Namun yang satu ini sangat spesial, sulit saya lupakan.
Sekitar lima tahun yang lalu, saya 'terpaksa' pergi ke dokter mata karena mendapat frame baru, bingkai kacamata yang baru, dari kakak saya.
"Ini, ambil aja. Jatah dari kantor. Aku masih ada yang lain," kata Helda (bukan nama sebenarnya).
Karena saya tidak terlalu percaya dengan pemeriksaan mata di optik, karena memeriksa dengan alat elekronik, dan operator yang menjalankan biasanya bukan berprofesi sebagai dokter mata. Bukan meremehkan, tapi memangnya akurat mengukur minusnya mata dengan alat?Â
Bagaimana kalau ada plus-nya seiring menuanya usia? Atau apakah alat itu begitu canggihnya, sehingga bisa mendeteksi indikasi silinder, katarak, atau glaukoma? Saya pikir tidak. Alat tetaplah alat. Hanya bisa membantu, tapi tak bisa mendiagnosa atau melihat kelainan lain. Manusialah yang memutuskan. Dan dalam hal ini, dokter mata yang lebih tahu.
Saya pun mendaftar. Nomor antrean masih satuan. Langkanya masyarakat untuk memeriksakan mata ke dokter mata, karena memeriksa di optik kebanyakan gratis (biasanya kalau kita mau memesan lensa kacamata atau membeli bingkai beserta lensanya) atau berbayar, dengan nominal minim, sekitar puluhan ribu saja.Â
Selain itu masyarakat enggan memeriksakan mata ke dokter mata, disebabkan 'lumayan' mahal membayar jasa dokter mata. Sekali konsultasi, minimal 100 ribu harus dikeluarkan, dengan waktu tak lebih dari setengah jam (Kategori mahal bagi setiap orang bervariasi.Â
Bagi orang yang satu, 100 ribu tergolong mahal. Bagi orang yang lain, mungkin tidak. Bagi saya sih 100 ribu masih termasuk kategori normal, wajar, terjangkau. Mahal tidak, murah pun tidak ^_^.).
Itu tarif sekitar lima tahun yang lalu. Entah sekarang. Yang jelas, kemungkinan naik.
Karena waktu itu dokter mata belum datang, saya pun duduk menanti, sambil membaca buku pinjaman dari perpustakaan Provinsi Kalimantan Timur.
Sambil membaca, sesekali mata memandang ke sekeliling. Hanya ada sepasang suami istri dengan seorang gadis cilik dengan usia yang saya perkirakan sekitar lima tahun, dan seorang wanita parobaya yang duduknya agak jauh.