JURNAL 1
Nama Reviewer: Hafriah Dwi Lestari (4382_20)
Nama Dosen Pembimbing : Bapak Markus Marselinus Soge,S.H.,M.H
Judul Artikel : Pertimbangan Hukum Penempatan Narapidana dan Tahanan Di Rumah Tahanan Negara Pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur
Nama Penulis Artikel : Yesi S.Dolo, Jimmy Pello, Dhey W. Tadeus, Royyan Hafizi
Nama Jurnal : JOSR: Journal of Social Research
Penerbit : IJSR Internasional Journal Labs,Â
Tahun Terbit : 2022
Link Artikel Jurnal: https://ijsr.internationaljournallabs.com/index.php/ijsr/article/view/297
A. Pendahuluan/Latar Belakang (Isu/Masalah Hukum)
Latar belakang jurnal ini membahas permasalahan terkait penempatan narapidana dan tahanan di Rutan dan Lapas pada Kanwil Kemenkumahan Nusa Tenggara Timur. Jurnal ini mencatat Overcapacity sebesar 132,35% pada Februari 2020, dan pada daerah NTT sendiri mengalami 16% kelebihan penghuni. Kondisi ini menciptakan  masalah serius, yaitu penempatan Narapidana ke Rutan, sehingga menyebabkan kendala dalam pelaksanaan pembinaan. Fokus penelitian ini adalah mengenai pengaturan penempatan narapidana di rumah tahanan negara di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur, khususnya mereka yang memiliki sisa masa pidana lebih dari 12 bulan, serta sejauh mana pengaturannya sesuai dengan ketentuan hukum. Penelitian ini dianggap penting karena menggambarkan tantangan serius dalam sistem peradilan pidana Indonesia dan menekankan perlunya pemahaman lebih lanjut tentang penempatan narapidana di Rutan dan pemenuhan prinsip persamaan dalam hukum.
B. Konsep/Teori dan Tujuan PenelitianÂ
Tujuan dari jurnal ini adalah untuk menganalisis kerangka hukum yang mengatur penempatan narapidana dan tahanan di Kementerian Hukum dan HAM NTT dan Juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan narapidana dan tahanan, terutama narapidana yang sisa masa pidananya lebih dari 12 bulan di Rutan.Â
C. Metode Penelitian  Hukum Normatif
- Obyek Penelitian  Â
Obyek penelitian dari jurnal ini adalah pengaturan dan pertimbangan hukum terhadap penempatan narapidana dan tahanan pada Lapas dan Rutan dalam lingkungan Kanwil Kemenkumham NTT serta faktor-faktor yang memengaruhi keputusan penempatan mereka di Lapas dan Rutan.
- Pendekatan Penelitian
Dalam metode penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan yang beragam untuk menggali pemahaman yang mendalam tentang pengaturan dan pertimbangan hukum terkait dengan penemoatan narapidana dan tahanan di Kanwil kemenkumham NTT. Pendekatan hukum normatif digunakan untuk menganalisis aspek hukum, sementara pendekatan hukum empiris digunakan untuk memahami implementasi hukum dalam praktiknya. Selain itu, pendekatan sosiologis hukum dan antropologi hukum digunakan untuk memahami aspek-aspek sosial dan budaya yang memengaruhi penempatan narapidana dan tahanan.
- Jenis dan sumber data penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis data dan sumber data yang mencakup berbagai aspek penelitian hukum normatif dan empiris. Seperti, Data Sekunder: Data ini diperoleh dari sumber-sumber yang sudah ada dan digunakan sebagai referensi dalam penelitian. Contoh data sekunder yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, dan dokumen-dokumen hukum terkait, dan pengkajian terhadap dasar hukum dan peraturan yang relevan untuk memahami prinsip-prinsip yang mengatur penempatan narapidana dan tahanan.
