Film religi "Perempuan Berkalung Sorban" yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini tayang perdana di bioskop 15 Januari 2009. Film ini diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Abidah El Khalieqi. Film ini dibintangi oleh Revalina S. Temat, Oka Antara, Reza Rahardian, Widyawati, Joshua Pandelaki, Nisya Abigail dan beberapa aktor Indonesia ternama lainnya.
Film "Perempuan Berkalung Sorban" berlatar belakang kehidupan di pesantren, khususnya kehidupan anak perempuan seorang kyai pemimpin pesantren tersebut. Di pesantren tersebut, pandangan deskriminasi kepada perempuan sangat diwajarkan. Bukan soal pelecehan yang memang melanggar agama tetapi antara perempuan dan karya itu sangat dibatasi. Ruang gerak perempuan tidak seleluasa seharusnya. Hak-hak perempuan untuk berkarya setara dengan lekaki itu menjadi perihal yang dianggap pelanggar agama.
Misalnya saat Anissa (Revalina. S. Temat) belajar menunggang kuda, mengikuti pemilihan ketua kelas dan ingin melanjutkan studinya dengan kuliah di Jogja, semua itu  menjadi sesuatu yang dianggap melanggar batasan sebagai perempuan. Anissa dilarang keras untuk belajar menunggang kuda. Walau Anissa memenangkan suara saat pemilihan ketua kelas, sang guru menggugurkannya dan memilih lawannya yang berjenis kelamin laki-laki sebagai ketua kelasnya. Puncak penderitaan adalah ketika Anisssa diterima kuliah di Jogja, justru dia dinikahkan dengan Syamsudin (Reza Rahardian) orang yang sebelumnya tidak dikenali. Seorang anak kyai dari pesantren lain yang bermuka dua. Salih dan paham agama di depan orang lain, tetapi pemabuk dan pemain perempuan di depan istrinya.
Beberapa pelajaran moral dapat dipetik dari film "Perempuan Berkalung Sorban" ini sebagai perempuan. Film ini memicu saya pribadi sebagai perempuan untuk melakukan apa saja yang perempuan dianggap tidak mampu. Seburuk nasib Anissa sekalipun, dia masih mampu terus memperjuangkan hak-hak sebagai perempuan dan dapat menjadi influencer bagi perempuan-perempuan lain di pesantren.
Perempuan bukanlah budak napsu
Dalam film "Perempuan Berkalung Sorban" ini, peran Anissa sebagai isteri Syamsudin yang diperlakukan dengan sangat kasar bahkan menjadi budak napsu belaka. Pemahaman yang ditanamkan dalam pesantren tempat Anissa dibesarkan adalah perempuan harus tunduk dan patuh pada suaminya. Anissa merasa agama tidak adil dan selalu berpihak pada lelaki. Apa yang harus dipatuhi dari seorang suami yang melakukan tindak kekerasan, pemabuk, menghamili perempuan lain. Bahkan saat suaminya melakukan aib tersebut, keluarganya masih menutupinya dengan dalih agama yang menghalalkan poligami. Iya, poligami halal, tetapi bukan dengan cara menghamili perempuan lain terlebih dahulu, bukan?
Memberontaknya Anissa menyampaikan pada penonton bahwa perempuan bukanlah bertugas sebagai pemuas napsu saja. Perempuan atau isteri itu dinikahi untuk dikasihi dan ibadah bersama untuk menggapai rida Allah.
Impian itu tidak dapat dideskriminasi
Berontaknya Anissa dalam film "Perempuan Berkalung Sorban" saat dia dibatalkan menjadi ketua kelas hanya karena berjenis kelamin perempuan, dapat ditangkap bahwa impian itu tidak dapat dideskriminasi. Perempuan berhak memimpikan apa saja, bahkan bermimpi untuk menjadi pemimpin sebuah negara sekalipun. Sekarang banyak negara, instansi, lembaga, komunitas yang dipimpin oleh perempuan. Dalam agama sendiri yang perempuan tidak bisa adalah menjadi imam salat bagi laki-laki. Tidak ada larangan perempuan untuk memimpin negara ini.
Hanya Khudori (Okta Antara) yang dapat memahami impian Anissa sejak kecil. Khudori adalah saudara jauh dari ibunya Anissa sekaligus sahabatnya yang mengenyam pendidikan hingga ke Mesir. Anissa dan Khudori sendiri sebenarnya telah saling mencintai sejak remaja, sebelum Khudori terbang ke Mesir. Sehingga ketika Khudori kembali ke Indonesia, Anissa menyalahkan Khudori yang meninggalkannya sehingga dia harus tersiksa menikah dengan Syamsudin. Obrolan Anissa dan Khudori tertangkap basah oleh Syamsudin dan mengarak mereka di hadapan seluruh penghuni pesantren. Di situlah Syamsudin menalak isterinya.
Di situlah Anissa terbebas dari belenggu suami jahanam walau bapaknya meninggal karena seranggan jantung. Anissa yang terpuruk dapat bangkit dan melanjutkan impiannya yaitu kuliah di Jogja. Belajar dari Anissa bahwa seterpuruk apapun, mimpi masih memiliki hak untuk diwujudkan.
Bahkan dari nasibnya yang mengalami deskriminasi, Anissa bekerja untuk membela kaumnya. Dia juga menjadi pengaruh bagi perempuan-perempuan lain untuk memperoleh haknya.