Kakak perempuan saya, sebut saja Rani, menawarkan diri untuk meminjamkan sejumlah uang kepada saya supaya saya dapat membeli sebuah smartphone sesuai spesifikasi dan kebutuhan.
"Nanti kamu bisa cicil ke aku. Terserah, sesuai kemampuanmu, "kata Kak Rani.
Awalnya saya menolak, namun pada akhirnya, saya terpaksa menerima bantuan Kak Rani, meskipun sebenarnya saya tidak suka berutang uang kepada siapapun juga, termasuk anggota keluarga sendiri.
Tentu saja, memikirkan berapa cicilan perbulan adalah sesuatu yang tidak enak bagi saya. Saya bertekad harus melunasi utang ini secepatnya.
Muncul sebuah pertanyaan besar di kepala saya: Bagaimana caranya melunasi utang?
Mengandalkan pendapatan dari les privat jelas tidak mungkin, apalagi di tahun 2020, covid-19 lagi ganas-ganasnya. Banyak murid les tidak melanjutkan belajar dengan saya, karena takut terkena covid-19.
Bisnis online juga masih dalam tahap pengembangan. Belum seperti yang diharapkan.
Di tengah pergumulan batin tersebut, ada event kompetisi blog di Kompasiana pada bulan November 2020. Blog Competition yang disponsori oleh Kemendikbud tersebut mengangkat tema yang mengusik hati saya. Temanya adalah "Ibu, Sekolah Pertamaku".
Kenangan di tahun 2017 kembali menyeruak di benak saya. Memori dimana itu tahun terakhir kami bersama dengan ibu di dunia ini.
Rasa kangen tertuang dalam satu tulisan tanpa berharap menang. Bagi saya, rasa rindu, ingin menyuarakan perasaan dari hati yang paling dalam terealisasi, meskipun hanya dalam bentuk tulisan.
Setitik harapan untuk menang tentu saja ada, tapi saya merasa tulisan saya masih belum seberapa bagus dibanding tulisan-tulisan kompasianer lainnya.