- Teknik pengumpulan, pengelolaan dan analisis data
Dengan mengumpulkan peraturan, kebijakan, dokumen dan penelitian terdahulu yang relevan. Kemudian dilakukan analsisi serta perbandingan untuk mengambil kesimpulan terkait pengaturan dan pertimbangan hukum penempatan narapidana dan tahanan.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan PenelitianÂ
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa secara yuridis peratutan terkait penempatan narapidana dan tahanan yaitu berbeda. Narapidana harus ditempatkan  di Lembaga Pemayaraktan (Lapas), sedangkan tahanan haris ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan). Hal ini didasarkan pada perbedaan status hukum antara narapidana  dan tahanan . Dalam Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pada pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Lembaga yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk meelaksanakan Pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, Selanjutnya pada Pasal 15 Ayat (1) bahwa: narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.  Selanjunya dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2015 tentang pengamanan pada Lapas dan Rutanpasal 1 ayat (2) Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya disebut Rutan  adalah tempat tersangka atau terdakwa di tahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dalam menjalani masa tahanannya akan dilaksanakan pelayanan hukum dan perawatan bagi mereka.
Pengaturan organisasi dan tata kerja Lembaga Pemasyaraktan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) dilihat dari Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2011 tentang Organisasi dan tata kerja Kemenkumham, menunjukkan struktur yang berbeda dan berlanjut pada perlakuan yang berbeda pula bagi narapidana dan tahanan dalam proses hukum (perbedaan hak dan kewajiban serta pelayanan yang diberikan). Perbedaan yang mendasar adalah narapidana berhak dibina di Lapas, sementara tahanan berhak dirawat di Rutan. selanjutnya dalam perkembangan sistem peradilan pidana di Indonesia maka beberapa peraturan yang dikeluarkan guna mendukung penempatan yang semestinya sepertiKeputusan Menteri Kehakiman No.M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara. Namun pada akhirnya ini belum bisa membendung penempatan narapidana tahanan secara semestinya.
Ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Kanwil kemenkumham NTT yang menempatkan tahanan di Lapas namun tetap dalam aturan seperti melakukan penggolongan aas dasar umur, Jenis kelamin, lama pudana, jenis kejahatan dan kriteria lainnya. Contohnya pada Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang yang mempunyai Blok tahanan tesendiri. selnjutnya penempatan Narapidana di Rutan , dikarena adanya overcapsity di Lapas sehingga mengharuskan narapidana ditempakan di rutan. Ini dilakukan atas dasar kebiajakn yang di ambil yaitu Kebijakan non penal yang dimaksud adalah kebijakan non hukum pidana yang diambil berdasarkan pertimbangan kapasitas daya tampung Lapas, dan tidak mempertimbangkan penanggulangan kejahatan terhadap narapidana. Di kanwil Kemenkumham NTT sendiri ada 773 narapidana yang ditempatkan di Rutan.
Narapidana yang ditempatkan di Rutan tidak mendapat pembinaan seperti halnya di Lapas. Hal ini dikarenakan Rutan tidak memiliki spesifikasi pembinaan terhadap narapidana, baik dari segi sumberdaya petugas sebagai pembina maupun sarana prasarana penunjang proses pembinaan. Adanya narapidana yang ditempatkan di Rutan menunjukkan ketidaktaatan terhadap norma hukum Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Hal ini dikarenakan penempatan narapidana harus dipisahkan, diataranya berdasarkan lama pidana yang dijatuhkan dan jenis kejahatan.
E. Kelebihan dan Kekurangan artikel , serta SaranÂ
- Kelebihan
Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang pengaturan penempatan narapidana dan tahanan. Penelitian ini menyajikan data dan referensi yang kuat, mencakup hukum dan peraturan yang relevan serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Hal ini mendukung validitas temuan penelitian.
- Kekurangan
Tidak menyediakan data primer seperti wawancara dengan narapidana, petugas lapas, atau pihak berwenang terkait. Data primer dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang permasalahan di lapangan. Meskipun penelitian ini mengidentifikasi masalah penempatan narapidana dan tahanan, tidak banyak memberikan alternatif solusi atau rekomendasi yang konkret untuk mengatasi masalah tersebut.
- Saran
Melakukan analisis lebih mendalam tentang aspek kebijakan hukum yang memengaruhi penempatan narapidana dan tahanan di Indonesia, termasuk Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait. Ini dapat membantu dalam memahami relevansi aturan yang ada.
JURNAL 2
Nama Reviewer : Hafriah Dwi Lestari (4382_20)
Nama Dosen Pembimbing : Bapak Markus Marselinus Soge,S.H.,M.H
Judul Artikel : Pengatur Pendampingan Narapidana Yang Menderita Gangguan Mental selama Menempuh Hukuman di Lapas
Nama Penulis Artikel : Siti Aisyah
Nama Jurnal : Jurnal Humaya :Jurnal hukum, Humaniora, Masyarakat dan BudayaÂ
Penerbit : Jurnal UT Humaya Fakultas Hukum dan Ilmu Pemerintah
Tahun Terbit : June 2023
Link Artikel Jurnal : https://jurnal.ut.ac.id/index.php/humaya_fhisip/article/view/5242/1497
A. Pendahuluan/Latar Belakang (Isu/Masalah Hukum)
Masalah gangguan kejiwaan dan kesehatan mental merupakan isu yang semakin mendalam di masyarakat. Penyakit mental tidak memandang usia, status sosail, atau jabatan seseorang, dan dapat memengaruhi siapa sajam temasuk anak-anak, remaja orang kayam orang miskim dan bahkan narapidana di lembaga pemasyarakatan, gangguan kejiwaan dapat dipicu oleh berbagai faktor, termasuk stress, kegagalan bisnis, permasalahan politi dan lain sebagainya. dalam konteks narapidana, lingkungan yang keras dan kehilangan kebebasan mereka di dalam lembaga pemsyarakatan dapat memicu stress yang parah, yang pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan kejiwaan yang serius.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemahaman tentang hubungan antara gangguan kejiwaan dan perilaku kriminal telah berkembang, dan banyak negara telah mulai mengakui perlunya perawatan khusus bagi narapidana dengan gangguan kejiwaan. Di Indonesia, neskipun kasus narapidana dengan gangguan kejiwaan seperti Zabir Bin Ilyas dan Ishak Simanjutak telah tercatat, masih terdapat kurangnya perhatian dan penanganan yang memadai terhadap masalah ini dalam sistem pemasyarakatan. Hal ini dapat berdampal negatif pada upaya rehabilitasi narapidana dan pemahaman masyarakat terhadap program-program rehabilitasi yang sedang berlangsung.
Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang lebih serius dari pemerintah dan lembaga pemasyarakatan terhadap kesehatan mental narapidana, Upaya rehabilitasi dan pembinaan yang terfokus pada pemulihan kesehatan mental narapidana dengan kolaborasi antara lemabaga Pemasyarakatan, layanan kesehatan, ahli psikiatri, serta melibatkan keluarga narapidana dan dukungan pasca pembebbasan, sangat penting. Semua tindakan ini harus didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan etika yang mengakui hak-hak narapidana dengan ganggguan kejiwaan, dengan tujuan memberikan kesempatan untuk pemulihan dan reingritas mereka ke dalam masyarakat secara aman dan manusiawi.
B. Konsep/Teori dan Tujuan PenelitianÂ
Konsep dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengidentifikasikan upaya bantuan pencabutan dan pemulihan diri bagi narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan selama menjalani masa hukuman di Lapas Kelas IA Surabaya. selanjutnya mengkaji cara pemulihan dan menganalisi status hukum narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan, termasuk kasus yang menyebabkan hilang akal (gila) saat berada dalam lapas.
C. Metode Penelitian Hukum Normatif
- Obyek Penelitian
Obyek penelitian dalam artikel ini adalah ketentuan hukum yang mengatur hukuman bagi narapidana yang mengalami gangguan psikis atau kehilangan akal (gila) selama menjalani hukuma di dalam Lapas.
