Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rokok, Vape, dan Kebijakan Kemasan Polos

15 Mei 2020   11:20 Diperbarui: 16 Mei 2020   01:21 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh kemasan polos produk tembakau | (David Hammond/University of Waterloo via indonesiadesignstudio.blog)

Produk tembakau merupakan salah satu sumber permasalahan kesehatan besar di berbagai negara. Berbagai produk tembakau, seperti rokok, telah terbukti dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis, seperti penyakit jantung, kanker, hingga gangguan kehamilan.

Tidak hanya itu saja, mereka yang dirugikan oleh penggunaan produk tembakau bukan hanya mereka yang mengkonsumsi produk tersebut, tapi orang-orang yang berada di sekitarnya. Asap yang berasal dari pembakaran produk tembakau mengandung ribuan zat beracun yang dapat dihirup oleh orang lain.

Oleh karena itu, berbagai negara mengeluarkan kebijakan yang ketat untuk mengendalikan peredaran dan mengurangi jumlah pengguna produk tembakau.

Kebijakan tersebut diantaranya adalah pelarangan penggunaan produk tembakau di tempat-tempat tertentu, seperti restoran dan transportasi umum, pajak dan cukai yang tinggi, hingga kebijakan kemasan polos (plain packaging).

Kebijakan kemasan polos, merupakan aturan dari pemerintah yang mewajibkan seluruh produsen produk tembakau, khususnya rokok, untuk menghilangkan merek pada kemasan dan diganti dengan kemasan polos yang seragam. Kemasan polos tersebut umumnya juga ditambahkan berbagai peringatan akan bahaya merokok bagi kesehatan, dan juga foto dari orang-orang yang terkena penyakit akibat mengkonsumsi produk tembakau.

Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi insentif seseorang untuk menggunakan produk tembakau seperti rokok, sehingga populasi perokok dapat berkurang. Kebijakan ini sudah diterapkan di berbagai negara, diantaranya Australia, New Zealand, dan negara-negara Eropa, seperti Prancis dan Britania Raya.

Akan tetapi, apakah kebijakan tersebut berhasil dan layak menjadi contoh bagi negara-negara lain?

*****

Australia merupakan negara pionir yang memberlakukan kebijakan kemasan polos untuk produk-produk rokok. Negara kangguru tersebut sudah menerapkan tobacco plain packaging policy sejak tahun 2012, dan merupakan negara yang dijadikan contoh oleh negara-negara lain yang ingin menerapkan kebijakan tersebut, seperti Prancis dan Britania Raya.

Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi jumlah populasi perokok di Australia. Akan tetapi, hasil dari kebijakan tersebut justru berbanding terbalik dari tujuannya.

Pada tahun pertama sejak aturan kemasan polos diberlakukan di Australia, jumlah perokok muda usia 12 – 24 tahun justru meningkat dari 12% di tahun 2012, menjadi 16% di tahun 2013. Kebijakan tersebut justru meningkatkan pengguna rokok linting dari 26% di tahun 2007, menjadi 33% di tahun 2013, dan 36% di tahun 2016. (Chaplia, 2020).

Selain itu, aturan kemasan polos di Australia juga meningkatkan penjualan rokok ilegal di pasar gelap. Pada tahun 2014, aparat penegak hukum di Australia menyita 182 ton produk ilegal, dan di tahun 2017 jumlah produk rokok ilegal yang disita meningkat menjadi 381 ton (Montanari, 2017).

Hal tersebut bisa dimengerti, karena bagi banyak perokok, merek atau brands merupakan hal yang sangat penting. Banyak pengguna produk tembakau yang selama bertahun-tahun setia menggunakan satu jenis produk saja, dan bila mereka tidak bisa mendapatkan produk bermerek dari toko legal, mereka akan berpindah ke pasar ilegal yang justru berbahaya.

Hasil yang sama juga terjadi di Britania Raya. Harian The Sun melaporkan, sejak Britania Raya menerapkan aturan kemasan polos untuk produk rokok di tahun 2017, jumlah perokok tetap meningkat, dari 16,5% di tahun 2017, menjadi 17,1% di tahun 2018. Selain itu, kebijakan kemasan polos di Britania Raya justru meningkatkan insentif para perokok untuk membeli produk tembakau ilegal di pasar gelap (The Sun, 2018).

Kebijakan kemasan polos di Prancis, yang diberlakukan pada awal tahun 2017, juga menunjukkan kegagalan. Hal ini bahkan diakui oleh Menteri Kesehatan Prancis, Agnes Buzyn, dimana ia mengatakan bahwa kebijakan kemasan polos telah gagal mengurangi penjualan produk tembakau (checkout.ie, 2017).

Kebijakan kemasan polos untuk produk tembakau sudah terbukti gagal di berbagai negara yang memberlakukannya. Bukan hanya hal tersebut tidak berhasil mengurangi jumlah perokok, kebijakan tersebut justru mendorong banyak perokok untuk membeli produk tembakau ilegal yang jauh lebih berbahaya di pasar gelap. Lantas, apakah hal tersebut merupakan satu-satunya permasalahan dari plain packaging policy?

Hal lain yang sering dilupakan ketika membahas kebijakan kemasan polos untuk produk tembakau adalah, aturan ini merupakan hal yang sangat melanggar hak kekayaan intelektual (HAKI).

HAKI dalam bentuk merek atau brands merupakan hal yang sangat penting untuk menunjukkan identitas sebuah perusahaan. Berbagai perusahaan, termasuk perusahaan tembakau tentunya, menghabiskan dana yang tidak kecil untuk riset dan berkreasi demi menghasilkan brands yang unggul yang dapat memikat konsumen.

Selain itu, bila aturan ini digeneralisir, apakah produk tembakau merupakan satu-satunya produk yang berbahaya bagi kesehatan?

Jawaban atas pertanyaan tersebut, tentu tidak. Berbagai produk minuman yang mengandung alkohol juga berpotensi merusak kesehatan. Begitu juga berbagai produk makanan cepat saji yang dapat meningkatkan obesitas, yang tentunya dapat membawa berbagai penyakit seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Meskipun demikian, apakah lantas pemerintah bisa secara sewenang-wenang mengharuskan seluruh produk makanan cepat saji dan minuman beralkohol untuk memberlakukan plain packaging? Apakah berarti seluruh restoran cepat saji dipaksa untuk tidak menunjukkan logo mereka, dan dibuat seragam sehingga kita tidak bisa membedakan restoran satu dengan restoran lainnya yang berbeda, hanya demi mencegah obesitas?

Hal tersebut tentu merupakan sesuatu yang sangat konyol dan tidak dapat diterima. Demikian pula dengan produk tembakau. Setiap produsen dan perusahaan, di dalam iklim ekonomi yang bebas, memiliki hak untuk menentukan dan membuat merek dan brands mereka masing-masing, untuk membedakan dirinya dari pesaingnya.

Apalagi, bila secara empiris kebijakan plain packaging sudah terbukti gagal total. Bukan saja hal tersebut tidak bermanfaat, kebijakan tersebut justru merampas properti intelektual yang dimiliki oleh perusahaan.

Lantas, bila demikian, adakah langkah yang sudah terbukti berhasil membuat perokok untuk berhenti?

Produk yang sudah terbukti berhasil membantu perokok untuk berhenti adalah produk rokok elektronik, atau yang dikenal dengan nama vape. Produk elektronik sendiri telah terbukti merupakan produk yang jauh lebih aman bagi kesehatan dibandingkan dengan rokok konvensional yang dibakar.

Berdasarkan laporan pers tahun 2015 yang dirilis oleh lembaga Pemerintah Inggris, Public Health England (PHE) misalnya, yang berada dibawah Departemen Kesehatan Britania Raya, bahan-bahan yang terkandung di dalam rokok elektronik jauh lebih aman daripada rokok konvensional. PHE bahkan menyatakan bahwa rokok elektronik 95% lebih aman daripada rokok kovensional pada umumnya (Public Health England, 2015).

Penggunaan rokok elektronik sebagai solusi efektif bagi perokok untuk berhenti merokok juga diadvokasi oleh badan pengelola sarana kesehatan publik di Britania Raya, National Health Service (NHS). NHS melalui websitenya menulis bahwa dalam kurun waktu 2018-2019, 2/3 dari pengguna vape di Britania Raya telah berhasil berhenti dari rokok konvensional (National Health Service, tanpa tahun).

NHS menjelaskan melalui websitenya, bahwa kandungan nikotin di dalam rokok elektronik dapat membantu keinginan para perokok untuk memenuhi keinginan untuk mengkonsumsi zat nikotin tersebut. Nikotin, tidak seperti yang dianggap banyak orang, meskipun adiktif, relatif aman bagi kesehatan. Yang membuat rokok konvensional berbahaya bukanlah nikotin yang terkandung di dalamnya, melainkan ribuan zat-zat kimia lain.

Sebagai penutup, kebijakan kemasan polos bagi produk tembakau sudah terbukti merupakan kebijakan yang gagal di berbagai negara. Bukan hanya gagal mengurangi jumlah perokok, kebijakan tersebut justru sangat berbahaya karena meningkatkan penjualan rokok ilegal di pasar gelap.

Sudah selayaknya, para pembuat kebijakan, bila ingin menurunkan jumlah pengguna rokok, beralih ke solusi yang sudah terbukti sukses dalam mencapai tujuan tersebut, yakni melalui produk rokok elektronik.

Referensi:

consumerchoicecenter.org Diakses pada 06 Mei 2020, pukul 20.05 WIB.
forbes.com Diakses pada 06 Mei 2020, pukul 21.35 WIB.
thesun.co.uk Diakses pada 06 Mei 2020, pukul 22.50 WIB.
checkout.ie Diakses pada 07 Mei 2020, pukul 00.30 WIB.
gov.uk Diakses pada 07 Mei 2020, pukul 01.25 WIB.
nhs.uk Diakses pada 07 Mei 2020, pukul 02.45 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun