Mohon tunggu...
Haihai Bengcu
Haihai Bengcu Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hanya seorang Tionghoa Kristen yang mencoba untuk melakukan sebanyak mungkin hal benar. Saling MENULIS agar tidak saling MENISTA. Saling MEMAKI namun tidak saling MEMBENCI. Saling MENGISI agar semua BERISI. Saling MEMBINA agar sama-sama BIJAKSANA.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kudeta Mei 98?

25 Mei 2016   14:28 Diperbarui: 25 Mei 2016   14:54 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adrian

Kudeta Mei 98 adalah kisah nyata. Presiden menyelamatkan NKRI dengan Inpres No 16 Tahun 1998 dengan mengangkat Wiranto dan Subagyo wakilnya menjadi Panglima Komando Operasi Keamanan dan Keselamatan Nasional.

Mencegat Di Tikungan

Gerakan “Reformasi Damai” mahasiswa dilakukan tanpa kekerasan dan sesuai UUD 45. Itu sebabnya tidak mengancam keamanan dan keselamatan nasional. Juga tidak ada gerakan masyarakat yang bersifat anarkis pada Mei 1998. Itu sebabnya, Inpres No 16 Tahun 1998 mustahil dikeluarkan Soeharto untuk mengamankan dan menyelamatkan NKRI dari mahasiswa dan masyarakat.

Ancaman Amien Rais hari Senin 18 Mei 1998 siang untuk memimpin demonstrasi sejuta umat ke Monas pada tanggal 20 Mei 1998 adalah kisah nyata atau pepesan kosong belaka? Amin Rais memang punya masa Muhamadiyah namun apakah masa mahasiswa mendukungnya dua saat itu?

Senin 18 Mei 1998, siang, Amien Rais keluar dari gedung MPR (Nusantara 3) dengan gagah perkasa untuk menyambut sekitar 4.000 mahasiswa Forkot (Forum Kota) di halaman gedung MPR. Kwik Kian Gie menjadi saksi mata karena dia berada dan berorasi kepada mahasiswa di tempat itu saat itu.

Sambil melambaikan tangan Amien Rais naik ke atap mobil yang lalu melaju mendekati kumpulan. Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat, ali-ali mengelu-elukannya sebagai pemimpin, mahasiswa-mahasiswa itu justru melemparinya dengan botol dan gelas air kemasan serta sisa nasi bungkus sambil mencaci-maki dan mengejek menghinanya.

Anggota DPR, Adian Yunus Yusak Napitupulu dari PDIP adalah saksi kejadian tersebut karena dia adalah salah satu pimpinan Forkot yang melakukan aksi tersebut.

Siang itu Forkot mulai bergerak keluar dari gedung MPR. Tujuannya ke istana merdeka. Tentu saja mereka di hadang oleh aparat.

Siang itu Amien Rais mengadakan jumpa pers di gedung MPR akan memimpin demonstrasi sejuta umat ke Monas pada tanggal 20 Mei 1998. Pernyataan Amin Rais itu disiarkan oleh radio-radio dan televisi serta mas media lainnya.

Pertanyaannya adalah, “Dengan masa dari manakah Amin Rais yang diejek dan dihina serta dilempari mahasiswa di gedung MPR memimpin demonstrasi sejuta umat ke Monas?”

Suhu hai hai pun berkata, “Meskipun cerdik namun tindakan mencegat di tikungan lalu berlagak pemimpin perjuangan reformasi demikian adalah pepesan kosong.”

Karena gagal menyerang istana maka Forkot pun bergerak kembali ke gedung MPR. Saat itu mahasiswa pun saling meyakinkan bahwa presiden adalah mandataris MPR dan MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Itu sebabnya tindakan yang benar adalah memberi amanat kepada MPR untuk melengserkan Soeharto. Bukan menyerang Istana.  Itu sebabnya mahasiswa pun bertekad tetap menguasai gedung MPR dan melupakan istana.

Banyak mahasiswa yang saat itu pun mengejek, “Melakukan demontrasi sejuta umat di Monas dengan Amin Rais? Tak U U ya!”