- Pendekatan Penelitian
Penelitian artikel ini, menggunakan tiga metode pendekatan yaitu menggunakan pendekatan analisis kasus, analisis perundang-undangan dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dari ketiga metode pendekatan tersebut digunakan secara bersamaan dari melihat berbagai sudut tinjauan dalam hukum pidana yang terkait dengan narapidana yang kehilangan akal (gila) pada saat menjalani hukuman di dalam lapas.
- Jenis dan sumber data penelitian
Menggunakan kajian yuridis normatif yaitu jenis penelitian dengan mengkaji hukum yang bertujuan untuk mengevaluasi keselarasan atara peraturan hukum terteenti (dalam hal ini, peraturan tentang lembaga pemsyarakatan). penelitiam ini mengggunakan pendekatan hukum normatif dengan menganalisis dari berbagai sumber seperti artikel, jurnal, buku, skripsi, tesis dan peraturan hukum seperti Undang-Undang No. 22 tahun 2022 tentang pemasyarakatan, KUHP, Peraturan Pemerintah dan konsep-konsep terkait. Ini dugunakan untuk memahami dan mengevaluasi isu hukum dengan mempertimbangkan pemikiran pakar hukum, doktrin hukum serta peraturan hukum yang berlaku.
- Teknik pengumpulan, pengelolaan dan analisis data
Karena menggunakan metode pendekatan normatif atau hukum normatif mmaka teknik pengumpulan dan analisis datanya melalui studi Literatur dengan mengumpulkan artikel, jurnal, buku, skripsi, tesis serta undang-undang dan peraturan pemerintah yang relevan. ini dapat ditemuukan di perpustakan umum maupun secara online. selanjutnya menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis kasus dan analisi perudang-undangan .
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian
Pengaturan Pembinaan Terhadap Narapidana Yang Menderita Gangguan Mental:
- Penyebab Gangguan Mental pada Narapidana: Narapidana bisa mengalami gangguan mental akibat perlakuan tidak adil dari petugas lapas, masalah pribadi, dan stres akibat kondisi di dalam lapas.
- Pasal 44 Ayat 2 KUHP: Pasal ini memungkinkan hakim untuk memerintahkan pengobatan narapidana yang mengalami gangguan mental selama maksimal satu tahun.
- Pasal 44 Ayat 1 KUHP: Pasal ini menyatakan bahwa jika seseorang melakukan tindak pidana dalam keadaan mentalnya sehat, namun mengalami gangguan mental selama menjalani hukuman, dia berhak atas perawatan pengobatan yang sesuai.
- Perlakuan Manusia dan Hak Asasi Narapidana: Narapidana seharusnya diperlakukan secara manusiawi dan sesuai dengan hak asasi manusia, termasuk pelayanan kesehatan mental yang layak.
- Undang-Undang Sistem Pemasyarakatan: Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 mengatur sistem pemasyarakatan di Indonesia, tetapi belum secara spesifik mengatasi masalah narapidana dengan gangguan mental.
- Pendapat Ahli Hukum: Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa narapidana dengan gangguan mental seharusnya tidak dihukum dan harus dibebaskan.
- Penghentian Penyidikan: Dalam beberapa kasus, jika narapidana mengalami gangguan mental yang parah, penyidikan atas kasus tersebut dapat dihentikan.
Status Hukum Seseorang Yang Pernah Menjadi Narapidana Namun Telah Sembuh Dari Gangguan Kejiwaan:
- Kurangnya Pengaturan: Saat ini, belum ada pengaturan yang jelas terkait status hukum narapidana yang sembuh dari gangguan kejiwaan di Indonesia.
- Kasus Jarang Terjadi: Kasus narapidana yang sembuh dari gangguan mental jarang terjadi di Indonesia, sehingga belum ada peraturan yang khusus mengaturnya.
- Pengaruh Kesehatan Mental: Gangguan kejiwaan narapidana dapat memengaruhi status hukum mereka setelah sembuh.
- Perbedaan Pendapat: Beberapa lembaga pemasyarakatan mungkin memiliki diskresi dalam menentukan status hukum narapidana yang sembuh dari gangguan kejiwaan.
- Alasan Penghapus Sifat Melawan Hukum: Dalam hukum pidana Indonesia, alasan penghapus sifat melawan hukum dapat mencakup kasus narapidana yang mengalami gangguan mental yang memengaruhi pertanggungjawabannya.
Pembinaan di Lapas
- Pembinaan narapidana yang mengalami gangguan kejiwaan di lembaga pemasyarakatan dapat melibatkan konseling, perawatan medis, dan upaya untuk mengembangkan kemampuan mereka.
- Faktor Penghambat: Faktor-faktor seperti kurangnya peralatan kesehatan dan tenaga profesional dapat menjadi penghambat dalam pembinaan narapidana yang mengalami gangguan mental.
- Kebijakan Lapas: Setiap lembaga pemasyarakatan mungkin memiliki kebijakan yang berbeda dalam menangani narapidana yang sembuh dari gangguan kejiwaan.
Pada intinya, narapidana yang mengalami gangguan mental memiliki hak untuk mendapatkan perawatan medis dan pembinaan yang sesuai dengan harkat martabat manusia. Meskipun belum ada regulasi yang secara spesifik mengaturnya, pembinaan dan perawatan kesehatan mental menjadi prioritas dalam mengatasi kasus ini.
E. Kelebihan dan Kekurangan artikel , serta SaranÂ
- Kelebihan
Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang pengaturan Pembinaan Terhadap Narapidana Yang Menderita Gangguan Mental. Penelitian ini menyajikan data dan referensi yang kuat, mencakup hukum dan peraturan yang relevan serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Hal ini mendukung validitas temuan penelitian.
- Kekurangan
Tidak menyediakan data primer seperti wawancara dengan narapidana, petugas lapas, atau pihak berwenang terkait. Data primer dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang permasalahan di lapangan. Meskipun penelitian ini mengidentifikasi masalah Pembinaan Terhadap Narapidana Yang Menderita Gangguan Mental , tidak banyak memberikan alternatif solusi atau rekomendasi yang konkret untuk mengatasi masalah tersebut.
- Saran
Melakukan analisis lebih mendalam tentang aspek kebijakan hukum yang memengaruhi Pembinaan Terhadap Narapidana Yang Menderita Gangguan Mental  di Indonesia, termasuk Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan terkait. Ini dapat membantu dalam memahami relevansi aturan yang ada.
JURNAL 3
Nama Reviewer : Hafriah Dwi Lestari (4382_20)
Nama Dosen Pembimbing  : Bapak Markus Marselinus Soge,S.H.,M.H
Judul Artikel: Kajian Hukum Penerapan Ketentuan Hukum Mati Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
Nama Penulis Artikel : Grenaldo Ginting
Nama Jurnal : Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
Penerbit : Al-ManhajÂ
Tahun Terbit : Volume 5 Number 1 (2023)
Link Artikel Jurnal: https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/2442/1304
A. Pendahuluan/Latar Balang(Isu/Masalah Hukum)
Jurnal ini menyoroti pentingnya pembangunan hukum dalam upaya mencapai kemajuan jangka panjang di Indonesia pada peroide 2005-2025. Dalam konteks globalisasi, daya saing tinggi dalam aspej hukum menjadi kunci untuk mengatasi tantangan global dan memanfaatkan peluang. Pembangunan hukum fokus pada reformasi hukum, aparatur negara, dan penanggulangan korupsi, yang merupakan masalah sosial signifikan. Salah satu aspek yang dibahas adalah penggunaan hukuman mati dalamkasus korupsi, yang masih kontroversial dalam implementasinya.
B. Konep/Teori dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis dampak dari (konsep/teori yang disajikan)dalam situasi (konteks). Tujuannya adalah memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana (konsep/teori) berperan dalam memengaruhi [fenomena yang diteliti] dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, penelitian ini berusaha memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas isu ini dan mungkin memberikan pandangan baru terkait dengan (masalah yang dibahas).
C. Metode penelitian Hukum Normatif
- Obyek Penelitian
Objek penelitian dalam artikel ini adalah penerapan ketentuan hukuman mati dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) di Indonesia. Artikel ini membahas secara mendalam mengenai pengaturan hukuman mati dalam UU PTPK, termasuk kriteria dan syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk menerapkan hukuman mati terhadap koruptor. Penelitian ini juga mengeksplorasi penggunaan hukuman mati dalam konteks penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi, serta mencermati pandangan dan perdebatan seputar relevansi dan kontroversi dari penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi. Dalam konteks ini, penelitian membahas aspek-aspek hukum, Hak Asasi Manusia, dan perbandingan dengan praktik internasional terkait hukuman mati. Dengan demikian, objek penelitian ini mencakup kompleksitas hukum dan isu-isu moral yang terkait dengan penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi di Indonesia.
- Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian normatif yang digunakan dalam jurnal ini sangat relevan untuk membahas isu hukuman mati dalam konteks Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) di Indonesia. Penelitian normatif memberikan pemahaman yang mendalam tentang kerangka hukum yang mengatur hukuman mati dalam kasus korupsi, termasuk kriteria dan prosedur yang harus diikuti. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menganalisis aspek-aspek hukum dan keadilan yang terlibat dalam penerapan hukuman mati.
Selain itu, pendekatan normatif juga memungkinkan peneliti untuk menggali pandangan hukum dan argumen-argumen yang mendasari penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi. Hal ini penting untuk memahami perspektif hukum dan etika yang ada dalam konteks ini. Namun, seiring dengan pendekatan ini, ada baiknya jika penelitian juga menggabungkan data empiris atau pendekatan interdisipliner untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang dampak dan efektivitas penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi.
Secara keseluruhan, pendekatan penelitian normatif dalam jurnal ini memberikan dasar yang kuat untuk menjelaskan kerangka hukum dan argumen-argumen yang terkait dengan hukuman mati dalam kasus korupsi di Indonesia. Namun, pengkombinasian dengan pendekatan lainnya dapat menghasilkan pemahaman yang lebih lengkap dan mendalam tentang isu ini.
- Jenis dan Sumber Data Penelitian
Dalam tulisan di atas, jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Ini terlihat dari penggunaan sumber-sumber yang sudah ada, seperti jurnal, undang-undang, dan dokumen hukum lainnya yang menjadi dasar analisis. Penelitian normatif umumnya mengandalkan data sekunder karena fokusnya pada pemahaman hukum yang ada dan evaluasi terhadapnya.
Sumber data yang digunakan dalam tulisan ini termasuk Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK), jurnal hukum, buku-buku hukum, serta dokumen-dokumen resmi pemerintah dan lembaga hukum terkait. Sumber-sumber ini digunakan untuk mengembangkan argumen dan analisis penulis tentang penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi di Indonesia.
Namun, meskipun jenis data yang digunakan adalah data sekunder, penting untuk mencatat bahwa penelitian normatif dapat diperkaya dengan integrasi data empiris, seperti studi kasus, wawancara, atau survei untuk memperoleh perspektif yang lebih luas dan mendalam tentang bagaimana hukuman mati dalam kasus korupsi sebenarnya berdampak pada masyarakat dan individu terkait. Kombinasi data sekunder dan data empiris dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang isu hukuman mati dalam konteks ini.
- Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data
Dalam tulisan di atas, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data sekunder. Penulis mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti jurnal hukum, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK), buku-buku hukum, serta dokumen-dokumen resmi pemerintah dan lembaga hukum terkait. Data tersebut kemudian diolah untuk mendukung analisis penulis tentang penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi di Indonesia.
Proses pengolahan data dalam penelitian normatif umumnya melibatkan analisis isi dokumen-dokumen yang dikumpulkan. Ini mencakup identifikasi dan ekstraksi informasi yang relevan dari sumber-sumber tersebut, seperti kutipan dari UU PTPK atau pemahaman penulis tentang argumen-argumen yang terdapat dalam literatur hukum yang dikonsultasikan.
