Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Belajar dari Pengalaman Pahit Midun Perihal Berutang

12 Agustus 2020   19:17 Diperbarui: 13 Agustus 2020   02:37 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot tampilan salah satu bagian sinetron

Melihat topik pilihan tentang "Susahnya Melunasi Utang", saya jadi teringat pada sinetron yang sangat berkesan di hati saat saya masih remaja. Sinetron tersebut ditayangkan di TVRI dan bagi saya pribadi, nilai moral dari sinetron ini akan tetap abadi di benak saya sampai kapan pun.

"Sengsara Membawa Nikmat" adalah judul sinetron tersebut yang ditampilkan secara bersambung di TVRI, dan saya beserta orangtua dan saudara selalu menunggu jam ditayangkannya sinetron ini. Kami menontonnya bersama-sama dan sinetron ini sangat menginspirasi.

Sinetron yang dibuat berdasarkan novel yang ditulis oleh Toelis Soetan Sati ini sangat membekas di hati saya karena menceritakan tentang sosok Midun yang difitnah oleh salah seorang yang berpengaruh di kampungnya sehingga dia harus mendekam dalam penjara.

Lika-likunya dalam berjuang sampai menjadi orang sukses sungguh sangat memikat. Sayangnya, kebanyakan sinetron saat ini sangatlah jauh dari mengajarkan nilai-nilai edukasi seperti sinetron zaman dahulu.

Kiranya para produser dan sutradara bisa mengangkat novel-novel yang mempunyai nilai edukasi tinggi dan bermanfaat menjadi sinetron yang memberikan nilai moral kepada pemirsa Indonesia seperti halnya TVRI dahulu yang menayangkan sinetron "Sengsara Membawa Nikmat", salah satu sinetron yang menjadi contoh teladan dalam menampilkan dan mengajarkan nilai-nilai moral yang baik kepada para pemirsa.

Namun, dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas soal jalan cerita sinetron "Sengsara Membawa Nikmat" secara keseluruhan. Anda bisa menyaksikan sinetron ini di akun YouTube TVRI yang link-nya akan saya bagikan di akhir tulisan ini.

Seperti yang saya katakan di awal tulisan, pelajaran pahit Midun perihal berutang menjadi pembelajaran berharga bagi saya yang waktu itu masih remaja saat menyaksikan sinetron ini. Itu juga yang mendasari saya untuk berhati-hati dalam berutang saat menjelang dewasa sampai saat ini.

Ada satu bagian dari sinetron ini dimana Midun salah melangkah dalam 'berutang' sehingga dia harus menelan pil pahit dan terpaksa mendekam dalam hotel prodeo.

Saya menyimpulkan, ada 3 (tiga) nilai moral sehubungan dengan pembelajaran dari pengalaman pahit Midun perihal 'berutang'.

1. Harus bisa membaca dan menulis dengan baik
Ini yang menjadi persoalan. Midun saat itu tidak bisa membaca dan menulis latin, sehingga dia menandatangani surat perjanjian perihal utang piutang tanpa mengetahui isi surat secara jelas.

Di zaman sekarang ini, apakah masih ada orang yang buta huruf atau buta aksara?
Jawabannya: masih ada. 

Ada beberapa orangtua murid yang dulu pernah saya minta datang ke sekolah untuk membicarakan perihal sikap dan perilaku putra-putri mereka, dan di antaranya, ada sejumlah orangtua yang tidak bisa membaca dan menulis.

Bisa membaca dan menulis sangatlah vital, apalagi kalau menyangkut perihal uang. Sangat sensitif. Meminjam kepada saudara pun terkadang sungkan, apalagi meminjam kepada orang lain, semisal teman, rekan kerja, atasan, dan lain-lain.

Akan menjadi masalah apabila kejadian Midun terulang kembali. Malu mengakui kalau tidak bisa membaca dan menulis, lalu main teken saja. Langsung tanda tangan tanpa membaca isi surat perjanjian.
Akibatnya?
Fatal.

Di dalam sinetron, Midun terpaksa meringkuk dalam tahanan karena tidak mau menuntaskan pembayaran utang plus bunga. Midun tidak tahu tentang 'bunga' tersebut, karena tidak bisa membaca surat perjanjian. Dia merasa ditipu.

Kalau ada sanak saudara atau teman yang belum bisa membaca dan menulis, dorong mereka untuk belajar membaca dan menulis dengan baik. Jangan sampai kejadian Midun mendekam dalam penjara karena kesalahannya sendiri yang tidak bisa membaca surat perjanjian terulang kembali, terjadi pada diri mereka.

2. Jangan mudah percaya pada perkataan orang
Terkadang kita sangat mudah percaya pada orang yang berkata "manis" dan berperilaku "sopan". Padahal belum tentu orang tersebut berbicara jujur pada kita. Kita harus tetap berhati-hati. Selalu waspada dalam segala situasi.

Dalam kasus Midun, dia begitu percaya pada Jufri yang bermulut 'manis' dan Midun menganggapnya sebagai 'dewa penyelamat' karena sudah bersedia meminjamkan modal usaha. Padahal dia baru mengenalnya di kereta api dan tidak tahu banyak tentang Jufri.

Dari sini, saya belajar satu hal yaitu : jangan mudah percaya pada perkataan orang. Bukan berarti kita selalu curiga pada orang yang berusaha dekat atau ramah pada kita. Bukan itu maksudnya.

Yang harus kita lakukan adalah kita harus senantiasa 'mengasah' kepekaan kita sewaktu kita menjalin hubungan dengan orang lain, baik itu hubungan pertemanan maupun hubungan kasih. Apalagi kalau menyangkut perihal uang.

Saya jadi teringat dengan perkataan seorang teman, sebut saja Pak Herry. 

Beliau berkata, "Uang itu tidak mengenal kata keluarga, saudara, atau teman. Cuma gara-gara pembagian warisan, hubungan di antara saudara dalam suatu keluarga bisa rusak."

Kita harus hati-hati. Saya juga banyak kali menemui beberapa kenalan yang tertipu pada orang-orang yang mengaku masih satu kampung dengan mereka.

Jangan sampai gara-gara mendengar 'berasal dari satu kampung yang sama' sehingga menumpulkan kewaspadaan. Apalagi di saat pandemi covid-19 sekarang ini. Salah melangkah, tertipu, akhirnya menyesal kemudian.

3. Baca dan pelajari dengan saksama surat perjanjian sebelum menandatanganinya
Jikalau Anda disodori surat perjanjian, baca dan pelajari dengan saksama isi surat perjanjian sebelum menandatanganinya.

Saran saya, ambil waktu minimal tiga hari untuk menelaahnya. Ajak anggota keluarga, semisal istri, suami, anak, saudara, atau teman untuk mempelajari isi surat tersebut. Dengan begitu, apa yang terlewatkan oleh Anda, mungkin terlihat oleh orang lain.

Jangan sampai tergiur dengan kemudahan mendapatkan pinjaman, tapi Anda tidak jeli pada poin tentang 'bunga' atau riba seperti yang terjadi pada kasus Midun atau beberapa teman yang pernah saya dengar ceritanya.
***
Demikianlah sedikit masukan dari saya tentang tiga nilai moral perihal berutang dari pengalaman pahit Midun. Kiranya bisa memberikan pencerahan dan menjadi pelajaran berharga bagi Anda.

Bagi Anda yang belum pernah menonton sinetron "Sengsara Membawa Nikmat", Anda bisa menontonnya di link YouTube TVRI yang saya akan tautkan di akhir tulisan ini.

Link tersebut hanya di bagian video tertentu dimana Midun marah pada Jufri karena merasa tertipu olehnya.

Ada beberapa video lainnya, karena durasi sinetron yang cukup panjang. Anda bisa telusuri akun YouTube TVRI untuk menonton bagian-bagian awal dan sesudahnya.

Dan alangkah lebih baiknya lagi jika Anda juga membaca novelnya, supaya mendapat pemahaman yang lebih lengkap.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda.
Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun