Internet saat ini merupakan salah satu kebutuhan jutaan warga Indonesia untuk menjalankan keseharian mereka. Internet kita gunakan untuk berbagai aktivitas, mulai dari berkomunikasi, mencari data dan informasi, hingga melakukan berbagai kegiatan transaksi barang dan jasa.
Maka dari itu, tidak mengherankan, seiring berjalannya waktu, dari tahun ke tahun persebaran jaringan internet di Indonesia semakin meluas. Di tahun 2024 ini misalnya, jumlah pengguna internet di Indonesia menyentuh angka 79,5% dari penduduk Indonesia, atau sekitar 221 juta jiwa. Angka ini meningkat dari tahun 2018 yang hanya sekitar 64,8%, 73,7% di tahun 2020, 77,01% di tahun 2022, dan 78,19% di tahun 2023 (apjii.or.id, 7/2/2024).
Semakin bertambahnya jumlah pengguna internet di Indonesia ini juga membuat provider penyedia jasa internet di Indonesia semakin meningkat. Pada tahun 2022 lalu misalnya, ada sekitar 828 perusahaan provider penyedia jasa internet di Indonesia. Angka ini meningkat dar tahun 2021 sebelumnya yang berjumlah sebanyak 611 perusahaan (katadata.co.id, 8/9/2023).
Adanya perusahaan penyedia jasa internet yang beragam ini tentu terlihat sebagai sesuatu yang positif untuk konsumen. Dengan adanya perusahaan yang beragam, maka akan terjadi kompetisi antar sesame pelaku usaha untuk memberikan layanan internet yang terbaik dan dengan harga yang terjangkau.
Tetapi kenyataannya ternyata cukup berbeda. Tidak jarang misalnya, para provider internet tersebut melakukan tindakan untuk memonopoli pasar jaringan internet di wilayah-wilayah tertentu, seperti perumahan atau apartemen. Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang berpotensi dapat merugikan para konsumen.
Beberapa waktu lalu misalnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam rapat kerjanya dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga menyampaikan hal tersebut, yang didapatkan dari laporan masyarakat. DPR dalam hal ini berharap KPPU juga bisa menangani adanya berbagai praktik anti kompetisi yang dilakukan oleh perusahaan provider penyedia jasa jaringan internet dengan menguasai daerah-daerah tertentu. Ketika sudah menguasai daerah tertentu misalnya, maka provider penyedia jasa internet lainnya tidak diperbolehkan masuk (rm.id, 18/9/2023).
Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa, berbagai praktik monopoli yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari peran pemerintah, terutama melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu pakar hukum bisnis dari Univesitas Islam Indonesia (UII) misalnya, menilai dominasi BUMN saat ini sudah termasuk berlebihan (uii.ac.id, 5/4/2021).
Adanya persaingan yang sehat tentu merupakan hal yang sangat penting bagi para konsumen. Di bidang telekomunikasi dan informasi misalnya, anggapan praktik monopoli tersebut umumnya dikenakan kepada perusahaan BUMN Telkom dan berbagai anak perusahaannya, karena memang Telkom memiliki dominasi yang sangat besar (harianjogja.com, 5/5/2024).
Terkait dengan hal tersebut, beberapa waktu lalu misalnya, perusahaan ternama asal Amerika Serikat, SpaceX, meluncurkan salah satu produk mereka, yakni provider jairngan internet berbasis satelit, Starlink, di Indonesia. Elon Musk selaku sebagai pemilik dan CEO Starlink sendiri yang meresmikan hal tersebut pada saat ini berkunjung ke pulau Bali di Indonesia (cnbcindonesia.com, 20/5/2024).
Starlink sendiri merupakan salah satu produk provider penyedia jasa internet yang diproduksi oleh SpaceX asal Amerika Serikat. Melalui Starlink, karena layanannya berbasis internet, maka produk tersbeut memiliki kelebihan yakni pemasangan yang relatif mudah dan cepat terutama di wilayah-wilayah yang sangat sulit untuk dijangkau oleh jaringan internet konvensional.
Masuknya Starlink ke Indonesia ini tentu merupakan hal yang positif kepada konsumen, karena memberikan pilihan yang semakin banyak. Terlebih lagi, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak desa-desa dan pemukiman di wilayah terpencil dengan akses internet yang sangat terbatas. Â Adanya layanan provoder penyedia jaringan internet berbasis satelit seperti starlink tentunya memberikan kesempatan agar daerah-daerah tersebut untuk mendapatkan akses jaringan internet yang lebih baik.
Tetapi, seperti yang diprediksikan, tidak sedikit pihak-pihak tertentu yang melancarkan kritik dan ketidaksetujuan mereka terhadap fenomena masuknya Starlink ke Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) misalnya, menyampaikan bahwa masuknya inovasi provider penyedia jasa jaringan internet berbasis satelit ini berpotensi dapat mengancam kelangsungan usaha telekomunikasi dalam negeri (inilah.com, 7/6/2024).
Tidak bisa dipungkiri bahwa, adanya pemain baru provider penyedia jasa internet di Indonesia tentu berpotensi akan membuat sebagian konsumen berpindah, dan meninggalkan provider lama. Tetapi hal lain yang tidak jarang kerap tidak dilihat adalah besarnya potensi yang ada bagi para konsumen melalui inovasi teknologi jaringan internet berbasis internet seperti Starlink.
Selain semakin menguatkan kompetisi misalnya, para penduduk dan warga Indonesia yang tinggal di daerah terpencil berpotensi memiliki akses internet yang cepat, yang tentunya akan memberikan banyak kesempatan bagi mereka untuk melakukan berbagai aktivitas. Melalui jaringan internet yang cepat dan reliable, mereka bisa mendapatan akses informasi yang sangat luas, bisa menjangkau pasar yang lebih luas menjual produk yang diproduksi misalnya, dan juga kesempatan untuk belajar berbagai hal baru yang seakan sering dianggap taken for granted oleh para penduduk yang tinggal di ibukota.
Sebagai penutup, kompetisi dan persaingan yang sehat merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga hak konsumen, agar mereka bisa mendapatkan produk dan layanan terbaik dengan harga yang terjangkau. Melalui kompetisi dan persaingan juga, para pelaku usaha akan "dipaksa" oleh pasar untuk berinovasi dan memperbaiki produk dan layanan mereka, yang tentunya akan berdampak pada kemajuan. Jangan sampai, karena dorongan dari pelaku usaha tertentu untuk menjaga pasar mereka melalui pembatasan kompetisi, hak dan kebebasan memilih konsumen menjadi tercederai, sehingga kemajuan bisa menjadi terhambat.
Referensi
https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/08/jumlah-perusahaan-penyedia-internet-di-indonesia-terus-bertambah-sampai-2022#:~:text=Menurut%20laporan%20Badan%20Pusat%20Statistik,ISP)%20di%20Indonesia%20pada%202022.
https://www.uii.ac.id/menyikapi-monopoli-dan-dominasi-bumn/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H