Mohon tunggu...
Haikal Kurniawan
Haikal Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rokok, Vape, dan Kebijakan Kemasan Polos

15 Mei 2020   11:20 Diperbarui: 16 Mei 2020   01:21 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh kemasan polos produk tembakau | (David Hammond/University of Waterloo via indonesiadesignstudio.blog)

Pada tahun pertama sejak aturan kemasan polos diberlakukan di Australia, jumlah perokok muda usia 12 – 24 tahun justru meningkat dari 12% di tahun 2012, menjadi 16% di tahun 2013. Kebijakan tersebut justru meningkatkan pengguna rokok linting dari 26% di tahun 2007, menjadi 33% di tahun 2013, dan 36% di tahun 2016. (Chaplia, 2020).

Selain itu, aturan kemasan polos di Australia juga meningkatkan penjualan rokok ilegal di pasar gelap. Pada tahun 2014, aparat penegak hukum di Australia menyita 182 ton produk ilegal, dan di tahun 2017 jumlah produk rokok ilegal yang disita meningkat menjadi 381 ton (Montanari, 2017).

Hal tersebut bisa dimengerti, karena bagi banyak perokok, merek atau brands merupakan hal yang sangat penting. Banyak pengguna produk tembakau yang selama bertahun-tahun setia menggunakan satu jenis produk saja, dan bila mereka tidak bisa mendapatkan produk bermerek dari toko legal, mereka akan berpindah ke pasar ilegal yang justru berbahaya.

Hasil yang sama juga terjadi di Britania Raya. Harian The Sun melaporkan, sejak Britania Raya menerapkan aturan kemasan polos untuk produk rokok di tahun 2017, jumlah perokok tetap meningkat, dari 16,5% di tahun 2017, menjadi 17,1% di tahun 2018. Selain itu, kebijakan kemasan polos di Britania Raya justru meningkatkan insentif para perokok untuk membeli produk tembakau ilegal di pasar gelap (The Sun, 2018).

Kebijakan kemasan polos di Prancis, yang diberlakukan pada awal tahun 2017, juga menunjukkan kegagalan. Hal ini bahkan diakui oleh Menteri Kesehatan Prancis, Agnes Buzyn, dimana ia mengatakan bahwa kebijakan kemasan polos telah gagal mengurangi penjualan produk tembakau (checkout.ie, 2017).

Kebijakan kemasan polos untuk produk tembakau sudah terbukti gagal di berbagai negara yang memberlakukannya. Bukan hanya hal tersebut tidak berhasil mengurangi jumlah perokok, kebijakan tersebut justru mendorong banyak perokok untuk membeli produk tembakau ilegal yang jauh lebih berbahaya di pasar gelap. Lantas, apakah hal tersebut merupakan satu-satunya permasalahan dari plain packaging policy?

Hal lain yang sering dilupakan ketika membahas kebijakan kemasan polos untuk produk tembakau adalah, aturan ini merupakan hal yang sangat melanggar hak kekayaan intelektual (HAKI).

HAKI dalam bentuk merek atau brands merupakan hal yang sangat penting untuk menunjukkan identitas sebuah perusahaan. Berbagai perusahaan, termasuk perusahaan tembakau tentunya, menghabiskan dana yang tidak kecil untuk riset dan berkreasi demi menghasilkan brands yang unggul yang dapat memikat konsumen.

Selain itu, bila aturan ini digeneralisir, apakah produk tembakau merupakan satu-satunya produk yang berbahaya bagi kesehatan?

Jawaban atas pertanyaan tersebut, tentu tidak. Berbagai produk minuman yang mengandung alkohol juga berpotensi merusak kesehatan. Begitu juga berbagai produk makanan cepat saji yang dapat meningkatkan obesitas, yang tentunya dapat membawa berbagai penyakit seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Meskipun demikian, apakah lantas pemerintah bisa secara sewenang-wenang mengharuskan seluruh produk makanan cepat saji dan minuman beralkohol untuk memberlakukan plain packaging? Apakah berarti seluruh restoran cepat saji dipaksa untuk tidak menunjukkan logo mereka, dan dibuat seragam sehingga kita tidak bisa membedakan restoran satu dengan restoran lainnya yang berbeda, hanya demi mencegah obesitas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun