Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tayangan TV Indonesia dan Gagal Paham KPI

16 Agustus 2019   00:32 Diperbarui: 16 Agustus 2019   00:59 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah bukan rahasia lagi kalau televisi sudah mulai ditinggalkan masyarakat. Rakyat sudah banyak berbondong-bondong meninggalkan layar kaca dan beralih ke gawai yang menawarkan kemudahan mengakses berbagai video atau tayangan yang bisa dipilih sesuai dengan minat.

Bagi generasi milenial, TV sudah ketinggalan zaman. 

Sayangnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) gagal paham dalam menyikapi kecenderungan beralihnya rakyat dari layar kaca ke gawai.

Konten-konten di YouTube, Netflix, dan media luar lainnya dianggap sebagai biang kerok degradasi moral rakyat Indonesia. Laporan dari beberapa kelompok masyarakat yang menjadi dasar untuk mencanangkan suatu regulasi dan mengawasi konten dari media-media luar ini kelak.

Menurut saya, KPI terlalu dini mengambil kesimpulan dan gagal paham.

Daripada menyalahkan youtube, netflix, facebook dan media lain, lebih baik KPI berkaca. Apakah acara TV Indonesia lebih baik dibandingkan konten-konten di saluran-saluran lainnya? Kalau seandainya lebih baik, seharusnya tak perlu terlalu paranoid dengan gempuran media-media luar. 

Justru karena konten-konten di TV Indonesia tidak mencerminkan kualitas yang baik, sehingga rakyat bosan menyaksikan tayangan yang isinya 'yah begitulah', dan tak heran, masyarakat memilih media lain, dalam hal ini, media luar, sebagai pilihan yang lebih baik menurut mereka.

Opini saya mengenai tayangan televisi kita dan KPI saat ini

Menurut saya, KPI lebih baik membenahi terlebih dahulu tayangan televisi kita saat ini, yang sebenarnya merupakan PR lawas KPI yang saya bisa katakan, tidak tuntas-tuntas juga.

Pendapat saya mengenai tayangan televisi kita dan KPI saat ini :

1. Kurangnya program acara edukasi untuk anak usia dini 

Sadar akan pentingnya pendidikan yang optimal bagi anak di golden age atau usia emas, yaitu antara 0 sampai 5 tahun, namun kenyataannya, jumlah sekolah batita (bawah tiga tahun) negeri, playgroup negeri, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) negeri, dan TK negeri sangatlah minim dibandingkan jumlah SD negeri sampai SMA negeri. Kebanyakan institusi pendidikan anak usia dini berasal dari pihak swasta.

Seakan negara tidak peduli dengan pendidikan anak usia dini. 

Mungkin ini juga yang mengakibatkan kurangnya atensi dari stasiun TV Indonesia untuk membuat program acara edukasi untuk anak usia dini. 

Malah, yang parahnya, jam primetime di saat semua anggota keluarga berkumpul di malam hari terutama dari jam 7 malam sampai jam 9 malam kebanyakan malah diisi dengan acara-acara untuk usia dewasa dan itu pun mayoritas jauh dari kata "berkualitas", "edukasi", dan "bermanfaat". 

2. Kebanyakan acara TV Indonesia lebih mengejar rating dan profit

Sangat menjengkelkan melihat kondisi kualitas tayangan tv Indonesia. Mengusung program acara musik, namun bukannya musik yang lebih ditekankan, namun berbalut joget-joget tak jelas, dibumbui kuis yang jauh dari nuansa musik, ditambah dagelan yang berbau menyindir bahkan mengolok fisik rekan pembawa acara atau pihak lain.

Ditambah lagi dengan adanya beberapa acara humor di layar kaca yang terus berlangsung sampai saat ini, meskipun dagelan-dagelannya sudah garing dan jauh panggang dari api, hanya sekadar mengejar rating atau mempertahankan rating yang sudah ada, ditambah dengan profit berlimpah dari iklan di sela-sela acara yang juga berlimpah ruah, sehingga lebih banyak iklannya dibanding isi acara.

3. KPI seakan "Tak Berdaya"

Dari sisi KPI, saya melihat KPI seakan cuma jadi "tukang tegur" kalau ada pelanggaran atas tayangan televisi yang tidak sesuai dengan aturan yang terdapat pada undang-undangnya, seperti Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 maupun pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Sekiranya didapati ada tindakan melanggar, maka KPI akan menindak tegas.

Itu yang tertulis dalam aturan.

Namun, yang terjadi, terlihat bahwa "sepak terjang" KPI di mata masyarakat terkesan tidak tegas.

Padahal salah satu wewenang yang terdapat di dalam website KPI adalah memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

Menetapkan penghentian sementara bahkan tetap menjadi wewenang KPI bagi penyelenggara acara TV yang bengal, dan bisa menjadi pembelajaran bagi stasiun televisi yang mengusung acara tersebut.

