Selain berasal dari sebuah cita-cita, pekerjaan seseorang juga dapat berasal dari sebuah hobi. Suatu pekerjaan atau profesi adalah impian setiap orang untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Profesi seseorang juga biasanya dapat dijadikan sebagai tolak ukur kesuksesan.
Profesi juga menjadi identitas diri seseorang. Misalnya teman yang telah lama tidak bertemu selalu menanyakan, "Kerja apa sekarang? Kerja di mana?" dan apapun terkait pekerjaan. Anggap saja, profesi adalah jati diri.
Profesi biasanya telah diidamkan sejak masih kecil atau ketika masih bersekolah. Sering kita dengar anak-anak ingin menjadi dokter, polisi, guru, ketika besar nanti. Orang menuntut ilmu dan menjalani sekolah setinggi mungkin demi mewujudkan cita-cita. Cita-cita itu sendiri yang nantinya akan menjadi profesi yang ditekuni.
Sebuah pekerjaan bukan hanya datang dari sebuah cita-cita, ternyata ada juga yang datang dari sebuah hobi. Hobi yang dilakukan pada masa lapang dan menghibur diri sendiri juga dapat dijadikan sebuah profesi dan menghasilakan uang. Bahkan justru dapat memenuhi segala kebutuhan hidup.Â
Hobi umumnya hanyalah kegiatan yang sangat disukai dan sebuah hiburan untuk menghilangkan penat. Tetapi jika terus ditekuni secara maksimal, hobi dapat menjadi pekerjaan yang menyenangkan.
Misalnya seseorang yang memiliki hobi bermain bola, dia akhirnya menjadi pemain sepak bola profesional. Seseorang yang memiliki hobi bernyanyi di kamar mandi, dapat menjadi penyanyi dari panggung ke panggung dengan bayaran mahal.Â
Seseorang yang memiliki hobi menulis keluh kesah di buku diari, dapat menjadi penulis profesional yang tulisannya menginspirasi bahkan dibuat film dokumenter dengan royalti mahal.
Pekerjaan ini berbeda dengan profesi dokter, guru, polisi dan lain-lain yang tidak berasal dari sebuah hobi. Saya sendiri berprofesi sebagai guru yang mana datang dari cita-cita, sekaligus menekuni profesi sebagai penulis yang berasal dari hobi.
Menyenangkan itu tetap memiliki tekanan
Siapa yang tidak senang ketika melakukan hobi? Semua orang pasti akan bahagia melakukannya. Bahkan banyak orang yang dengan sengaja meluangkan waktu di sela kesibukan untuk dapat melakukan aktivitas yang disebut hobi. Misalnya, seorang pekerja kantoran yang meluangkan waktu untuk pergi memancing di akhir pekan.
Seseorang juga kadang rela merogoh kantongnya dalam-dalam untuk memenuhi hobinya. Tidak sedikit orang memiliki hobi yang mahal. Misalnya seseorang yang memiliki hobi membidik objek dalam kamera. Tidak cukup hanya menggunakan kamera ponsel saja, peralatan dengan fitur kamera lebih baik akan berusaha dibeli. Masih banyak lagi hobi mahal yang biasanya hanya dapat dinikmati orang-orang berduit saja.
Dari sekian banyak jenis hobi, tidak sedikit yang akhirnya menjadi sebuah profesi, seperti penulis, pemain bola, penyanyi, fotografer, penari, pelukis dan lain-lain. Tidak main-main, profesi tersebut ada yang justru dapat meraup cuan lebih besar daripada pekerjaan yang berasal dari sebuah cita-cita.Â
Kita lihat saja, berapa gaji pemain bola profesional dunia? Berapa honor penyanyi yang ada di panggung megah suatu studio televisi?
Betapa menyenangkannya jika kegiatan-kegiatan hobi tersebut justru dapat menghasilkan uang. Tidak sedikit orang yang justru meninggalkan pekerjaan utamanya demi menekuni hobi dan dijadikan pekerjaan. Pasti dipikir sangat bahagia hidupnya dan merasa bekerja tanpa dipaksa.
Adakah tekanan dari pekerjaan yang sejatinya adalah sebuah hobi? Hobi yang awalnya dijadikan kegiatan untuk bersenang-senang, dilakukan sesuka hati saja. Tetapi, ketika telah menjadi suatu pekerjaan, maka harus bersedia memenuhi tuntutan pasar.
