Sudah sekitar sepuluh tahun yang lalu, percakapan 'pokoknya ..." itu terjadi.
Entah mengapa saya tertarik untuk menulis tentang 'pokoknya ...' ini, yang menggambarkan kalau Bu Vina tidak mau kalah atau terlihat bodoh atau terdesak karena tidak ingat apa indikator-indikator yang saya tanyakan.
Bukannya berkata "Saya lupa, Pak, apa indikator-indikatornya. Nanti saya fotokopikan bahan-bahan materinya untuk Bapak," tapi malah bersikeras kalau dia benar dan lebih pintar dengan mengatakan, "Pokoknya ...."
Saya juga teringat dengan salah seorang saudara saya yang suka mau menang sendiri, dan kebetulan juga wanita.
Yang laki-laki juga ada sih. Sama saja sebenarnya ^_^.
Merasa lebih tua dan lebih banyak pengalaman, sehingga berkata, "Pokoknya berubahlah. Itu salah."
Saya sih malas berdebat, karena selain sudah ada pengalaman dengan Bu Vina tadi, tipikal saya adalah melankolis.
Malas komentar, tapi lebih suka menuangkan dalam bentuk tulisan.
Menjadi Tua itu Pasti. Menjadi Dewasa itu Pilihan.
Bagi saya, mereka, baik Bu Vina maupun saudara-saudara saya, merasa lebih senior, lebih berpengalaman, lebih bijak dan lebih-lebih yang lain, namun sayangnya mereka tidak bisa menyampaikan pengalaman atau pengetahuan mereka dengan bijak dan dewasa.
Pokoknya ... menjadi andalan 'ngeles' ketakberdayaan mereka, sempitnya kedewasaan mereka untuk mengakui kalau sebenarnya mereka salah.