Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Anak Layak Mendapat "Reward" Sesudah Memperoleh Rapor?

26 Mei 2019   21:35 Diperbarui: 26 Mei 2019   21:46 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : www.papertyari.com 

Libur telah tiba

Libur telah tiba

Hore, hore, hore

Familiar dengan lagu ini ^_^?

Lagu yang dulu dibawakan oleh artis cilik Tasya Kamila (Sekarang sudah tidak cilik lagi ^_^) selalu up to date sampai saat ini.

Kenapa tetap up to date?

Karena pendidikan tidak akan pernah ada matinya. Selalu ada setiap saat, dari zaman ke zaman. Anak masuk sekolah dan di pertengahan tahun, ada libur kenaikan kelas atau kelulusan. Atau di tiap akhir semester, pasti ada libur, sebelum masuk ke semester berikut.

Siapa yang tak suka liburan?

Mulai dari anak-anak sampai kakek-nenek, semua senang dengan yang namanya liburan.

Bayangan berenang di pantai dengan bebas sudah menari di angan-angan.

Atau makan pizza di negaranya Leonardo Da Vinci, tanpa takut ada PR sekolah atau bos menelepon menanyakan target penjualan.

Pasti banyak keinginan dan harapan.

Nah, tapi pertanyaannya sekarang, seandainya Anda dalam posisi sebagai orangtua, apakah anak Anda layak mendapat "reward" sesudah memperoleh rapor?

"Reward" disini tidak selalu berbentuk liburan. Bisa saja berbentuk benda yang sangat diinginkan sang anak, seperti sepeda, smartphone, laptop, atau yang lain.

Perlu Mempertimbangkan Kelayakannya

Tentu saja, perlu adanya parameter, tolak ukur, untuk menentukan standar kelayakan anak mendapat "reward" atau tidak.

Apa standar kelayakan itu?

Tidak lain dan tidak bukan, nilai, karena ini yang mudah untuk diukur.

NIlai minimal atau yang di sekolah disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Setiap mata pelajaran (mapel) mempunyai KKM yang berbeda, tergantung berbagai faktor yang menyertai; seperti kompleksitas, daya dukung, dan intake siswa.

Mapel Bahasa Indonesia, misalnya, mempunyai KKM 75 untuk kelas 4 SD A. Apakah mapel Matematika mempunyai KKM 75 juga? Tentu saja tidak bisa main 'hantam rata' seperti itu. Perlu melihat tiga komponen di atas tadi. Bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari KKM Bahasa Indonesia.

Misalnya, para guru kelas 4 menetapkan :

dokpri
dokpri
Dari tabel di atas, orangtua menetapkan bahwa anak layak mendapat "reward" jika memperoleh nilai-nilai mapel minimal atau di atas KKM.

Kalau mau lebih memotivasi, jika rata-rata nilai yang diperoleh 80 ke atas, anak akan mendapat bonus "reward".

Misalnya, kalau rata-rata nilai hanya mencapai minimal nilai KKM, liburan ke Bali saja. Namun jika memperoleh nilai rata-rata 80 ke atas, liburan ke Bali, dan Lombok, sebagai bonus.

Mengajari Anak Untuk Mendapatkan Sesuatu?

Menurut saya, sejauh itu positif dan tidak merusak karakter anak, sah-sah saja.

Lagipula, peribahasa "Rajin Pangkal Pandai" jelas-jelas menunjukkan proses kerja keras untuk mendapat hasil maksimal. Kalau ingin hasil bagus datang tanpa diawali kerja keras, itu sih namanya ilusi. Mimpi.

Saya salut dengan beberapa murid les privat yang menunjukkan etos kerja no pain, no gain.

"Kalau nilai-nilai bagus, papa dan mama janji, mau ajak liburan ke Surabaya," kata Jessica, sebut saja begitu, dengan riang.

"Papa dan Mama mau kasih hadiah spesial buat Dea di hari ulang tahun, kalau nilai-nilai rapor Dea 80 ke atas," Dea, bukan nama sebenarnya, menatap saya dengan matanya yang berbinar-binar.

Dua bidadari mungil ini, Jessica di kelas tiga esde, dan Dea di kelas dua esde, mempunyai dasar yang kokoh. Orangtua mereka berdua sudah meletakkan dasar yang kuat bahwa keberhasilan, kesuksesan, harus didapat dengan kerja keras.

Mereka harus belajar dengan rajin supaya bisa mendapat prestasi. Kalau prestasi tercapai, "reward" pun diberikan.

Hukum tabur tuai selalu berlaku.

Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi adalah bukti hidup bagaimana "menabur" dengan kerja keras, konsistensi mereka dalam berlatih, bahkan porsi latihan melampaui kebanyakan pesepakbola, membuat mereka bisa "menuai" prestasi, mereka menjadi legenda hidup dalam sepakbola yang akan susah dicari tandingannya untuk mungkin 10 atau 20 tahun ke depan.

"Reward", upah, hadiah, perlu diberikan jika putra-putri mencapai hasil yang kita, sebagai orangtua, tetapkan.

Dengan begitu, mereka belajar bahwa pahala hanya diberikan untuk yang sudah berjuang dengan keras, bukan untuk yang bermalas-malasan.

"Kerja keras dan 'reward', ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun