Ada beberapa orangtua murid yang dulu pernah saya minta datang ke sekolah untuk membicarakan perihal sikap dan perilaku putra-putri mereka, dan di antaranya, ada sejumlah orangtua yang tidak bisa membaca dan menulis.
Bisa membaca dan menulis sangatlah vital, apalagi kalau menyangkut perihal uang. Sangat sensitif. Meminjam kepada saudara pun terkadang sungkan, apalagi meminjam kepada orang lain, semisal teman, rekan kerja, atasan, dan lain-lain.
Akan menjadi masalah apabila kejadian Midun terulang kembali. Malu mengakui kalau tidak bisa membaca dan menulis, lalu main teken saja. Langsung tanda tangan tanpa membaca isi surat perjanjian.
Akibatnya?
Fatal.
Di dalam sinetron, Midun terpaksa meringkuk dalam tahanan karena tidak mau menuntaskan pembayaran utang plus bunga. Midun tidak tahu tentang 'bunga' tersebut, karena tidak bisa membaca surat perjanjian. Dia merasa ditipu.
Kalau ada sanak saudara atau teman yang belum bisa membaca dan menulis, dorong mereka untuk belajar membaca dan menulis dengan baik. Jangan sampai kejadian Midun mendekam dalam penjara karena kesalahannya sendiri yang tidak bisa membaca surat perjanjian terulang kembali, terjadi pada diri mereka.
2. Jangan mudah percaya pada perkataan orang
Terkadang kita sangat mudah percaya pada orang yang berkata "manis" dan berperilaku "sopan". Padahal belum tentu orang tersebut berbicara jujur pada kita. Kita harus tetap berhati-hati. Selalu waspada dalam segala situasi.
Dalam kasus Midun, dia begitu percaya pada Jufri yang bermulut 'manis' dan Midun menganggapnya sebagai 'dewa penyelamat' karena sudah bersedia meminjamkan modal usaha. Padahal dia baru mengenalnya di kereta api dan tidak tahu banyak tentang Jufri.
Dari sini, saya belajar satu hal yaitu : jangan mudah percaya pada perkataan orang. Bukan berarti kita selalu curiga pada orang yang berusaha dekat atau ramah pada kita. Bukan itu maksudnya.
Yang harus kita lakukan adalah kita harus senantiasa 'mengasah' kepekaan kita sewaktu kita menjalin hubungan dengan orang lain, baik itu hubungan pertemanan maupun hubungan kasih. Apalagi kalau menyangkut perihal uang.
Saya jadi teringat dengan perkataan seorang teman, sebut saja Pak Herry.Â
Beliau berkata, "Uang itu tidak mengenal kata keluarga, saudara, atau teman. Cuma gara-gara pembagian warisan, hubungan di antara saudara dalam suatu keluarga bisa rusak."