Dalam hal analisis data, penulis menggunakan pendekatan normatif untuk mengevaluasi penerapan hukuman mati dalam kasus korupsi. Ini melibatkan pemahaman hukum dan evaluasi normatif terhadap isu tersebut berdasarkan literatur hukum yang dikonsultasikan. Analisis ini kemudian digunakan untuk mengembangkan argumen penulis tentang relevansi dan efektivitas hukuman mati dalam konteks korupsi.
Meskipun teknik pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang digunakan dalam tulisan ini sesuai dengan pendekatan penelitian normatif, penting untuk dicatat bahwa penelitian normatif dapat diperkaya dengan pendekatan komplementer, seperti analisis empiris, yang dapat memberikan perspektif yang lebih luas dan mendalam tentang isu yang dibahas.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengancam pidana mati bagi koruptor, namun hingga saat ini ketentuan tersebut belum pernah diterapkan dalam praktik. Ancaman pidana mati hanya dapat diterapkan jika korupsi dilakukan dalam "keadaan tertentu," seperti pada saat negara dalam keadaan bahaya, terjadi bencana alam nasional, terulangnya tindak pidana korupsi, atau negara menghadapi krisis ekonomi dan moneter. Namun, ketidakjelasan dalam parameter ini menimbulkan perdebatan tentang relevansi penerapan pidana mati dalam kasus korupsi.
Dari pembahasan yang dilakukan, terlihat bahwa penerapan pidana mati bagi koruptor masih sangat kontroversial, terutama dalam konteks hak asasi manusia dan tren global penghapusan hukuman mati. Sementara beberapa pihak mempertahankan pidana mati sebagai hukuman yang seharusnya diterapkan dalam kasus korupsi yang merugikan negara secara masif, yang memenuhi beberapa kriteria tertentu, yang lain berpendapat bahwa hukuman mati tidak sejalan dengan prinsip-prinsip HAM dan kemanusiaan.
Oleh karena itu, perdebatan mengenai pidana mati bagi koruptor memerlukan pengkajian mendalam tentang relevansi, efektivitas, dan implikasi dari hukuman tersebut dalam sistem hukum Indonesia. Selain itu, pembahasan mengenai revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pemikiran kritis terhadap sistem peradilan pidana juga diperlukan untuk memastikan bahwa hukuman yang diterapkan adil, efektif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
E. Kelebihan dan Kekurangan Artikel, serta Saran
- Kelebihan
Kelebihan dari hasil penelitian ini adalah pengungkapan yang mendalam tentang ketentuan pidana mati bagi koruptor dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) di Indonesia. Penelitian ini menganalisis secara rinci ketentuan tersebut dan mengungkapkan konteks serta kriteria yang harus terpenuhi untuk menerapkan hukuman mati dalam kasus korupsi. Hasil penelitian ini juga mencerminkan relevansi topik yang sangat kontroversial dan penting dalam pembahasan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia.
- Kekurangan
Namun, penelitian ini memiliki kekurangan dalam hal ruang lingkup yang terbatas, di mana ia hanya memfokuskan pada ketentuan pidana mati dalam UU PTPK. Sementara itu, analisis yang lebih luas, termasuk perspektif masyarakat sipil, pandangan internasional, dan dampak sosial hukuman mati bagi koruptor, mungkin dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang isu ini. Selain itu, penelitian ini tidak mempertimbangkan implikasi praktis dalam pelaksanaan hukuman mati dalam kasus korupsi.
- Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk memperluas ruang lingkup dan memasukkan lebih banyak perspektif, seperti sudut pandang hak asasi manusia, etika, dan efektivitas hukuman mati dalam mengurangi tingkat korupsi. Penelitian ini juga bisa lebih mendalam dengan memeriksa dampak psikologis pada individu yang dihukum mati dan keluarganya. Dengan demikian, penelitian selanjutnya dapat memberikan pandangan yang lebih kaya dan holistik tentang masalah ini, yang dapat membantu pembuat kebijakan dan masyarakat dalam memahami isu pidana mati bagi koruptor di Indonesia secara lebih mendalam.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H