudian hari.
* * *
Kompasiana sudah sangat memberi warna dalam kehidupan saya. Mungkin kelak Kompasiana tidak sebatas 3P di mata saya. Bisa jadi menjadi 5P, 7P, 9P, atau bahkan lebih.
Kiranya dengan bertambahnya usia menjadikan Kompasiana lebih "matang" dan lebih "dewasa" lagi dalam mengarungi dunia maya yang semakin mengganas di zaman ini.
Sampai kapan saya menulis di Kompasiana?