Â
 Disaat mencoba dalam memahami dari suatu hadis, kita tidak bisa hanya dengan melihat dari kontekstualnya saja, akan tetapi kita juga harus memiliki ilmu diantaranya asbabul wurud dalam menganalisa suatu hadis. Yang menjadi persoalan akhir-akhir ini adalah kebanyakan orang mengutip sebuah hadis dan menggembor-nggemborkan hadis untuk mendukung setiap pembicaraannya yang mana tanpa mengetahui sebab-sebab munculnya suatu hadis sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman dan kekeliruan dalam mengartikannya. Maka dari itu, sangatlah penting untuk mengetahui tentang asbabul wurud dalam suatu hadis, dikarenakan ilmu asbabul wurud sebagai salah satu alat untuk menganalisis dan menjelaskan hadis yang masih sulit dipahami.
Sebelumnya, kita harus mengetahui apa arti dari ilmu asbabul wurud itu sendiri,  secara etimologis, "asbabul wurud" adalah  susunan gabungan kata yang berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata asbab ialah bentuk jamak dari kata "sabab", yang berarti segala sesuatu yang dapat menghubungkan kepada sesuatu yang lain. Sedangkan kata "wurud'' ialah bentuk jamak dari kata isim masdar (kata benda abstrak) dari warada, yaridu, wurudan yang berarti datang atau sampai.  Sedangkan asbabul wurud secara terminologi adalah
Artinya : "segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuan".
 Nah, kita sudah mulai membahas mengenai urgensi dari dari asbabul wurud. Asbabul wurud  memiliki peranan yang penting dalam memahami suatu hadis. Memperhatikan konteks historisitas lahirnya suatu hadis juga sangatlah penting, karena dapat menghindarkan apabila terjadi kesalahpahaman dalam menangkap makna atau pesan yang dikandungnya.
Adapun urgensi tentang asbabul wurud menurut Imam as-Suyuthi ada 6, antara lain  :
1. Menentukan adanya takhshish hadis yang bersifat umum
  Contoh dari asbab al-wurud sebagai takhsis terhadap sesuatu yang masih bersifat umum ialah hadis Musnad bin Hanbal Banyak diantara hadis Nabi yang masih bersifat umum, seperti:
"telah mencritakan Abdullah, menceritakan kepada saya ayahnya,
menceritakan Yahya Ibn Sa'id, berkata Syu'aibah, menceritakan Manshur dari Halal Ibn Yasaf dari Ayahnya Yahya dari Abdullah ibn 'Amru dari Nabi SAW. Bersabda: sholat orang yang sambil duduk pahalanya setengah dari orang yang sholat sambil berdiri."
 Asbabul wurud dari hadits diatas ialah saat penduduk madinah sedang terjangkit suatu penyakit. Kebanyakan diantara para sahabat melakukan sholat
sunnah sambil duduk. Namun ketika itu Rasulullah
mengetahui para sahabat melakukan sholat sunnah sambil duduk walaupun dalam keadaan sehat. Kemudian Rasulullah bersabda sebagaimana hadis diatas. Mendengarkan sabda Rasulullah para sahabat yang tidak sakit kemudian sholat sunnah dengan berdiri.
2. Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak
   Contohnya seperti hadis berikut:
    "Siapa yang merintis perbuatan baik, lalu diamalkannya dan diamalkan pula oleh orang-orang yang sesudahnya, maka ia    memperoleh pahala untuk itu, ditambah pula dengan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnahnya itu sesudah dia, tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa yang merintis perbuatan jahat, lalu ia kerjakan dan dikerjakan pula oleh orang-orang sesudahnya, maka ia akan memperoleh dosa untuk itu,
  Perbuatan yang dimaksud oleh hadits di atas mencakup perbuatan yang baik dan buruk adalah bersifat mutlak. Setelahnya, muncul hadits yang menerangkan maksudnya yaitu bahwa yang dimaksud dengan sunnah dalam hadits tersebut di atas adalah perbuatan-perbuatan yang ada nashnya dalam Islam.
3. Mentafshil (merinci) hadis yang masih bersifat global
   Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas:
    "Rasulullah memerintahkan kepada Bilal agar menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah"
   Jika dilihat dari asbab wurudnya yang dimaksud adalah dimana sahabat Abdullah bin Zaid dimana beliau bermimpi didatangi oleh  seseorang kemudian mengajarinya lafal adzan dan iqomah, kemudian beliau bangun dari tidurnya dan segera menghubungi sahabat Bilal bin Rabbah guna mengajarinya lafal adzan dan iqomah.
4. Menentukan ada atau tidak adanya naskh-mansukh dalam suatu hadis
   Contoh dalam hadis Rasulullah yang artinya:
    Hadis yang dihapus (nasikh):
     "Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Nashir dari Abdullah bin
Shalih dan Yahya ibn Abdullah bin Bakir dari al-Laits bin Sa'id menceritakan kepadaku Qatadah bin Da'amah al Basyriy dari al-Hasan dan Tsauban, dari Rasulullah Saw. Bersabda; batal puasa bagi orang yang membekam dan dibekam.
    Hadis yang menghapus (mansukh):
     "Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir, mengabarkan
kepada kami Sufyan dari Zaid bin Aslan dari seorang lelaki dari sahabatnya dari seorang lelaki dari golongan sahabat Nabi SAW. Berkata, bersabda Rasulullah SAW. "tidak batal puasa orang yang muntah, orang yang bermimpi kemudian keluar sperma dan yang berbekam."
5. Menjelaskan 'illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
    Contoh dari hadits Nabi yang melarang meminum air langsung dari mulut bejana. Dikarenakan, suatu saat disampaikan kepada Rasulullah bahwa ada seorang laki-laki minum langsung dari mulut bejana, lalu ia pun sakit perut, maka Nabi pun lalu melarang minum langsung dari mulut bejana.
6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dipahami)
   Contoh hadis Nabi;
    "Siapa yang mempercayai perhitungan, niscaya ia disiksa di hari kiamat".Â
   Adapun sebab-sebab munculnya hadits ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Aiysah, "Rasulullah berkata: siapa yang dihisab, niscaya ia akan disiksa di hari kiamat. Lalu Aisyah berkata: Bukankah Allah berfirman: "Maka ia akan dihitung dengan perhitungan yang mudah"? dan beliau menjawab: "Bukan, itu hanya formalitas". Jadi, siapa yang dihisab, akan disiksa"
    Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya asbabul wurud merupakan konteks historitas, baik itu berupa peristiwa-peristiwa atau pertanyaan-pertanyaan yang terjadi pada saat hadis itu yang disampaikan oleh Nabi SAW. Ia dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan apakah hadis tersebut bersifat umum atau khusus, mutlak atau muqayyad, naskh atau mansukh dan lain sebagainya. Selain itu, memperhatikan konteks historisitas lahirnya suatu hadis juga sangatlah penting, karena dapat menghindarkan apabila terjadi kesalahpahaman dalam menangkap makna atau pesan yang dikandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2014. "Asbab Al-Wurud", Jurnal TAHDIS , Vol. 6, No. 2.
Agus Solahudin dan Agus Suryadi. Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2017
Rodina Risky Nasution, Makalah hadits asbabul wurud, jurnal makalah UIN Sumatra utara, ta.2018, 9 hal.
Widiya Putri, asbabul wurud dan urgensina dalam pendidikan islam, jurnal pendidikan, UIN Sunan kalijaga Yogyakarta, ta,2020, vol 4, 23 hal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H