Kedua, saat malam, badan sudah lelah. Boro-boro untuk membaca, untuk hal-hal persiapan mengajar untuk esok hari saja nyaris tidak cukup waktunya.
Di tengah kegalauan hati dan haus akan informasi, Kompasiana hadir. Saya menemukannya secara kebetulan, lewat laman sang kakak, KOMPAS.COM.Â
Saya melihat salah satu pilihan di menu KOMPAS yaitu Kompasiana.
"Apa ini?" Saya bertanya-tanya dalam hati.
Saya pun meng-klik dan terbukalah beranda Kompasiana di smartphone saya.
Beberapa judul artikel terpampang rapi berjajar di depan mata saya. Saya membaca segelintir diantaranya yang menarik minat saya.
Ternyata artikel-artikel tersebut "membius" saya, membuat saya 'kecanduan' untuk membaca lagi dan lagi artikel-artikel yang lain.
Suatu perpustakaan tersendiri. Begitulah yang saya temui di mari. Segala topik bahasan bisa dikatakan komplet di Kompasiana.
Di awal-awal, saya suka membaca artikel-artikel humor. Berlanjut setelahnya, saya membaca tulisan seputar politik, film, musik, dan seterusnya, dan sebagainya. Tentu saja, artikel tentang pendidikan tak luput dari perhatian, tetap menjadi prioritas utama, sesuai dengan profesi sebagai guru.
Kompasiana bagaikan perpustakaan yang bisa saya bawa kemana-mana, karena terhubung dengan internet dan bisa saya akses di gawai, seperti laptop, tablet, dan smartphone. Tentu saja, smartphone menjadi gawai utama dalam berselancar di Kompasiana.
Kompasiana, perpustakaan tersendiri yang lain dari pada yang lain dan sudah menemani sampai saat ini dan harapannya sampai nanti, dalam batas waktu yang tidak bisa ditentukan.