"Annora!" teriakan parau Hanan memecah keheningan lorong kelas. Perasaannya mulai tak karuan. Tangannya mengepal seolah ada hal yang Ia genggam erat dan tak ingin dia lepas. Ini adalah hari terakhir mereka berdua ada di sekolah. Pesta perpisahan sedang diadakan di halaman sekolah dengan penuh tawa dan haru, tapi Hanan tidak dapat menemukan Annora dalam hiruk pikuk pesta tersebut. Alih-alih berada di pesta, Hanan menemukannya sedang berjalan sendiri di lorong kelas.
Annora menatap Hanan dengan tatapan khasnya yang Hanan tidak pernah bisa tebak apa artinya. Senyuman tipis terukir di bibir mungilnya.
"Hai."
"Kenapa ga ikutan pesta Ra?
"Lagi pengen kesini aja, bakal kangen, ini hari terakhir aku di sini soalnya," Annora berjalan menyusuri lorong diikuti oleh Hanan di belakangnya. Lalu ia berhenti tepat di depan majalah dinding sekolah. Terdapat sebuah foto dirinya dan Hanan saat melakukan pentas seni ketika mereka masih berada di bangku kelas 2 SMA. "Kita lucu juga ternyata." Ujarnya tersenyum tipis.
"Hari terakhir?" Hanan berjalan mendekati Annora. "Bukannya sebulan lagi kita balik buat ambil ijazah?" tanyanya pelan. Ia berdiri di sebelah Annora, tatapannya ragu, perasaannya tidak enaknya semakin mencuat. "Iya, kan?" tanyanya lagi memastikan.
"Bukan aku yang ambil ijazah bulan depan," ia menatap Hanan. Senyuman manis yang sedari tadi menghiasi wajahnya perlahan menghilang. "aku pindah," ujarnya singkat. "Ayah dapet kerjaan baru di Jakarta, aku sama Ibu harus ikut, soalnya rumah yang di sini mau dijual." ucapnya.
"Pindah?" Tanya Hanan hampir tak terdengar. Dunianya seketika kelabu, kata pindah dari Annora bagai petir di siang bolong, terkejut dengan apa yang didengarnya Hanan kembali bertanya, "kapan?"
"Besok," jawab Annora singkat. "maaf aku ga ngasih tau dari awal, aku gatau kapan waktu yang pas buat ngasih tau kamu Nan," ujarnya. Matanya berkaca-kaca. "maaf." ujarnya lagi.
Hanan hanya diam. Dia tidak tau harus berkata apa, dunia terasa mulai terasa gelap baginya. Impian untuk berkuliah di kampus yang sama dengan Annora sirna sudah. "terus kita gimana Ra?"
tanyanya. "kita gimana? Jakarta jauh banget, aku gatau bisa nyusul kamu kesana atau engga." ucapnya.
"Kamu gaperlu nyusul kok," Annora menatap Hanan. "Maaf, aku ga bisa jalanin hubungan jarak jauh, kamu boleh lupain aku mulai sekarang," Annora berlalu meninggalkan Hanan yang hanya diam terpaku.
"Annora."
Annora berhenti, melihat ke arah Hanan, lalu tersenyum, "makasih ya Hanan, aku ga tau tiga tahun SMA aku bakal gimana kalau ga ada kamu, maaf harus begini, jangan lupa bahagia, aku minta
maaf." Annora berjalan meninggalkan Hanan sendiri.
Kabar tak terduga yang sangat mendadak ini membuatnya kehilangan tenaga. Hanan berjalan gontai menuju pesta, mengambil segelas air, lalu duduk diam seorang diri. Pikirannya kacau, semarak pesta tak mampu memecah keheningan yang ada di dalam kepalanya. Dunianya seketika gelap. Dia hanya duduk diam, merasakan perlahan cahayanya ditarik paksa dengan kepindahan Annora.
Hanan berlari menuju motornya, lalu tancap gas meninggalkan sekolah. Sesampainya di rumah ia bergegas ke kamarnya, menghempaskan diri ke kasur, lalu semua menjadi gelap.
****
"Nan, makan yu!" ajak salah satu teman kantornya.Â
"duluan aja, aku nyusul"
Empat tahun sudah berlalu sejak perpisahan menyedihkannya dengan Annora. Hanan tak kunjung sembuh dari luka tersebut. Annora, cahaya, Hanan bergumam di dalam hati. Namanya memiliki arti cahaya dalam bahasa Yunani, sesuai namanya, kehilangan Annora, membuat Hanan kehilangan cahaya dalam hidupnya.
Hanan duduk sendiri di bangku taman kantornya, membakar sepuntung rokok, lalu menghisapnya dalam-dalam. Pikirannya mengawang entah kemana. Annora, Annora, Annora. Dering ponsel pintarnya memecahkan lamunan siang bolongnya.
"halo, bu?"
"kamu pulang jam berapa Nan?"
"iya bu, ini mau pulang sebentar lagi."
 "yaudah, hati-hati ya."
"iya bu."
Hanan mematikan rokoknya lalu bergegas menuju motornya. Hidupnya terasa sangat hambar. Selama empat tahun nama Annora selalu terngiang di kepalanya. Hari-hari dilaluinya dengan setengah hati. Enam bulan pertama setelah kepindahan Annora, Hanan masih berusaha untuk menjaga komunikasi antara dirinya dan Annora. Namun setelah enam bulan berlalu, komunikasi tersebut hilang ditelan oleh kesibukan masing-masing.
Sebelum sampai di rumah, Hanan menyempatkan diri mampir di minimarket untuk membeli beberapa minuman kaleng dan makianan ringan. Saat hendak membayar di kasir, matanya menerawang keluar minimarket. Matanya tertuju pada seorang wanita yang wajahnya tidak asing dan ia sangat kenal dahulu. Ia tertegun. Annora! Teriaknya dalam hati. Wanita itu berjalan dengan teman-temannya. Hanan melihat tawa dan senyum Annora yang sangat membekas di hatinya dahulu.
Ia berlari meninggalkan kasir, meninggalkan belanjaan yang belum sempat ia bayar. Kasir minimarket tersebut kebingungan melihat Hanan tiba-tiba berlari keluar minimarket. "Mas, ini belanjaannya gimana?!" teriaknya.
Hanan tidak peduli. Ia tetap berlari meninggalkan motornya yang masih terparkir di depan minimarket tersebut. Nafasnya menggebu-gebu. Berbagai kenangan indah melintas di dalam kepalanya. Empat tahun lamanya ia menunggu untuk momen ini. Ia berlari mengejar Annora yang telah berlalu bersama teman-temannya.
Ia berhenti tepat beberapa meter di belakang Annora. Ia terdiam untuk beberapa saat, itu memang dia. Hanan merasakan perlahan dunianya terang kembali. Cahaya yang dulu sempat redup, kini hidup kembali. Hanan menarik napasnya dalam-dalam, "Annora!" teriaknya.
Annora berbalik melihat ke arah datangnya suara. Ia terdiam. Lalu dengan senyuman mungilnya yang sangat dirindukan Hanan, Annora berjalan selangkah kedepan.
"Hai." Ujarnya lembut.
Iapun berlari.
Sebuah pelukan hangat telah mengembalikan cahaya untuk hidup Hanan.
Kegelapan yang selama empat tahun menyelimuti Hanan, kini berganti cahaya. Annora.
Â
Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H