Menunggu memang pekerjaan yang paling membosankan.Â
Menunggu diperiksa oleh dokter.
Menunggu dipanggil untuk mendapat jatah makanan.
Menunggu giliran sepeda motor maju sesenti demi sesenti, karena terjebak macet di jalan kemarin, disebabkan banjir sehabis hujan.
Banyak sekali hal-hal yang terbuang, baik dari segi waktu, tenaga, dana, dan momen-momen berharga lainnya terlewati, gara-gara menunggu, kalau tidak dimanfaatkan secara produktif.
Namun, kelompok menunggu di atas muncul, karena faktor-faktor yang tidak bisa kita kendalikan.
Kalau "menunggu" karena teman atau saudara kita sering terlambat datang, tentu saja sangat menjengkelkan, dan seharusnya tidak perlu terjadi.
Saya masih ingat pesan ayah saya dulu, waktu beliau masih ada.
Ayah saya berkata, "Jangan biarkan orang menunggu. Lebih baik kita yang menunggu, daripada orang lain yang menunggu kedatangan kita."
Maksudnya, jangan sampai saya membiarkan orang lain menunggu saya, apalagi mereka menunggu saya terlalu lama. Sebaiknya, datang lebih awal. Menunggu orang lain itu datang.Â
Kenyataan di kehidupan perihal tunggu-menunggu
Sayangnya, seperti sudah menjadi rahasia umum, kebanyakan dari rakyat Indonesia mempunyai budaya "jam karet". Meskipun mempunyai jam bermerek yahud, tetap saja datang terlambat. Seakan-akan itu adalah hal biasa, lazim, dan dapat diterima dengan akal sehat.