Faktanya gagasan Amin Rais memprovokasi mahasiswa untuk melakukan Demonstrasi Sejuta Umat di Monas tanggal 20 Mei 1998 sejak awal tidak ada peminatnya. Tidak ada satu LSM maupun kelompok mahasiswa pun yang mendukungnya. Itu berarti satu-satunya orang yang mau “unjuk rasa sejuta umat di Monas” cuman Amin Rais.
Itu juga berarti satu-satunya orang yang berhasil dicegah oleh Prabowo dan Kivlan Zen untuk “unjuk rasa sejuta umat di Monas” cuman Amin Rais.
Karena faktnya memang demikian maka, tindakan pasukan Kostrad mengamankan Istana dan Monas dari unjuk rasa sejuta umat pimpinan Amien Rais adalah pertunjukan lenong tanpa penonton. Kenapa demikian? Karena faktanya Amien Rais bukan pemimpin reformasi. Meskipun berlagak pemimpin reformasi namun faktanya Amien Rais tidak punya masa yang diajak demonstrasi ke Monas. Bahkan dia dibenci dan dihina oleh mahiswa waktu mencoba memimpin mereka di gedung MPR.
Sesungguhnya, siapa yang mengancam keamanan dan keselamatan nasional pada tanggal 20 Mei 1998? Tentu saja Danjen Kopassus dan Pangkostrad yang membangkang perintah Panglima ABRI Wiranto. Tindakan keduanya disebut MAKAR alias KUDETA. Kenapa demikian?
Kenapa Wiranto tidak pernah mengakui dirinya dikudeta oleh Danjen Kopassus dan Pangkostrad pada Mei 1998? Saya tidak tahu! Karena menganggapnya AIB bagi ABRI dan dirinya sendiri itu sebabnya Wiranto menyebutnya “masalah konsolidasi”? Saya tidak tahu. Namun kita tahu, Pangkostrad dan Danjen Kopassus memang makar saat itu. Dan kita juga tahu ABRI menganut doktrin pertentangan di dalam ABRI tidak boleh diketahui umum?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H