"halo, bu?"
"kamu pulang jam berapa Nan?"
"iya bu, ini mau pulang sebentar lagi."
 "yaudah, hati-hati ya."
"iya bu."
Hanan mematikan rokoknya lalu bergegas menuju motornya. Hidupnya terasa sangat hambar. Selama empat tahun nama Annora selalu terngiang di kepalanya. Hari-hari dilaluinya dengan setengah hati. Enam bulan pertama setelah kepindahan Annora, Hanan masih berusaha untuk menjaga komunikasi antara dirinya dan Annora. Namun setelah enam bulan berlalu, komunikasi tersebut hilang ditelan oleh kesibukan masing-masing.
Sebelum sampai di rumah, Hanan menyempatkan diri mampir di minimarket untuk membeli beberapa minuman kaleng dan makianan ringan. Saat hendak membayar di kasir, matanya menerawang keluar minimarket. Matanya tertuju pada seorang wanita yang wajahnya tidak asing dan ia sangat kenal dahulu. Ia tertegun. Annora! Teriaknya dalam hati. Wanita itu berjalan dengan teman-temannya. Hanan melihat tawa dan senyum Annora yang sangat membekas di hatinya dahulu.
Ia berlari meninggalkan kasir, meninggalkan belanjaan yang belum sempat ia bayar. Kasir minimarket tersebut kebingungan melihat Hanan tiba-tiba berlari keluar minimarket. "Mas, ini belanjaannya gimana?!" teriaknya.
Hanan tidak peduli. Ia tetap berlari meninggalkan motornya yang masih terparkir di depan minimarket tersebut. Nafasnya menggebu-gebu. Berbagai kenangan indah melintas di dalam kepalanya. Empat tahun lamanya ia menunggu untuk momen ini. Ia berlari mengejar Annora yang telah berlalu bersama teman-temannya.
Ia berhenti tepat beberapa meter di belakang Annora. Ia terdiam untuk beberapa saat, itu memang dia. Hanan merasakan perlahan dunianya terang kembali. Cahaya yang dulu sempat redup, kini hidup kembali. Hanan menarik napasnya dalam-dalam, "Annora!" teriaknya.
Annora berbalik melihat ke arah datangnya suara. Ia terdiam. Lalu dengan senyuman mungilnya yang sangat dirindukan Hanan, Annora berjalan selangkah kedepan.