Teman-teman satu komunitas ibadah keluarga (Tomi dan Sinta, bukan nama sebenarnya, adalah anggota komunitas ibadah keluarga yang sama dengan kami) sepakat, bagi siapa yang tidak berhalangan, untuk pergi melayat, pada malamnya, untuk mengikuti ibadah malam penghiburan.
Di sana, banyak sekali orang-orang yang mengikuti ibadah malam penghiburan tersebut.
Di situ, saya jadi teringat juga pada ibadah malam penghiburan ayah saya lima tahun yang lalu. Kenalan, teman-teman ayah saya, dan teman-teman kakak saya, mereka datang pada saat kami sekeluarga sedang berduka. Mereka memberi dukungan moril pada kami supaya bangkit, tidak terpuruk dalam kesedihan.Â
Terkadang, saya sedih kalau melihat, teman-teman ayah saya yang dulunya akrab, tapi mereka tidak datang untuk melayat. Memang  banyak dari mereka yang juga sudah tiada, namun anak-anak mereka pun tidak muncul batang hidungnya untuk mewakili orangtua mereka. Rendi, teman saya itu pun, juga tidak datang. Saya jadi tambah kecewa dengan teman saya yang satu itu, namun  saya tidak mendendam padanya. Saya jadi tahu teman seperti apa dia. Tuhan sudah menunjukkan karakter dia yang sebenarnya.
Intinya, sahabat sejati akan datang pada Anda di saat Anda terpuruk dalam duka. Mereka akan menghibur Anda, menawarkan bantuan, baik itu doa, dana, atau pun kata-kata penyemangat. Kedukaan yang sama mungkin pernah mereka alami, sehingga mereka terdorong untuk membantu. Kalau pun belum pernah mengalami, mereka sadar kelak mereka pun akan menghadapi.
Dan kalau kita yang meninggal, sahabat sejati akan datang untuk memberikan penghormatan terakhir, serta mereka akan membantu keluarga kita, meskipun kita sudah tiada.Â
Bertemanlah dengan semua, namun tak semua bisa jadi sahabat
Kita bisa berteman dengan siapa saja, tanpa pandang bulu. Namun yang perlu diingat adalah sahabat itulah 'saudara' kita yang sejati, yang sebenar-benarnya. Dengan merekalah, kita harus bergaul erat.
Jangan salah memilih sahabat, karena kalau salah, maka kita pun akan menyesal berhubungan erat dengan mereka. Seperti pengalaman saya dengan Rendi tadi. Saya pikir, dia adalah sahabat, ternyata cuma teman biasa. Di saat saya cuma membutuhkan tumpangan ke rumah duka yang hanya membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 menit perjalanan, dia malah menolak membantu, dan lebih mementingkan menghadiri resepsi pernikahan.
Pilihlah sahabat sejati dengan bijak. Dengan begitu, Anda tidak akan sendirian mengarungi hidup ini.
"Di kala kita terpuruk dan ditinggalkan banyak teman, sahabat sejati tetap ada bersama kita."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H