Kisah Anissa tidak berakhir di situ. Di Jogja dia dinikahi Khudori walau awalnya Anissa menolak karena masih dihantui trauma berumah tangga. Tetapi akhirnya Anissa menikah dan dikaruniai anak. Bahagia sudah pasti tetapi ujian masih ada lagi. Khudori meninggal dunia karena saat mengendarai sepeda motor ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju kencang.
Jadi Anissa bukan hanya kehilangan sosok lelaki yaitu ayahnya, tetapi juga Khudori suaminya. Anissa harus berdiri di atas kakinya sendiri membesarkan anak tanpa peran lelaki. Bahkan saat Syamsudin menemuinya dan meminta rujuk, Anissa menolak mentah-mentah dan menunjukan ketangguhannya dengan menolak diperlakukan secara kasar. Syamsudin yang kasar itu ditamparnya.
Dari Anissa kita belajar bahwa jangan pernah takut tanpa lelaki sekalipun. Perempuan itu kuat dan tidak harus bergantung pada lelaki. FilmÂ
Perempuan Berkalung Sorban: Film Religi yang Mengetukku untuk Terus
Film religi "Perempuan Berkalung Sorban" yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini tayang perdana di bioskop 15 Januari 2009. Film ini diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Abidah El Khalieqi. Film ini dibintangi oleh Revalina S. Temat, Oka Antara, Reza Rahardian, Widyawati, Joshua Pandelaki, Nisya Abigail dan beberapa actor Indonesia ternama lainnya.
Film "Perempuan Berkalung Sorban" berlatar belakang kehidupan di pesantren, khususnya kehidupan anak perempuan seorang kyai pemimpin pesantren tersebut. Di pesantren tersebut, pandangan deskriminasi kepada perempuan sangat diwajarkan. Bukan soal pelecehan yang memang melanggar agama tetapi tentang perempuan dan karya itu sangat dibatasi. Ruang gerak perempuan tidak seleluasa seharusnya. Hak-hak perempuan untuk berkarya setara dengan lekaki itu menjadi perihal yang dianggap pelanggar agama.
Misalnya saat Anissa (Revalina. S. Temat) belajar menunggang kuda, mengikuti pemilihan ketua kelas dan ingin melanjutkan studinya dengan kuliah di Jogja, semua itu  menjadi sesuatu yang dianggap melanggar Batasan sebagai perempuan. Anissa dilarang keras untuk belajar menunggang kuda. Walau Anissa memenangkan suara saat pemilihan ketua kelas, sang guru menggugurkannya dan memilih lawannya yang berjenis kelamin laki-laki sebagai ketua kelasnya. Puncak penderitaan adalah ketika Anisssa diterima kuliah di Jogja, justru dia dinikahkan dengan Syamsudin (Reza Rahardian) orang yang sebelumnya tidak dikenali. Seorang anak kyai dari pesantren lain yang bermuka dua. Salih dan paham agama di depan orang lain, tetapi pemabuk dan pemain perempuan di depan istrinya.
Beberapa pelajaran moral dapat dipetik dari film "Perempuan Berkalung Sorban" ini sebagai perempuan. Film ini memicu saya pribadi sebagai perempuan untuk melakukan yang katanya perempuan tidak mampu. Seburuk nasib Anissa sekalipun, dia masih mampu terus memperjuangkan hak-hak sebagai perempuan dan dapat menjadi influencer bagi perempuan-perempuan lain di pesantren.
Perempuan bukanlah budak napsu
Dalam film "Perempuan Berkalung Sorban" ini, peran Anissa sebagai isteri Syamsudin yang diperlakukan dengan sangat kasar bahkan menjadi budak napsu belaka. Pemahaman yang ditanamkan dalam pesantren tempat Anissa dibesarkan adalah perempuan harus tunduk dan patuh pada suaminya. Anissa merasa agama tidak adil dan selalu berpihak pada lelaki. Apa yang harus dipatuhi dari seorang suami yang melakukan tindak kekerasan, pemabuk, menghamili perempuan lain. Bahkan saat suaminya melakukan aib tersebut, keluarganya masih menutupinya dengan dalih agama yang menghalalkan poligami. Iya, poligami halal, tetapi bukan dengan cara menghamili perempuan lain terlebih dahulu, bukan?
Memberontaknya Anissa menyampaikan pada penonton bahwa perempuan bukanlah bertugas sebagai pemuas napsu saja. Perempuan atau isteri itu dinikahi untuk dikasihi dan ibadah bersama untuk menggapai rida Allah.