Kudeta Mei 98

Pada tanggal 12 Mei 1998 di Jakarta hanya ada 3 kompi alias 540 – 600 prajurid Kostrad. Meskipun tidak diizinkan oleh Mabes ABRI (Panglima) namun Prabowo menggerakkan pasukan Kostrad atas biaya sendiri sehingga pada tanggal 16 Mei 1998, minimal ada 20 batalion alias 14.000 - 20.000 prajurid Kostrad gentayangan di Jakarta. Kompi jumlahnya 180-200 prajurit. Batalion jumlahnya 700-1.000 prajurit.

Pada waktu yang bersamaan Danjen Kopassus juga menggerakkan ke 4 grup pasukan Kopassus ke Jakarta tanpa perintah Mabes ABRI (Pangab).

“Bukankah tindakan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) menggerakan pasukan tanpa izin Mabes ABRI (Panglima)  namanya kudeta?”

“Bukankah tindakan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) menggerakan pasukan tanpa izin Mabes ABRI (Panglima) namanya kudeta?”

Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa hormat, bukankah karena Panglima ABRI dikudeta oleh Pangkostrad dan Danjen Kopassus, itu sebabnya Presiden alias Panglima Tertinggi NKRI mengeluarkan Inpres No 16 Tahun 1998 tentang Panglima Komando Operasi Keamanan dan Keselamatan Nasional?

Lenong Demonstrasi Sejuta Umat

Kivlan Zen mengaku mati-matian mencegah demonstrasi yang digalang Amien Rais, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, pada 20 Mei di kawasan Monas. Dia mengaku memerintahkan pasukannya membawa peluru tajam untuk menghadang massa. ”Saya sempat meminta Prabowo menemui Amien agar membatalkan niatnya. Jika tidak, dia bisa ditembak anak buah saya atau saya tangkap,” ujar Kivlan kepada Tempo. Dia juga mengatur agar tank dan panser ditempatkan di pusat kota. ”Lindas mereka yang memaksa masuk Monas dengan tank!,” ujar Kivlan kepada pasukannya saat itu.

Faktanya gagasan Amin Rais memprovokasi mahasiswa untuk melakukan Demonstrasi Sejuta Umat di Monas tanggal 20 Mei 1998 sejak awal tidak ada peminatnya. Tidak ada satu LSM maupun kelompok mahasiswa pun yang mendukungnya. Itu berarti satu-satunya orang yang mau  “unjuk rasa sejuta umat di Monas” cuman Amin Rais.

Itu juga berarti satu-satunya orang yang berhasil dicegah oleh Prabowo dan Kivlan Zen untuk “unjuk rasa sejuta umat di Monas” cuman Amin Rais.

Karena faktnya memang demikian maka, tindakan pasukan Kostrad mengamankan Istana dan Monas dari unjuk rasa sejuta umat pimpinan Amien Rais adalah pertunjukan lenong tanpa penonton. Kenapa demikian? Karena faktanya Amien Rais bukan pemimpin reformasi. Meskipun berlagak pemimpin reformasi namun faktanya Amien Rais tidak punya masa yang diajak demonstrasi ke Monas. Bahkan dia dibenci dan dihina oleh mahiswa waktu mencoba memimpin mereka di gedung MPR.

Sesungguhnya, siapa yang mengancam keamanan dan keselamatan nasional pada tanggal 20 Mei 1998? Tentu saja Danjen Kopassus dan Pangkostrad yang membangkang perintah Panglima ABRI Wiranto. Tindakan keduanya disebut MAKAR alias KUDETA. Kenapa demikian?

Kenapa Wiranto tidak pernah mengakui dirinya dikudeta oleh Danjen Kopassus dan Pangkostrad pada Mei 1998? Saya tidak tahu! Karena menganggapnya AIB bagi ABRI dan dirinya sendiri itu sebabnya Wiranto menyebutnya “masalah konsolidasi”? Saya tidak tahu. Namun kita tahu, Pangkostrad dan Danjen Kopassus memang makar saat itu. Dan kita juga tahu ABRI menganut doktrin pertentangan di dalam ABRI tidak boleh diketahui umum?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun