Tak pelak, pangan menjadi pekerjaan rumah yang sukar dilaksanakan di Indonesia, menimbang Indonesia terkenal sebagai negara agraris, namun sayangnya, justru perkembangan pertanian bisa dikatakan jalan di tempat, atau mungkin malah bisa dikatakan mundur.
Kenapa bisa begitu?Â
Karena para penggerak pertanian, yaitu petani, mengalami kelangkaan jumlah. Tidak adanya regenerasi, meneruskan tongkat estafet menjalankan pertanian dari yang tua ke yang muda.Â
Padahal, Indonesia mempunyai target untuk menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045.
Sisa 26 tahun lagi.Â
Apakah itu merupakan target yang muluk? Sebenarnya tidak, namun kalau tidak ada regenerasi petani, target itu akan menjadi sekedar mimpi yang tak mungkin terealisasi. Imbasnya malahan Indonesia akan mengalami krisis pangan, dan menjadi negara pengimpor beras yang tergantung pada negara lain.
Apa sebab minimnya regenerasi petani?
Dari melihat berbagai fakta, ada 5 (lima) sebab utama mengapa regenerasi petani sangat minim.
1. Usia Petani yang mayoritas tua
Menurut Sensus Pertanian 2013 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ditemukan kenyataan yang mencengangkan.
Ada banyak bagian dalam sensus tersebut, tapi satu bagian tertentu membicarakan tentang penyebaran petani dalam berbagai rentang usia.
Disinilah yang seharusnya menjadi perenungan.Â
Dari total petani yaitu 26.135.469 petani yang terdata, rentang usia 45 - 54 tahun mengambil porsi terbanyak sebesar 7.325.544 petani. Disusul di peringkat kedua, usia 35 - 44 tahun sebesar 6.885.100 petani. Peringkat ketiga, usia 55 - 64 tahun sebesar 5.229.903 orang. Posisi keempat, usia lebih dari 65 tahun sebesar 3.332.038 orang. Peringkat kelima, usia 25 - 35 tahun sebanyak 3.129.644 orang.