Herannya, kebanyakan anak-anak sekarang pun menggambar hal yang sama, sewaktu guru meminta mereka untuk menggambar.Â
Saya tidak tahu, apakah guru memberi contoh gambar pemandangan seperti itu di papan tulis, sehingga peserta didik meniru, karena anak-anak adalah peniru ulung, mereka meniru apa yang setiap orang dewasa lakukan; atau paradigma anak-anak dari masa ke masa tetap sama.
Apa paradigma itu?
Yaitu desa jauh sekali dari yang namanya kemajuan, baik teknologi, maupun informasi.Â
Desa diidentikkan "murni", jauh dari polusi, jauh dari peradaban negatif, dan jauh-jauh yang lain.
Bagi saya, stigma itulah yang kemungkinan dipegang oleh kebanyakan pemegang tampuk pemerintahan, sehingga terjadi pembiaran akan desa dan ketertinggalan tetap terpelihara, supaya desa tidak "terkontaminasi".
Itu, saya rasa, yang menyebabkan urbanisasi generasi muda dari keturunan-keturunan petani, dari desa ke kota untuk meneruskan pendidikan, karena sekolah-sekolah menengah seperti SMP dan SMA tidak tersedia di desa.
Namun yang paling fatal adalah buruknya infrastruktur di desa. Seharusnya, tidak ada pembedaan soal infrastruktur, baik kota mau pun desa. Dalam hal ini, paling tidak infrastruktur dasar harus terpenuhi dengan baik, karena desa yang maju adalah desa yang memiliki infrastruktur dasar yang baik, seperti fasilitas jalan yang baik, air bersih yang memadai, dan juga listrik yang tersedia dengan lancar 24 jam.
Kalau infrastruktur dasar terpenuhi, tentu saja akan mendorong kegairahan generasi muda untuk berkecimpung di bidang pertanian di desa.
Mimpi 2045 hanya akan jadi mimpi belaka?
Mimpi dimana Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045 akan tetap menjadi mimpi, jika tak ada tindakan nyata.
Dalam hal ini, pemerintah harus memikirkan solusi bagaimana memecahkan masalah-masalah di atas, supaya tidak terus berkepanjangan.