Tapi, sayangnya, tetap saja kebanyakan stasiun tv membuat acara yang tidak jelas manfaatnya bagi masyarakat, dan KPI terkesan cuma menegur dan menegur saja, tanpa aksi yang lebih tegas.

Saran untuk KPI

Ini beberapa saran dari saya, masyarakat umum, yang memberanikan diri memberikan masukan, karena sebagai guru, ini termasuk salah satu tanggung jawab saya sebagai pendidik, memberi usulan, demi perbaikan kinerja KPI ke depan pada khususnya, dan peningkatan mutu acara tv pada umumnya.

1. Lebih memperjelas standar program siaran

Menafsirkan standar program siaran tidak boleh asal-asalan. Menurut saya, sudah terlalu banyak aturan di Indonesia yang bersifat "karet" atau ambigu, sehingga setiap orang bisa menginterpretasikan menurut tafsiran masing-masing, yang kemungkinan besar tidak sama atau bertolak belakang dengan yang membuat aturan.

Misalnya, larangan sebuah konten acara TV yang mengumbar ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun non-verbal, yang menjurus penghinaan atau merendahkan martabat manusia. Atau, ungkapan yang punya makna jorok, mesum, cabul, vulgar, atau menghina agama dan Tuhan. 

Alangkah baiknya kalau KPI tidak sekadar menyatakan larangan, namun juga memberikan contoh secara verbal maupun non-verbal tadi dalam bentuk ucapan-ucapan yang dilarang, maupun tindakan yang tercela.

Jangan sampai terjadi lagi hal-hal "lucu" seperti sensor yang terjadi di masa lalu dimana salah satu karakter animasi diblur karena memakai bikini oleh tim internal salah satu stasiun TV. "Lucu", karena tidak bisa membedakan antara jorok, cabul, atau vulgar di dunia nyata dan dunia animasi yang dalam hal ini animasi tersebut sudah jelas kualitasnya untuk pendidikan moral anak usia dini, dan tidak ada ketiga unsur jorok, cabul, atau vulgar dalam pemakaian bikini pada karakter animasi tersebut.

Hal "lucu" lain terkait sensor blur tadi adalah aktivitas memerah susu sapi pun pernah kena blur di sebuah acara di salah satu TV swasta Indonesia. 

Seakan-akan penonton dianggap tidak cerdas dalam menilai perihal bikini dan memerah susu sapi.

Perjelas standarnya, supaya tim stasiun TV tidak salah paham dengan pedoman dan standar penyiaran.

2. Lebih tegas memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran TV Indonesia

Efek jera perlu diberikan bagi stasiun TV yang membandel, karena membuat program acara yang melanggar peraturan dan pedoman siaran. Tentu saja, perlu adanya wewenang yang jelas dan tertulis dalam tubuh KPI untuk menindak stasiun TV yang mempunyai program acara yang kelewat batas melanggar aturan.

3. Memberikan survei penilaian kepada masyarakat Indonesia tentang kinerja semua stasiun TV Indonesia

Masyarakat dalam hal ini perlu dilibatkan untuk menilai kinerja semua stasiun TV Indonesia, karena salah satu wewenang KPI adalah Melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat. Jadi selain pemerintah dan lembaga penyiaran, masyarakat adalah partner, mitra, karena mereka adalah konsumen yang terkena dampak langsung tayangan TV Indonesia.

Selain itu salah satu Tugas dan Kewajiban KPI adalah Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.

Dengan begitu, survei ini bisa menjadi alat ukur untuk melihat sejauh mana setiap stasiun TV melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai media publik yang bertanggung jawab menampilkan acara yang punya nilai edukasi yang berkualitas ketimbang acara hiburan belaka.

KPI Bisa!

Saya yakin, masyarakat Indonesia masih percaya dengan KPI untuk membenahi masalah tayangan TV di Indonesia. Lebih baik mengurus terlebih dahulu ketimpangan dan minimnya kualitas program acara di tv kita, daripada ingin "mengawasi" konten dari 'media luar' yang belum tentu buruk semua seperti yang disangka.

Alangkah malunya, apabila pihak YouTube, Netflix, facebook, dan media luar bertanya, "Apa yang sudah Anda perbuat untuk media-media lokal di negara Anda? Apakah kualitasnya sudah bagus?"

Apakah KPI bisa menjawab atau membisu? 

Kiranya, KPI bisa melakukan tindakan nyata untuk media di dalam negeri terlebih dulu sebelum mencampuri media luar. Jika kualitas program acara di negara sendiri sudah mencapai setidaknya standar "minimal", maka KPI sudah punya sesuatu yang bisa dibanggakan pada media luar.

"Kualitas tayangan televisi adalah cerminan diri stasiun TV tersebut. Stasiun TV berkewajiban menjaga visi dan misi negara Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa."

 

Rujukan : 1 | 2 | 3 | 4 | 5

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun