* * *
Pak Wagimin sakit keras. Entah apa sakitnya. Betisnya bengkak, kakinya bengkak, nafsu makan hilang, sehingga dia harus dibawa ke rumah sakit. Dia diinfus. Keluarganya semua mendampingi di rumah sakit. Bergantian menjaga. Karena tidak bisa tidur dalam posisi rebah, terpaksa dia tidur dalam posisi duduk, karena dalam posisi seperti itu, dadanya tidak terasa sesak.
Tak lama, Pak Wagimin meninggal tanpa ada sebab yang jelas. Semua anaknya cuma bisa termangu. Menunggu bagaimana nasib semua tanah, rumah kontrakan, perkebunan kelapa sawit yang dipunyai almarhum sang ayah. Akan kemanakah diwariskan?
"Hari ini, bapak-bapak dan ibu-ibu sudah hadir disini untuk mendengarkan wasiat dari almarhum ayah anda," Pak Budi Santoso, notaris Pak Wagimin memulai, "Intinya, segala kekayaan Pak Wagimin, baik berupa simpanan di Bank, deposito, tanah, rumah kontrakan, semua akan dihibahkan kepada Yayasan ...."
Begitulah akhir dari segalanya, dan tak lupa, Pak Wagimin meminta setumpuk uang dalam kuburannya, sebagai pertanda, semasa hidupnya dulu, dia memulai dari setumpuk uang receh yang tak berarti apa-apa! Â Â