Hobi yang awalnya dilakukan di waktu senggang, harus dilakukan sesuai kebutuhan jika telah menjadi pekerjaan. Misalnya, seseorang dengan hobi menulis yang awalnya hanya untuk bersenang-senang meluapkan perasaan, maka ketika menulis telah menjadi suatu pekerjaan, menulis memiliki kriteria tertentu sesuai dengan tuntutan client.Â
Misalnya menulis untuk media massa, dituntut untuk menulis sesuai dengan kriteria yang berlaku. Atau menulis untuk sebuah perusahaan, suka tidak suka harus sesuai dengan kemauan client, bukan menulis sesuai isi hati belaka.
Begitu pun dengan hobi-hobi lain. Penyanyi profesional, tentu tidak dapat seenaknya seperti ketika bernyanyi di kamar mandi. Terdapat tekanan untuk dapat memenuhi minat pasar. Dari segi penampilan maupun kualitas yang lebih baik lagi.
Walaupun awalnya adalah sebuah hobi yang akan dengan bahagia dilakukannya, tetap akan ada tekanan untuk berusaha lebih baik lagi dan berhasil dalam persaingan.Â
Misalnya, seorang video kreator yang awalnya hanya hobi mengambil gambar dan mengabadikannya di sosial media, akhirnya menjadikan video kreator sebagai pekerjaan, maka akan selalu dituntut untuk menghasilkan video yang lebih baik lagi dan sesuai dengan kebutuhan zaman agar tetap laris dan dinikmati penggemarnya.
Walau profesi itu berasal dari sebuah hobi, tentu tidak dapat dilakukan dengan asal-asalan saja. Tetap butuh diasah terus kemampuannya, agar hobi yang menjadi profesi itu mampu bersaing secara global.
Hobi menulis menjadi profesi
Untuk lebih terperinci lagi, saya akan mengulas hobi menulis yang sejak SMP saya coba tekuni. Awalnya saya hanya menulis buku harian sebagaimana remaja tahun 90an. Saat itu belum ada sosial media sebagai platform untuk curhat.
Kemudian saya mencoba menulis cerita-cerita pendek, yang mana pembacanya adalah teman sekelas sendiri. Masih menulis sesuka hati saya sendiri. Saya tidak pernah melakukan riset tentang tulisan apa yang teman saya sukai.
Kemudian setelah dewasa saya tetap menulis dan menerbitkan buku-buku. Awalannya masih menulis buku sesuai dengan apa-apa yang saya sukai saja. Tetapi lambat laun saya menulis buku terkait kearifan lokal. Saya merasa ada tuntutan untuk memperkenalkan tempat di mana saya tinggal kepada Indonesia bahkan dunia.
Tidak berhenti di situ, saya mencoba peruntungan untuk mengirim tulisan-tulisan saya ke media massa cetak maupun daring. Di posisi ini saya tidak dapat lagi menulis sesuka hati. Bahkan saya harus mempelajari kriteria-kriteria yang dibutuhkan oleh media massa yang akan disasar. Tulisan harus sesuai dengan kriteria media massa tersebut jika ingin dimuat dan dapat menghasilkan uang.
Coba ambil contoh yang paling dekat yaitu di Kompasiana. Awalnya saya menulis di Kompasiana hanya sekadar berbagi tips dan trik saja. Makin ke sini ternyata menguntungkan. Ada tulisan yang dimuat di KG Media lain seperti Kompas.com melalui program Infinite dan mendapatkan cuan.Â
Dari sini, saya mulai memperbaiki kualitas tulisan lagi dan lagi dengan target dapat masuk ke dalam program Infinite. Terus asah kualitas tulisan juga memungkinkan tulisan akan menjadi artikel utama, dengan begitu kemungkinan tulisan akan lebih banyak diakses pembaca.Â
Ketika memiliki banyak pembaca/viewers, maka kemungkinan mendapatkan K-reward semakin besar. Jika menjadi Kompasianer adalah sebuah pekerjaan, maka harus memenuhi tuntutan kriteria tulisan yang banyak memiliki pembaca di platform ini.
Sebenarnya, apapun profesinya, baik berasal dari cita-cita ataupun dari hobi, tetap harus disyukuri dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Tidak ada yang sia-sia dari sebuah kesungguhan. Jika telah menyelam dalam sebuah pekerjaan, menyelamnya sedalam-dalamnya untuk memperoleh butiran mutiara.
Tidak lupa untuk selalu asah hobi dan profesi dengan cara upgrade skill. Terus belajar memperbaharui diri dan berinovasi agar dapat bersaing secara global dalam dunia pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H