"Kalau menyangkut nasib bangsa dan negara ke depan, kita harus hati-hati mengambil keputusan. Kalau kita pikir, setelah mempertimbangkan sesuai hati nurani, kita menyadari kalau pilihan sebelumnya salah, kita harus mengakui kalau salah, dan beralih ke pilihan lain yang lebih pantas, sebelum pencoblosan," kata Gunawan.Â
"Tumben, Gun. Biasanya kamu teguh pendirian. Sekali A, tetap A. Sekali B, tetap B. Kok sekarang beda?"
"Kan sudah kubilang tadi. Suara kita penting. Memilih pemimpin bukan urusan gampang. Harus dipikirkan masak-masak. Aku sudah pindah dukungan sejak lama sebenarnya, tapi aku gak pernah bilang siapa-siapa. Apalah aku ini. Bukan anggota partai, bukan caleg, cuma pengusaha kecil-kecilan yang berjuang setiap hari, mencari rezeki. Sama dengan kamu. Guru yang berjuang mencerdaskan anak bangsa. Kita ini semua orang sederhana, gak mikir yang aneh-aneh."
Sejenak Gunawan menyeruput kopinya, menyiram tenggorokan yang mungkin perlu siraman energi supaya lebih lancar mengeluarkan opini.Â
"Tapi," Gunawan melanjutkan, "Kurasa kamu juga setuju, kalau memilih Presiden pasti pilihnya yang optimis. Iya kan?"
"Pastilah. Masa pesimis," Saya mengiyakan.Â
"Itulah yang sangat kusayangkan dari Prabowo. Alih-alih optimis, dia malah terus menerus mengungkapkan soal kebocoran kekayaan Indonesia ke luar negeri, dan yang menjadi blunder terparah adalah menyalahkan presiden-presiden terdahulu atas kondisi ekonomi Indonesia sekarang yang jauh dari kata oke menurut dia. Padahal salah satu partai koalisi pendukungnya adalah Demokrat, yang mana SBY termasuk presiden terdahulu. Masa dia menjelekkan pendukungnya sendiri."
Gunawan jeda sejenak, mengambil satu potong terang bulan, sementara saya pun ijin ke kamar kecil sebentar, menuntaskan hasrat buang air kecil.Â
Setelah saya kembali dari kamar kecil, dan meletakkan pantat di karpet, Gunawan pun melanjutkan, "Aku salut dengan Jokowi. Dia tetap optimis. Apalagi closing statement-nya yang sangat membangun optimisme. Di tengah kesulitan saat ini, rakyat membutuhkan pemimpin yang memberikan semangat, mengajarkan supaya tetap optimis, jangan mudah menyerah. Pemimpin yang memberi harapan, dan itu kurasa ada dalam diri Jokowi."
Malam itu, kami menyudahi tontonan debat. Gunawan pulang dengan pilihannya yaitu Jokowi, sosok yang layak menjadi pemimpin kembali, menjadi presiden kembali. Saya pun berpendapat demikian.
Closing Statement sudah mencerminkan kualitas dan kepribadian Jokowi.Â